Jenggot Dalam Pandangan Islam

“Pak Jenggot, Kambing kibas, Jenggot naga, Teroris…dan seterusnya” Demikian mungkin sebagian gelar dan julukan yang biasanya harus diterima oleh orang yang berjenggot pada zaman sekarang, karena memang orang yang berjenggot sangat asing sekali pada zaman sekarang, baik di lingkungan masyarakatnya, tempat kerjanya, sekolahnya, bahkan mungkin di tengah keluarganya sendiri!!.

Ya demikianlah jenggot, dia sekarang dianggap sangat tabu sekali, bahkan kerapkali dianggap sebagai ciri khas aliran sesat dan sebagainya, padahal banyak sekali dalil-dalil Al-Qur’an yang menegaskan kaharusan memelihara jenggot dan larangan mencukurnya.

Anehnya, masih banyak suara sumbang dan syubhat yang keluar dari mulut orang-orang yang dianggap alim mementahkan masalah ini, sehingga sering kita dengar omongan mereka: “Enggak usah (tidak perlu) memperbesar masalah yang kecil, perintah jenggot khusus bagi penduduk Arab, sekarang bukan zamannya berjenggot karena justru orang-orang kafir yang berjenggot…”. Dan seterusnya.

Nah, pada kesempatan ini kami akan menjelaskan secara ringkas duduk permasalahan masalah ini, semoga bermanfaat bagi orang-orang yang hendak mengikuti kebenaran.

DEFINISI JENGGOT

Jenggot adalah nama rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu.[1] Jadi, semua rambut yang tumbuh pada dagu, di bawah dua tulang rahang bawah, pipi, dan sisi-sisi pipi disebut jenggot kecuali kumis.

 HUKUM MEMELIHARA JENGGOT

Hukum memelihara jenggot adalah wajib atas setiap muslim laki-laki, baligh, dan berakal karena Nabi telah mewajibkannya, memerintahkan untuk memeliharanya, serta melarang mencukurnya dalam hadits-haditsnya dengan redaksi yang beragam. Nabi bersabda:

أَحْفُوْا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوْااللِّحَى

“Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot”. (HR. Bukhari: 5893 dan Muslim: 259).

خَالِفُوْا الْمُشْرِكِيْنَ وَفِّرُوْا اللِّحَى وَأَحْفُوْا الشَّوَارِبَ

“Selisihilah orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan cukur habislah kumis”. (HR. Bukhari: 2892).

جَزُّوْا الشَّوَارِبَ, وَأَرْحُوْا اللِّحَى, خَالِفُوْا الْمَجُوْسَ

“Cukurlah kumis, biarkanlah jenggot, selisihilah orang-orang Majusi”. (HR. Muslim).

خَالِفُوْا الْمُشْرِكِيْنَ أَحْفُوْا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوْا اللِّحَى

“Selisihilah orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan cukurlah kumis”. (HR. Muslim: 259).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ t قَالَ عَنِ النَّبِيِّ r أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ

“Dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhum, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh beliau memerintahkan untuk mencukur kumis dan memelihara jenggot”. (HR. Muslim).

“Hadits-hadits tentang masalah ini banyak sekali, semuanya menegaskan kewajiban memelihara jenggot dan keharaman mencukurnya”. [2]

Ketika Kisra (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi. Mereka menemui beliau dalam keadaan jenggot tercukur dan kumis lebat. Rasulullah sinis dan tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya: “Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata, “Rabb kami (tuan kami yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan tetapi Rabbku memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan merapikan kumisku”. (HR. Thabarani, hasan).

Wahai orang yang mencukur jenggot, bagaimana pendapatmu apabila Rasulullah tidak suka melihat wajahmu? Bahkan, jawaban apa yang akan kau berikan ketika beliau sinis dan memalingkan wajahnya darimu seraya bertanya padamu “Siapa yang menyuruhmu seperti ini?!” Sekali lagi, renungkanlah wahai saudaraku!

