Ditulis oleh: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi
Pak Joni adalah seorang yang hafal surat Yasin di luar kepala padahal dia adalah seorang yang buta huruf dan tidak bisa membaca Al-Qur’an. Pasalnya, dia adalah seorang aktivis acara “Yasinan” yang selalu diadakan di kampungnya setiap malam jum’at, belum lagi kalau ada acara-acara lainnya.
Pengalaman mirip juga dialami oleh Hendra. Seorang pemuda yang beridentitas “santri pesantren” tersebut hafal surat Yasin di luar kepala karena nyantri selama lima tahun lamannya di salah satu pondok pesantren, padahal surat-surat lainnya dia belum hafal!!!.
Dua kasus di atas merupakan contoh sekaligus bukti bahwa Yasinan adalah suatu tradisi yang mengakar di tubuh masyarakat kita. Nah, timbul sebuah pertanyaan penting di benak kita: Apakah tradisi tersebut ada tuntunannya dalam agama Islam?! Ataukah itu adalah perkara baru dalam agama kita yang mulia?!! Inilah yang akan kita dudukkan permasalahannya pada lembaran catatan singkat ini. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang menerima kebenaran.
LEMAHNYA SEMUA HADITS TENTANG YASIN
Kita sangat gembira dengan banyaknya orang yang hafal surat Yasin tetapi kita yakin tentunya ada beberapa faktor yang mendorong kaum muslimin menghafal surat tersebut. Setelah kita periksa, ternyata memang ada faktor pendorongnya, yaitu beberapa hadits yang menerangkan keutamaan dan ganjaran bagi orang yang membaca surat Yasin, tetapi hadits-hadits yang menerangkan surat Yasin adalah lemah semuanya.
Kami akan menyebutkan dan menjelaskan sebagian hadits tersebut supaya kaum muslimin mengetahui bahwa hadits-hadits tersebut tidak bisa dipakai sebagai hujjah meskipun untuk fadhoil a’maal (keutamaan amalan). 1
Keutamaan Surat Yasin
إِنَّ لِكُلِّ شَيْئٍ قَلْبًا, وَإِنَّ قَلْبَ الْقُرْآنِ ( يس ), مَنْ قَرَأَهَا فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّاتٍ
Sesungguhnya segala sesuatu memiliki jantung, dan jantungnya Al-Qur’an adalah surat Yasin, barangsiapa membacanya maka dia seakan membaca Al-Qur’an sepuluh kali.
MAUDHU’. Diriwayatkan at-Tirmidzi 4/46, ad-Darimi 2/456 dari Humaid bin Abdur Rahman dari Hasan bin Shalih dari Harun Abu Muhammad dari Muqatil bin Hayyan dari Qotadah dari Anas secara marfu’.
Sanad ini lemah sekali, bahkan maudhu’ karena Harun Abu Muhammad adalah pendusta. Dalam al-Ilal 2/55-56 dinukil ucapan Abu Hatim bahwa hadits ini adalah bathil.2
Yasinan malam jum’at
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ يس فِيْ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ غُفِرَ لَهُ
Barangsiapa membaca surat Yasin pada malam jum’at, maka dia akan diampuni.
LEMAH SEKALI. Dikeluarkan al-Ashfahani dalam At-Targhib wa Tarhib hal. 244 dari jalur Zaid bin Huraisy dari Aghlab bin Tamim dari Ayyub dan Yunus dari Hasan dari Abu Hurairah.
Sanad ini lemah sekali. Kecacatannya pada Aghlab bin Tamim. Ibnu Hibban berkata: “Munkar haditsnya, dia meriwayatkan dari orang-orang terpercaya hadits-hadits yang bukan dari mereka, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah kerena banyaknya kesalahan dia”.3
Baca surat Yasin Di Kuburan
مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ كُلَّ جُمُعَةٍ فَقَرَأَ عِنْدَهُمَا أَوْ عِنْدَهُ { يس } غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ
Barangsiapa berziarah ke kuburan kedua orang tuanya setiap jum’at lalu membacakan di sisinya surat yasin, niscaya akan diampuni sebanyak jumlah ayat dan huruf yang dia baca.
MAUDHU’. Diriwayatkan Ibnu ‘Adi 1/286, Abu Nuaim dalam Akhbar Ashbahan 2/344-345 dari jalur Abu Mas’ud Yazid bin Khalid: Menceritakan kami Amr bin Ziyad: Menceritakan kami Yahya bin Sulaim ath-Thaifi dari Hisyam bin Urwah dari ayahya dari Aisyah dari Abu Bakar secara marfu’.
