Khutbah Jumat: Meraih Kebeningan Hati

 إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ

وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Kaum Muslimin rahimakumullah

Jama’ah shalat Jum’at yang dirahmati Allah…

Sering kita jumpai banyak orang pada zaman sekarang lebih mengedepankan penampilan indah pada penampilan luarnya, tubuhnya, pakaiannya, mobilnya, rumahnya dan sebagainya, namun mereka melalaikan keindahan penampilan hati dan bathinnya padahal keindahan hati jauh lebih penting, karena itulah tolok ukur kemuliaan di sisi Allah:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa di antara kalian. (QS al-Hujurāt [49]: 13)

Dan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah a\, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk kalian, tubuh atau harta kalian, tetapi Allah akan melihat kepada hati dan amal kalian.”

Oleh karenanya, hendaknya kita lebih memperhatikan kesucian hati kita, di samping memperhatikan pula kesucian badan, pakaian, atau lingkungan kita.

Jama’ah shalat Jum’at yang dirahmati Allah…

Tazkiyatun nufus dalam arti menyucikan jiwa dari noda-noda dan dosa dengan ketaatan dan keimanan adalah perkara yang sangat penting sekali, bahkan merupakan salah satu tugas inti dari dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah mengemban tazkiyatun nufus. Allah berfirman:

هُوَ ٱلَّذِى بَعَثَ فِى ٱلْأُمِّيِّۦنَ رَسُولًۭا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَـٰلٍۢ مُّبِينٍۢ . ٢

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajari mereka Kitab dan Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS al-Jumu’ah [62]: 2)

Juga, tazkiyatun nufus adalah kunci kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat. Allah berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ٩ وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS asy-Syams [91]: 9–10)

Jama’ah shalat Jum’at—rahimakumullah…

Perlu diketahui bahwa tazkiyatun nufus memiliki dua tingkatan:

Tingkatan Pertama: Menyucikan hati dengan melakukan amalan yang disyari’atkan

Dia selalu mengoreksi dan mengontrol keimanannya, berusaha selalu meningkatkan imannya dan menjauhi segala virus yang dapat menggerogoti imannya.

إِنَّ الإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ الْخَلِقُ ، فَاسْأَلُوا اللَّهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُم

“Sesungguhnya iman dalam hati itu bisa luntur/usang sebagaimana usangnya pakaian, maka perbaharuilah keimanan kalian.”[1]

Dan sebagaimana dimaklumi bersama bahwa iman itu mencakup keyakinan, ucapan, dan perbuatan.

  • Keyakinan. Dia mewujudkan amalan-amalan hati berupa cinta, berharap, takut, tawakal, ikhlas, pengagungan kepada Allah dan Nabi-Nya, serta amalan-amalan hati lainnya.
  • Perbuatan. Dia membersihkan hatinya dengan ketaatan kepada Allah berupa amalan-amalan badan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan amalan-amalan lainnya.
  • Ucapan. Dia membersihkan hatinya dengan amalan-amalan lisan seperti membaca al-Qur‘an, dzikir, amar makruf nahi mungkar, dan sebagainya.

Tingkatan Kedua: Menyucikan hati dengan meninggalkan larangan Allah

Dia meninggalkan seluruh maksiat dan dosa dengan berbagai modelnya dan tingkatannya, sebab dosa itu sangat meracuni hati dan merusaknya. Bukankah semua kerusakan di muka bumi ini serta segala kerusakan dalam ekonomi, politik, sosial melainkan karena akibat dosa?!!