ARGUMENTASI HARAMNYA MENCUKUR JENGGOT[3]

Banyak sekali argumentasi tentang keharamannya, diantaranya:

1. Mengubah ciptaan Alloh

Sesungguhnya Allah telah memuliakan kaum pria dengan jenggot. Firman-Nya:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِى ءَادَمَ

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. (QS. Al-Isra’: 70).

Imam Baghawi ketika menafsirkan ayat ini mengatakan: “Dikatakan bahwa Alloh memuliakan laki-laki dengan jenggot dan wanita dengan rambut kepala (jambul)”. [4]

Maka, tidak boleh bagi manusia untuk mengubah ciptaan Alloh dan bentuk yang Alloh telah fithrahkan. Alloh berfirman menceritakan perkataan Iblis:

وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ اْلأَنْعَامِ وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبَينًا

Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS. An-Nisa’: 119).

Syaikh al-Albani Rahimahullahuta’ala berkata: “Ayat ini merupakan sebuah nash tegas yang menunjukkan bahwa mengubah ciptaan Alloh tanpa izin dari syara’ adalah sebuah ketaatan kepada syetan dan kemaksiatan kepada Ar-Rahman. Oleh karena itu, Rasulullah melaknat para wanita yang merubah ciptaan Allah agar terlihat cantik. Tidak diragukan lagi bahwa mencukur jenggot agar tampak tampan termasuk hadits tersebut karena sama-sama merubah ciptaan Allah agar terlihat tampan. Adapun maksud ucapan saya “tanpa izin dari Allah” agar tidak difahami oleh orang bahwa hal-hal yang diizinkan oleh syara’ seperti mencukur buku kemaluan termasuk merubah ciptaan Allah, bahkan hal itu dianjurkan atau diwajibkan”.[5]

2. Menyelisihi perintah Nabi

Nabi telah memerintahkan kepada umatnya agar memelihara jenggot. Dan telah populer dalam kaidah ushul fiqih bahwa asal perintah menunjukkan wajib sehingga ada indikator yang memalingkan dari aslinya. Allah berfirman:

وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al-Hasyr: 7).

وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ ناَرًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابُُ مُّهِينُُ

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An-Nisa’: 14).

Aneh bin ajaibnya, setiap kali kita bertanya kepada orang yang mencukur jenggotnya: “Apakah anda cinta kepada Rasulullah?” Dia menjawab: “Benar, saya mencinta beliau”. Subhanallah, apalah artinya pengakuan cinta apabila tidak dibuktikan dengan ketaatan kepadannya?!!. Seorang penyair pernah mengatakan:

إِنَّ كَانَ حُبُّكَ صَادِقًا لأَطَعْتَهُ

إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعُ

 Bila cintamu sejati, maka engkau akan mentaatinya

Sesungguhnya orang yang cinta itu sangat mentaati yang dicintainya.[6]

 3Menyerupai orang-orang kafir

Mencukur jenggot merupakan simbol orang-orang kafir. Mencukur jenggot termasuk kebiasaan dan tradisi orang-orang kafir yang menulari kita, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa menyerupai suatu golongan, maka dia termasuk golongan mereka”. (HR. Abu Dawud, shahih).

Aneh tapi nyata, sebagian saudara kita dari kalangan kaum muslimin, bahkan aktivis dakwah dan tokoh Islam terkadang tak sadarkan diri, kita lihat mereka begitu semangat ingin menegakkan syari’at Islam dan menyatakan perang terhadap Amerika, bahkan menyerukan: “Baikot produk-produk Amerika!!!” tetapi dalam waktu yang bersamaan, mereka sendiri tidak menerapkan syariat Islam pada diri mereka, kita lihat mayoritas mereka mencukur habis jenggot mereka dan lain sebagainya dari ciri khas orang-orang kafir. Lebih ironis lagi, mereka melecehkan jenggot dan menganggapnya sebagai masalah parsial, kulit dan sebagainya. Lantas, pantaskah kita menyerukan penerapan syariat Islam, sedangkan kita sendiri belum menerapkannya pada diri kita sendiri?!!