Sanad ini maudhu’ karena Amr bin Ziyad pemalsu hadits. Ibnu Adi berkata: “Bathil”. Hadits ini dicantumkan Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at 3/239.
Inilah tiga contoh hadits palsu tentang masalah ini. Di sana masih banyak lagi kawannya yang semuanya tidak shohih dari Nabi.
BEBERAPA CATATAN TENTANG YASINAN
Berikut ini beberapa catatan berharga seputar masalah Yasinan dan hadits-hadits yang berkaitan tentang surat Yasin:
Catatan Pertama: Semua Haditsnya Tidak Shohih
Semua hadits tentang keutamaan surat Yasin4 adalah lemah sekali dan palsu, tidak dapat dijadikan sebagai landasan, sebagaimana penelitian ilmu hadits. Dan kalau telah terbukti bahwa haditsnya adalah tidak shohih, maka dilarang bagi kita untuk menyandarkannya kepada Nabi karena hal itu merupakan kedustaan kepada beliau yang merupakan dosa besar5, demikian juga dilarang bagi kita untuk mengamalkan isinya, karena ibadah itu harus dibangun di atas dalil yang shohih6.
Imam Al-Harawi meriwayatkan bahwasanya Abdullah bin Mubarak pernah tersesat dalam safar. Sebelumnya, telah sampai khabar kepadanya, “Barangsiapa yang terjepit dalam kesusahan kemudian berseru, “Wahai hamba Alloh! Tolonglah aku,” maka dia akan ditolong.” (Abdullah bin Mubarak) berkata, “Maka aku mencari hadits ini untuk aku lihat sanadnya.’”
Al-Harawi mengomentari dengan perkataannya, “Abdullah bin Mubarak tidak memperbolehkan dirinya untuk berdo’a dengan suatu do’a yang tidak dia ketahui sanadnya.”7
Setelah membawakan ucapan di atas, Syaikh Al-Albani berkomentar: “Demikianlah hendaknya Ittiba’ (mengikuti Nabi).”8
Dan apabila memang dirimu pernah berpedoman pada hadits-hadits lemah dan palsu tersebut dan engkau pernah menjadi pembelanya, lalu Allah memberikan petunjuk kepadamu, maka janganlah engkau segan-segan untuk memeluk kebenaran dan meninggalkan keyakinanmu yang dulu sekalipun telah mengakar dalam hatimu.
Menakjubkanku kisah Ibnul Jauzi tatkala dia mengamalkan sebagian hadits tentang dzikir setelah sholat, beliau berkata: “Dahulu saya telah mendengar hadits ini sejak kecil, sayapun mengamalkannya kurang lebih tiga puluh tahun lamanya karena saya bersangka baik kepada para perawi. Namun tatkala saya mengetahui bahwa haditsnya adalah maudhu’/palsu maka sayapun meninggalkanya. Ada seorang pernah berkata padaku: “Bukankah itu mengamalkan suatu kebaikan?! Saya menjawab: Mengamalkan kebaikan itu harus disyari’atkan, kalau kita tahu bahwa itu adalah dusta maka berarti keluar dari perkara yang disyari’atkan”.9
Catatan Kedua: Gambaran Acara Yasinan
Acara Yasinan adalah acara yang telah mendarah daging di kalangan kaum muslimin di Indonesia. Acara ini biasanya diadakan setiap malam Jum’at atau malam-malam lainnya di masjid atau diadakan dari rumah ke rumah secara bergilir. Disebut Yasinan karena yang dibaca pada acara ini adalah surat Yasin secara bersama-sama sesudah membaca surat Al-Fatihah secara bersama-sama pula, kemudian diiringi dengan doa surat Yasin, takhtim dan tahlil, kemudian ditutup dengan membaca doa takhtim dan tahlil. Semua itu dilakukan secara bersama-sama dan dengan suara keras.10
Yasinan di berbagai daerah terkadang disendirikan pada malam jum’at dan terkadang dijadikan satu acara dengan temannya yang bernama Tahlilan. Dimulai dengan bacaan pujian, surat Yasin, atau surat-surat lain, dzikir-dzikir, serta do’a-doa yang ditujukan untuk si mayit di alam kubur, hingga diakhiri dengan hidangan aneka makanan yang lebih dari ala kadarnya, bahkan biasanya ada juga makanan buah tangan (berkat) yang dibawa pulang.11
Catatan Ketiga: Ritual Yasinan, Bid’ah dianggap Sunnah
Hadits no. 2 di atas sering dijadikan pedoman sebagian kaum muslimin yang mengadakan acara Yasinan setiap malam jum’at, padahal hadits tersebut tidak shohih. Dan anggaplah bahwa haditsnya shohih sekalipun, namun cara seperti itu tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Seandainya itu baik, tentu akan dianjurkan oleh Nabi dan para sahabatnya12. Ingat, agama Islam telah sempurna dan ibadah itu harus berdasarkan dalil yang shohih.