رَأَيْتُ الذُّنُوبَ تُمِيتُ الْقُلُوبَ … وَيُتْبِعُهَا الذُّلَّ إِدْمَانُهَا

وَتَرْكُ الذُّنُوبِ حَيَاةُ الْقُلُوبِ … وَالْخَيْرُ لِلنَّفْسِ عِصْيَانهَا

Aku mendapati dosa itu mematikan hati

Dan terus-menerus dalam dosa menjadikan hina

Meninggalkan dosa adalah hidupnya hati

Namun jiwa ingin selalu berdosa. (al-Mujalasah wa Jawahirul Ilmi 2/30)

Jama’ah shalat Jum’at—rahimakumullah…

Namun, perlu diketahui bahwa metode tazkiyatun nufus yang benar adalah apa yang sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal ini kami tekankan, karena akhir-akhir ini banyak bermunculan metode-metode baru untuk penyucian jiwa dan hati sehingga terkadang muncul suatu komentar: “Salaf itu bagus dalam masalah aqidahnya, tapi dalam masalah tazkiyah saya lebih memilih model dzikirnya fulan(!), khuruj dan mudzakarahnya jama’ah fulan(!), mabit dan muhasabahnya harakah fulan(!).”

Aduhai, apakah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya tidak mengajarkan metode tazkiyatun nufus?! Mengapa mereka tidak merasa cukup dengan metode yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, bahkan menginginkan metode-metode selainnya?!! Semoga Allah merahmati Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah tatkala mengatakan:

“Sesungguhnya Allah mengutus para rasul untuk mengemban tazkiyah (penyucian) dan pengobatan hati umat. Dan penyucian jiwa lebih berat daripada pengobatan badan. Barangsiapa menyucikan dirinya dengan riyadhah, mujahadah, khulwah[2] yang tidak dicontohkan oleh para rasul, maka perumpamaannya seperti pasien yang mengobati penyakitnya dengan caranya sendiri. Akankah hal ini sama dengan cara para dokter?! Sesungguhnya para rasul adalah dokter hati. Jadi, tidak ada cara/metode untuk penyucian jiwa kecuali dari cara yang diajarkan rasul.” (Madarij Salikin 2/315)

Jama’ah shalat Jum’at—rahimakumullah…

Lantas bagaimana kiat-kiat untuk meraih kesucian dan kebeningan hati?! Ada beberapa kiat jitu untuk meraihnya yang seandainya kita melaksankannya maka kita akan segera meraihnya dengan izin Allah. Di antaranya:

1. Do’a dan memohon kepada Allah

Sekalipun hamba memiliki peran dalam penyucian hatinya, perlu dia sadari bahwa yang memberikan taufiq kesucian dan kebeningan hati hanyalah Allah semata. Oleh karenanya, Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَ‌ٰتِ ٱلشَّيْطَـٰنِ ۚ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَ‌ٰتِ ٱلشَّيْطَـٰنِ فَإِنَّهُۥ يَأْمُرُ بِٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًۭا وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ ﴿٢١﴾

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS an-Nūr [24]: 21)

Maka seorang hamba, dalam setiap detiknya selalu membutuhkan pertolongan Allah dan memohon kepada-Nya agar Allah menganugerahkan kepadanya kebeningan hati. Oleh karena itulah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita untuk berdo’a:

اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِى تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا

“Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketaqwaan dan sucikanlah jiwa karena Engkau adalah sebaik-baik Dzat yang menyucikannya.” (HR Muslim: 2722)

Karena itu pula, kita disyari’atkan ketika mendengar panggilan shalat yang merupakan salah satu amalan penting dalam penyucian jiwa, ketika muadzin mengatakan: “Hayya ’alash shalah” dan “Hayya ’alal falah” (Ayo kita shalat, ayo kita menuju keberuntungan), maka kita menjawab: “La haula wala quwwata illa billahi” (Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah).

2. Berilmu

Ilmu adalah kunci yang pas untuk meraih kesucian hati. Sebab kesucian hati itu diraih dengan melaksanakan ketaatan serta menjauhi larangan secara ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan hal itu tidak mungkin terwujudkan kecuali dengan ilmu. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ اْلدِّيْنِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka Allah akan pahamkan ia dalam agama-Nya.”

Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadikan ilmu agama sebagai faktor semua kebaikan, karena dengan ilmu dia mampu beribadah kepada Allah secara benar.

3. Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya

Jika ilmu adalah kunci meraih kesucian jiwa, maka yang lebih utama daripada itu adalah mengamalkan ilmu. Apalah artinya jika kita belajar, ikut ta’lim, dan menuntut ilmu jika kita tidak mengamalkannya. Ibnul Qayyim v\ berkata:

كُلُّ عِلْمٍ وَعَمَلٍ لاَ يَزِيْدُ الإِيمَانَ واليَقِيْنَ قُوَّةً فَمَدْخُوْلٌ، وَكُلُّ إِيمَانٍ لاَ يَبْعَثُ عَلَى الْعَمَلِ فَمَدْخُوْلٌ

“Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan dalam keimanan dan keyakinan maka telah termasuki (terkontaminasi), dan setiap iman yang tidak mendorong untuk beramal maka telah termasuki (tercoreng).”[3]

Jika kita melaksanakan perintah-perintah Allah seperti shalat, puasa, zakat, haji, membaca al-Qur‘an maka di situlah hati akan suci dan bahagia. Sebaliknya, jika kita menerjang larangan-larangan Allah, maka hati ini akan sempit dan terombang-ambing dalam kegalauan.

4. Selalu muhasabah (introspeksi)

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٨﴾

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-Hasyr [59]: 18)

Seorang mukmin akan selalu mengoreksi dan mengevaluasi amalannya. Dia akan berusaha untuk tidak terjerumus ke dalam dosa dengan menjauhi segala sarana yang dapat merayunya seperti fitnah dunia, wanita, dan teman yang jelek. Dan jika dia telah terjatuh ke dalam dosa, maka dia segera bertaubat dan selalu istighfar kepada Allah dengan tekad yang bulat untuk tidak mengulangi dosanya lagi.

KHUTBAH KEDUA

Jama’ah shalat Jum’at—rahimakumullah…

Jika seorang hamba telah meraih kebeningan hati dan kesucian jiwa maka dia pun akan meraih buah-buah indah darinya, di antaranya:

1. Dicintai oleh manusia

Bila kita memiliki hati yang bersih kepada Allah dan juga sesama manusia, maka Allah akan menjadikan umat manusia mencintainya, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ ٱلرَّحْمَـٰنُ وُدًّۭا ﴿٩٦﴾

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (QS Maryam [19]: 96)

2. Kebahagiaan dan ketenteraman hati

Kebahagiaan adalah suatu impian dan dambaan setiap insan baik pria atau wanita, kecil atau dewasa, miskin atau kaya. Namun, kebahagiaan itu hanyalah diraih dengan iman dan ketaatan bukan dengan dosa serta kemaksiatan. Allah berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَـٰلِحًۭا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةًۭ طَيِّبَةًۭ ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ﴿٩٧﴾

Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS an-Nahl [16]: 97)

3. Meraih surga Allah

Surga adalah tempat kembali yang penuh dengan kenikmatan, sebagai balasan bagi orang-orang yang memiliki hati bersih, pada suatu hari yang tidak bermanfaat lagi harta, takhta, dan anak-anak.

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا ﴿٣٠﴾ أُو۟لَـٰٓئِكَ لَهُمْ جَنَّـٰتُ عَدْنٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهِمُ ٱلْأَنْهَـٰرُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍۢ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًۭا مِّن سُندُسٍۢ وَإِسْتَبْرَقٍۢ مُّتَّكِـِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلْأَرَآئِكِ ۚ نِعْمَ ٱلثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًۭا ﴿٣١﴾

Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shalih, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ’Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah. (QS al-Kahfi [18]: 30–31)

Akhirnya, marilah kita memohon kepada Allah agar Allah memberikan kepada kita hati yang suci, jiwa yang bersih dari noda-noda dan dosa-dosa sehingga kita meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amin.

 

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

اللهم افتح بيننا وبين قومنا بالحق وأنت خير الفاتحين.

اللهم إنا نسألك علما نافعا ورزقا طيبا وعملا متقبلا

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar Assidawi


[1]  HR al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/4 dan dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah 4/113.

[2]  Ini adalah istilah-istilah tasawuf untuk penyucian jiwa. (Lihat Mu’jam ash-Shufi, Dr. Mahmud Abdurrazzaq 2/654, 968.)

[3]  Al-Fawaid hlm. 86