 4. Menyerupai wanita

Jenggot merupakan alat pembeda antara laki-laki dengan perempuan sehingga mencukurnya merupakan tindakan meyerupai wanita. Pembeda utama antara laki-laki dengan perempuan adalah jenggot, sedangkan laki-laki yang menyerupai wanita terlaknat berdasarkan hadits berikut:

لَعَنَ اللهُ الْمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”. (HR. Bukhari).

Bila mencukur jenggot tidak termasuk menyerupai perempuan, lalu apa bentuk penyerupaan laki-laki kepada perempuan yang terlarang?!!

Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah berkata: “Adapun rambut jenggot memiliki banyak manfaat, sebagai perhiasan, menimbulkan kewibawaan. Oleh karena itu, anak kecil dan kaum wanita tidak memiliki wibawa seperti yang dimiliki oleh orang yang berjenggot. Dan manfaat lannya, untuk membedakan antara laki-laki dengan perempuan”. [7]

Alangkah bagusnya perkataan seorang akhwat tatkala dtanya: Kenapa ukhti kok lebih senang memilih suami (ikhwan) yang berjenggot? Dia menjawab: “Saya menikah itu dengan seorang pria bukan wanita”.

 5. Menyelisihi fithrah

Alloh berfirman:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum: 30).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ : قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِيْمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ

“Sepuluh perkara termasuk fitrah, yaitu menggunting kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghiup air dengan hidung), memeotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan istinja’”. (HR. Muslim).

Oleh karena memelihara jenggot termasuk perkara fithrah, maka apabila seorang mencukurnya, berarti dia telah memperburuk wajahnya. Ibnu Asakir meriwayatkan[8] 13/101/2 dari Umar bin Abdul Aziz berkata: “Mencukur jenggot termasuk mutslah, sedangkan Rasulullah n melarang dari mutslah”.

Maksud kata mutslah adalah memperburuk wajah. Tidak diragukan lagi bahwa wajah merupakan organ tubuh yang mulia, sebab dia adalah pusat keindahan yang harus dijaga dan dmuliakan, bukan malah diperburuk.

Dari Abdullah bin Yazid al-Anshari Rahimahullahuta’ala berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari merusak dan memperburuk tubuh”. (HR. Bukhari).

 6. Pemborosan, pembuangan waktu, dan tindakan durhaka secara terang-terangan.

Tidak perlu disangsikan lagi bahwa mencukur jenggot itu membutuhkan biaya yaitu uang untuk membeli alat cukur, sabun dan pisau penghalus (silet). Ini semua dinilai termasuk membelanjakan harta yang Alloh amanahkan kepada hambaNya tidak pada tempatnya sehingga pelakunya akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat. Orang tidak boleh berdalih: “Ah, ini kan cuma sedikit dan tidak berarti sama sekali”, karena Alloh berfirman:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS. Az-Zalzalah: 7).

Bagi seorang muslim, waktu adalah hal yang mahal dan berharga sehingga harus dijaga sebaik-baiknya dan tidak boleh disia-siakan untuk melakukan perkara yang haram.

Mencukur jenggot merupakan sebuah kedurhakaan yang dilakukan secara terang-terangan, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافَى إِلاَّ الْمُجَاهِرُوْنَ

“Setiap umatku dosanya akan dimaafkan kecuali orang yang berbuat dosa secara terang-terangan”. (HR. Bukhari).

 PERNYATAAN PARA ULAMA TENTANG MENCUKUR JENGGOT

Mayoritas ulama dan ahli fiqih secara tegas menyatakan bahwa mencukur jenggot itu haram. Imam Ibnu Hazm berkata: “Para ulama sepakat bahwa mencukur jenggot merupakan perbuatan mutslah (memperburuk) yang terlarang”. [9]

Ibnul Qoththon berkata: “Para ulama bersepakat bahwa mencukur seluruh jenggot tidak boleh”.[10]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Diharamkan mencukur jenggot berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan tidak ada seorang ulama pun yang membolehkannya”.[11]

Syaikh Ali Mahfudh berkata: “Empat madzhab telah bersepakat tentang wajibnya memelihara jenggot dan haramnya mencukur jenggot:

  1. Dari kalangan madzhab hanafiyyah, Ibnu Abidin berkata dalam Raddul Mukhtar: “Diharamkan bagi laki-laki memotong jenggot”.
  2. Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam Syafi’i menegaskan dalam Al-Umm haramnya mencukur jenggot. Demikian pula imam Nawawi dalam Syarah Muslim 3/493-494, Al-Ghozali dalam Ihya’ Ulumuddin 1/125.
  3. Dari kalangan Malikiyyah, Al-‘Adawi menukil pernyataan Imam Malik, “Itu termasuk perbuatan orang-orang Majusi”. Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid berkata: “Diharamkan mencukur jenggot. Tidak ada yang melakukannya kecuali laki-laki yang bergaya seperti perempuan”.
  4. Dari kalangan hanabilah, para ulama mereka bersepakat tentang wajibnya memelihara jenggot dan haramnya mencukur jenggot dengan tiada perselisihan di dalamnya sebagaimana ditegaskan oleh penulis Al-Inshaf. Dalam Kasyful Qona’ fi Fiqhil Hanabilah 1/54 dinyatakan: “Dan haram hukumnya mencukur jenggot”.

Syaikh Ali Mahfudh berkomentar: “Dengan penjelasan di muka, maka nyatalah bagimu bahwa memelihara jenggot termasuk agama Allah dan syari’at-Nya yang telah digariskan untuk hamba-Nya. Menyelisihinya merupakan ketololan, kesesatan, kefasikan, kejahilan, penyimpangan dari petunjuk Nabi Muhammad”.[12]

Demikian pula para ulama komtemporer, mereka menyatakan keharaman mencukur jenggot, diantaranya Imam Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu’ Fatawanya 4/33, Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam Adab Zifaf hal. 135-140, Al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam Fatawanya 4/33. Dan masih banyak ulama lainnya.

 JENGGOT CIRI KHAS ORANG SHALIH

Jenggot merupakan ciri khas orang-orang shalih. Oleh karena itu para Nabi, para sahabat dan para ulama salaf dahulu dan sekarang. Semuanya memiliki ciri khas tersebut dan tidak menghilangkannya.

قَالَ يَبْنَؤُمَّ لاَتَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلاَبِرَأْسِي

Harun menjawab: “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku”. (QS. Thoha: 94).

Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi berkata: “Ayat mulia ini menunjukkan wajibnya memelihara jenggot dan haramnya mencukur jenggot. Hal itu karena Harun adalah termasuk para Nabi yang kita diperintahkan untuk mencontoh mereka, sedangkan beliau memiliki banyak jenggot sebab beliau mengatakan: “Janganlah kamu pegang jenggotku”, seandainya beliau cukur jenggot tentu saja saudaranya tidak akan ingin untuk memegang jenggotnya.

Dengan demikian jelaslah bahwa memelihara jenggot termasuk kebaikan yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan perangai para Nabi. Anehnya, ada sebagian orang yang terbalik mal lari dari ciri khas kaum pria menuju ciri khas kaum wanita yaitu dengan mencukur jenggot mereka, sehingga tidak ada bedanya antara pria dan wanita. Nabi orang yang paling tampan, sekalipun demikian beliau lebat jenggotnya. Kita memohon kepada Allah agar menampakkan kebenaran kepada kita dan saudara-saudara kita dan memberikan anugerah kepada kita untuk mengikutinya”. [13]

Tak ketinggalan, suri tauladan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ t قَالَ : …وَكَانَ كَثِيْرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ

Dari Jabir bin Samurah Radhiallahu’anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam orang yang lebat jenggotnya. (HR. Muslim: 2344).

Demikian pula para sahabat Nabi yang dipelopori oleh empat khalifah rosyidin; Abu Bakar ash-Shiddiq[14], Umar bin Khoththob[15], Utsman bin Affan[16], Ali bin Abu Thalib[17], kemudian para tabi’in, para ulama salaf semuanya hingga ulama abad ini seperti Imam Abdul Aziz bin Baz, Imam al-Albani dan Imam Ibnu Utsaimin -semoga Allah merahmati mereka semuanya-.