Namun harus difahami dan diperhatikan, bukanlah berarti ini adalah pelecehan kepada salah satu surat Al-Qur’an, tetapi yang diingkari adalah tata acara ibadah yang tidak ada tuntunannya tersebut!! Mirip dengan masalah ritual ini, fatwa Al-Hafizh as-Sakhawi (murid al-Hafizh Ibnu Hajar) ketika beliau ditanya tentang kebiasaan manusia usai sholat, mereka membaca Al-Fatihah dan menghadiahkannya kepada kaum muslimin yang hidup dan mati, beliau menjawab: “Cara seperti itu tidak ada contohnya, bahkan ini termasuk kebid’ahan dalam agama”.13
Nah, sekarang timbul pertanyaan: Apakah ritual Yasinan adalah ritual Islami?! Jawaban pertanyaan di atas dapat bisa kutip dari sebuah diskusi kecil yang pernah terjadi antara A dan B sebagai berikut:
A: Mengapa anda tidak pernah kelihatan ikut acara Yasinan?
B: Karena acara itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi kita.
A: Bukankah ini termasuk ritual Islami?
B: Ritual Islami berarti ibadah, sedangkan ibadah harus berdasarkan dalil yang jelas. Dan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya adalah bid’ah dan tidak diterima oleh Allah, sehingga perbuatan itu sia-sia.
A: Bukankah semua manusia sekarang mengamalkannya?
B: Banyaknya manusia bukan sandaran kebenaran. Bukankah kebanyakan manusia sekarang berbuat maksiat? Apakah Nabi kita dan para sahabatnya dan generasi terbaik mengetahui ritual Yasinan?
A: Mungkin saja mereka tahu!
B: Mengapa mereka tidak melakukannya? Padahal mereka lebih tahu masalah agama daripada manusia sekarang. Bukankah para sahabat lebih rajin dan lebih semangat ibadah daripada kita? Apakah Nabi dan para sahabatnya bodoh masalah agama? Atau Nabi kita berkhianat tidak menyampaikan amanatnya?!
Akhirnya, A sebagai simpatisan ritual Yasinan terdiam dan setelah itu dia mulai meninggalkan ritual-ritual yang dikatakan Islami padahal tidak ada dasarnya sama sekali.14
Jadi sampai sekarang, belum kita temukan bukti nyata berupa riwayat atau hadits yang shohih bahwa Nabi pernah menyelenggarakan acara Yasinan di masjidnya atau menganjurkannya kepada seorang sahabatnya, bahkan Nabi telah melarang kita mengkhususkan hari jum’at atau malamnya untuk diisi dengan ibadah-ibadah tertentu. Rasulullah bersabda:
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at dari malam-malam lainnya untuk sholat malam. Jangan pula kalian mengkhususkan hari jum’at dari hari-hari lainnya untuk puasa kecuali bila bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa dia lakukan. (HR. Muslim: 1144)
Catatan Keempat: Membaca Yasin di Kuburan
Hadits no. 3 menunjukkan sunnahnya membaca Al-Qur’an di kuburan, padahal membaca Al-Qur’an di kuburan tidak ada contohnya dalam sunnah yang shohih, tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Di antara dalilnya adalah hadits Nabi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ, إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya Syetan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat al-Baqoroh. (HR. Muslim 1300)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa kuburan bukanlah tempat untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, Nabi menganjurkan untuk membaca Al-Qur’an di rumah dan melarang menjadikan rumah sebagai kuburan yang tidak dibacakan Al-Qur’an di dalamnya.15
Bahkan dalam riwayat Muslim 1619 ketika Aisyah bertanya kepada Nabi: Apa yang saya katakan pada mereka (ahli kubur) wahai Rasululullah Nabi tidak mengajarkan kepada Aisyah agar membaca Al-Qur’an. Tetapi doa dan salam saja. Seandainya hal itu disyari’atkan, tentu Nabi tidak akan menyembunyikan kepada kekasihnya.
Dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa membaca Al-Qur’an di kuburan merupakan suatu kebid’ahan sebagaimana ditegaskan oleh sejumlah ulama seperti Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam suatu riwayat.16
Wahai saudaraku muslim, peganglah erat-erat sunnah Nabimu dan waspadalah dari perkara bid’ah dalam agama, sekalipun dianggap baik oleh kebanyakan manusia, karena setiap bid’ah adalah sesat sebagaimana ditegaskan oleh Nabi.17
Catatan Kaki :