Wahai saudaraku berjenggot, banggalah dirimu menjadi orang yang berjenggot dan bersyukurlah kepada Allah atas karunia yang diberikan kepadamu. Janganlah anda sedih, dan sempit dada dengan ocehan masyarakatmu, karena bersamamu para Nabi, para sahabat, dan orang-orang shalih sekarang dan terdahulu.

وَمَن يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلاَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلاَئِكَ رَفِيقًا

Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An-Nisa’: 69).

Wahai saudaraku seagama, fikirkanlah baik-baik! Sekarang di hadapan anda ada dua jalan; jalan para Nabi serta orang-orang shalih dan jalan orang-orang kafir/fasik. Demi Allah, katakanlah padaku dengan jujur: “Jalan manakah yang engkau pilih?!!”

 SYUBHAT DAN JAWABAN

Banyak sekali syubhat-syubhat yang dihembuskan seputar masalah jenggot ini. Terlalu panjang kalau dikupas satu persatu, tetapi penulis memandang perlu menjawab satu syubhat yang benyak beredar, laris manis dan seakan-akan ilmiyah.

Syubhat tersebut seperti yang diwakili oleh Dr. Quraish Shihab -semoga Allah memberinya petunjuk-, dia menyatakan bahwa tujuan tuntunan Nabi itu bersifat sementara yaitu untuk membedakan antara pria kaum mukminin dengan pria yang bukan mukmin (yang ketika itu memelihara kumis dan mencukur jenggot mereka). Kini karena non-Muslim pun sudah banyak yang memelihara jenggot dan mencukur kumis, maka sebenarnya cara pembedaan seperti itu sudah tidak releven lagi, dan karena itu ia tidak berlaku lagi. Demikian Wa Allah A’lam”. [18]

Jawaban:

Menjawab syubhat yang rapuh ini sangat mudah sekali -walhamdulillahi- ditinjau dari beberapa segi:

1. Penulis berfikir dan membayangkan: “Seandainya Rasulullah hidup di tengah-tengah kita, lalu beliau memerintahkan kepada kita untuk memelihara jenggot dan kita-pun mendengarnya langsung dengan telinga kita, akankah ada seorang diantara kita yang berani protes kepada Nabi dengan menampilkan syubhat di atas?!! Tidak, itulah keyakinan penulis. Nah, kalau memang kita tidak berani di hadapan beliau, apakah kemudian kita berani di hadapan hadits beliau?!!

2. Ucapan “Kini non Muslim sudah banyak yang memelihara jenggot dan mencukur kumis” perlu diteliti ulang kembali. Dari manakah sensus seperti ini?! Siapakah mereka?! Benar, kira mengakui memang ada diantara mereka yang demikian, tetapi berapa persenkah bila dibandingkan dengan mereka yang mencukur jenggot?!! Tidak ragu lagi bagi orang yang mau adil dalam masalah ini bahwa mencukur jenggot adalah ciri khas kaum kuffar, bahkan mereka melancarkan serangan kepada orang-orang yang bejenggot.

3. Nabi n membarengkan perintah memelihara jenggot dengan perintah merapikan kumis. Seandainya perintah memelihara jenggot dimentahkan dengan alasan karena kini orang-orang kafir memelihara jenggot sehingga kita harus menyelisihi mereka dengan mencukurnya, maka konsekeunsinya kita juga harus memanjangkan kumis kita dan membiarkannya karena kini orang-orang kafir juga merapikan kumis mereka. Apakah kalian menyetujuinya?!!

4. Menyelisihi orang kafir bukanlah satu-satunya alasan perintah memelihara jenggot, tetapi banyak alasan-alasan lainnya selain itu seperti merubah ciptaan Allah, menyerupai wanita, menyelisihi fithrah, pemborosan, terang-terangan maksiat sebagaimana keterangan di atas. Anggaplah mencukur jenggot tidak termasuk meniru orang kafir, tetapi apakah dapat lolos dari kemungkaran-kemungkaran lainnya?!

5. Memelihara jenggot termasuk fithrah sebagaimana kata Nabi. Dengan demikian, adanya sebagian orang kafir memelihara jenggot, bukanlah berarti kita tasyabbuh dengan mereka tetapi merekalah sebenarnya yang meniru kita. Hal ini hendaknya menyembul semangat kita dalam berpegang teguh terhadap sunnah Nabi dan bangga dengan agama kita karena diakui keindahannya oleh musuh-musuh Islam.

Jadi, adanya sebagain orang kafir yang memelihara jenggot bukan berarti kita mencukur jenggot. Kalau demikian, berarti kalau ada sebagian orang kafir merapikan kumis, kita harus memanjangkannya untuk menyelishi mereka. Kalau mereka khitan, kita tidak khitan untuk menyelisihi mereka. Kalau mereka memotong kuku mereka, berarti kita memanjangkannya untuk menyelsihi mereka, dan lain sebagainya dari perkara-perkara fithrah. Demikian pula, kalau mereka masuk Islam (agama fithrah), berarti kita keluar darinya untuk menyelsihi mereka. Adakah orang yang berakal berpendapat seperti ini?!! [19]

 PENUTUP

Wahai saudaraku, janganlah engkau tertipu dengan banyaknya orang yang menerjang tatanan ini, sekalipun diantara mereka adalah orang yang dianggap berilmu, sebab ilmu yang tidak membuahkan pengamalan sunnah Nabi n berupa petunjuk dan cahaya, maka kejahilan lebih baik baginya, lebih-lebih apabila dia menggunakan ilmunya untuk mengotak-ngatik dan menolak dalil-dalil yang jelas agar sesuai dengan hawa nafsu mereka dan kemajuan zaman, seperti ucapan sebagian kalangan bahwa jenggot bukanlah masalah agama, namun hanya urusan dunia! Ya Allah tetapkanlah kami di atas jalan-Mu di dunia dan akherat. [20]

 


[1] Lihat Lisanul Arab 15/243 oleh Ibnu Mandhur, Al-Qhamus Al-Mukhith 4/387 oleh al-Fairuz Abadi.

[2] Al-Ibda’ fi Madhorl Ibtida’ hal. 383 oleh Syaikh Ali Mahfudh.

[3] Lihat risalah kecil “Minal Hadyi Nabawi I’faaul Liha” oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari. Dan telah diterjemahkan oleh akhuna Al-fadhil Aris Munandar dalam buku berjudul “Jenggot Yes, Isbal No” Penerbit Media Hidayah.

[4] Ma’alim Tanzil 5/108.

[5] Adab Zifaf hal. 136.

[6] Diwan Imam Syafi’I: 164

[7] At-Tibyan fi Aqsam Al-Qur’an hal. 198 cet. Dar Al-Katib Al-Arabi.

[8] Sebagaimana dinukil oleh Imam al-Albani dalam Adab Zifaf hal. 139.

[9] Maratibul Ijma’ hal. 157

[10] Al-Iqna’ fi Masail Ijma’ 2/299.

[11] Al-Ikhtiyarat Al-Ilmiyyah hal. 10.

[12] Al-Ibda’ fi Madhoril Ibdtida’ hal. 384

[13] Adhwaul Bayan 4/92.

[14] Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/140-142.

[15] Lihat Tahdzib Al-Kamal 14/54 oleh al-Mizzi.

[16] Lihat Al-Mu’jam Al-Kabir: 92, 94, 96 oleh Imam ath-Thabrani dan Siyar A’lam Nubala’: 150 oleh Imam adz-Dzahabi.

[17] Lihat Al-Mu’jam Al-Kabir: 152, 158, Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/18-19 dan Siyar: 226-227.

[18] Republika, Jum’at 7 Mei 2004 hal. 6. Dan sangat disayangkan, syubhat serupa ternyata telah didahului sebelumnya oleh Al-Ustadz A. Hassan -semoga Allah mengampuninya- dalam buku “Soal Jawab” 3/1256. dan Ust Mujibur Rohman dalam Argumentasi Ulama Syafi’iyyah hlm. 360. Wallohul Musta’an.

[19] Lihat Fatawa Ibnu Utsaimin 2/908-909.

[20] Adab Zifaf hal. 140 oleh al-Albani.