Menyoal Gaji Pegawai Negeri (PNS)

Berikut ini, ada sebuah pertanyaan yang pernah diajukan ke Majalah Al-Furqon, yang kemudian dijawab oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi.

  • Teks Pertanyaan:

fitnah hartaAs-Salamu ‘alaikum

Saya ingin bertanya kepada redaksi Al Furqon sebagai berikut:

1. Bagaimana hukum bekerja sebagai pegawai negeri, karena sumber dana pemerintah selain dari dana halal juga dari dana yang tidak jelas seperti pariwisata, pajak? Apakah ada perincian lagi, kalau instasi pajak atau pariwisata tidak boleh tapi instasi lain boleh? Apakah kita termasuk wala’ (loyalitas –red) kepada taghut jika kita bekerja di sana?

2. Apakah ikhtilat (campur baur lawan jenis –red) di tempat kerja dapat dikatakan darurat karena hampir di semua tempat kita sulit menghindarinya?

Abu xxxxx waru baru@xxxx.com

.

Jawab:

Wa’alaikumus Salam wa Rahmatullahi wa Barakatuhu.

1. Dalam soal pertama ini ada tiga permasalahan penting yang membutuhkan keterangan yang jelas, apalagi pada zaman sekarang, dimana mayoritas manusia begitu ambisi mengejar dunia dan acuh terhadap hukum-hukum agama sehingga tidak memperdulikan lagi apakah pekerjaan yang dia geluti selama ini diridhai oleh Allah ataukah tidak. Kita memohon kepada Allah bimbingan dan petunjuk untuk menjawab masalah penting ini dengan jawaban yang diridhaiNya dan memberikan rizki yang halal kepada kita serta menjauhkan kita semua dari rizki yang haram. Amiin.

A. Hukum Bekerja Sebagai Pegawai Negeri

Sebelum kita memasuki inti permasalahan, ada baiknya kita memahami beberapa point penting berikut:

  • Syari’at Islam menganjurkan kepada kita untuk bekerja dan memberikan kebebasan kepada kita dalam memilih pekerjaan apa saja selagi pekerjaan tersebut halal.

Demikian ditegaskan oleh Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 5/425, Al-Muru’ah wa Khowarimuha 205, Syaikh Masyhur bin Hasan Salman).

عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ أَنَّ النَّبِيَّ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ

Dari Rifa’ah bin Rafi’ bahwasanya Nabi pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab: “Pekerjaan seorang dengan tangannya sendiri dan setiap perdagangan yang baik”. (Shahih li ghairihi. Riwayat Al-Bazzar sebagaimana dalam Kasyful Astar 2/83/1257)

عَنِ الْمِقْدَامِ عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ : مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ, وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

Dari Miqdam dari Nabi bahwa beliau bersabda: Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih baik daripada makanan dari hasil tangannya sendiri, dan adalah Nabiyullah Dawud makan dari hasil pekerjaannya sendiri”. (HR. Bukhari 2076)

  • Dan juga berdasarkan kaidah berharga “Asal dalam muamalat adalah boleh dan halal”.

Oleh karenanya, apabila kita membaca sirah para salaf, niscaya akan kita dapati bahwa mereka berbeda-beda pekerjaannya, ada yang menjadi pedagang, petani, tukang kayu, tukang besi, tukang sepatu, penjahit baju, pembuat roti, pengembala, buruh dan seabrek pekerjaan lainnya.

  • Ketahuilah bahwa Syari’at membagi pekerjaan menjadi dua macam:
  1. Pekerjaan haram, seperti bekerja sebagai penyanyi, dukun, penjual khamr, pekerja di bank riba, pelacur, pencuri dan sejenisnya dari pekerjaan-pekerjaan yang dilarang oleh syari’at Islam.
  2. Pekerjaan mubah, contohnya banyak sekali, hanya saja sebagian ulama meneyebutkan bahwa “Pokok pekerjaan itu ada tiga: Tani, dagang, industri”. (Al-Hawi Al-Kabir 19/180, Al-Mardawi).

Syaikh Masyhur bin Hasan menambahkan: “Dan diantara pokok pekerjaan pada zaman kita sekarang -selain tiga di atas- adalah bekerja sebagai “pegawai” dengan aneka macamnya. Hanya saja terkadang sebagiannya bercampur dengan hal-hal yang haram atau makruh tergantung keadaan jenis pekerjaan itu sendiri. Para pekerjanya secara umum banyak mengeluh dari kurangnya barakah. Di samping itu, pekerjaan ini juga menimbulkan dampak negatif bagi mayoritas pegawai, diantaranya:

  1. Kurangnya tawakkal kepada Allah dalam rezeki
  2. Banyaknya korupsi dan suap
  3. Malas dalam bekerja dan kurang perhatian
  4. Sangat ambisi dengan gajian akhir bulan
  5. Banyaknya sifat nifaq di depan atasan”. (Lihat Al-Muru’ah wa Khowarimuha hal. 193-206).
  • Bekerja sebagai pegawai negeri -sebagaimana pekerjaan secara umum- diperinci menjadi dua:
  1. Apabila pekerjaan tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara-perkara haram, maka hukumnya boleh, bahkan bisa jadi dianjurkan.
  2. Apabila pekerjaan tersebut berhubungan dengan perkara-perkara haram seperti pajak, pariwisata haram, bank ribawi dan sejenisnya, maka hukum kerjanya juga haram, karena itu termasuk tolong-menolong dalam kejelekan yang jelas diharamkan dalam Islam.

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Dan tolong menolonglah dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertaqawalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya . (QS. Al-Maidah: 2)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ : لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ

Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberinya, sekretarisnya dan dua saksinya. Dan beliau bersabda: Semuanya sama. (HR. Muslim: 1598)

B. Hukum Gaji Dari Pemerintah

Gaji pegawai negeri tergantung kepada pekerjaan itu sendiri:

1. Apabila dari pekerjaan yang haram, maka gajinya juga haram. Nabi bersabda:

إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ

“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Dia mengharamkan pula hasil (upahnya)”. (HR. Ahmad 1/247, 293 dan Abu Dawud 3488 dan dishahihkan Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma’ad 5/661)

عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدِ الأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari bahwasanya Rasulullah melarang dari uang hasil jual anjing, mahar (upah) pelacur dan upah dukun. (HR. Bukhari 2237 dan Muslim 3985)

2. Apabila gajinya dari pekerjaan yang halal, maka gajinya juga halal, sekalipun sumber dana pemerintah yang digunakan sebagai gaji tersebut bercampur antara halal dengan haram, selagi dia tidak mengetahui bahwa uang gaji yang dia terima jelas-jelas haram.

Lebih jelasnya, masalah ini dibangun di atas beberapa kaidah:

  • Asal segala sesuatu adalah halal

Kaidah agung ini berdasarkan dalil-dalil yang banyak sekali dari Al-Qur’an dan sunnah. Sumber dana pemerintah yang bercampur antara halal, haram dan syubhat, selagi tidak diketahui secara pasti bahwa uang yang dia terima adalah uang haram maka termasuk dalam kaidah ini. Patokan masalah ini tergantung pada keyakinan hati, bukan pada kenyataan perkara, artinya jika dia mengambil uang gaji tersebut yang kenyataannya adalah tidak halal tetapi dia tidak mengetahuinya maka hukumnya boleh.

Para ulama ahli fiqih menyebutkan bahwa harta yang di tangan para pencuri, atau titipan dan pergadaian yang tidak diketahui pemiliknya apabila tidak mungkin untuk dikembalikan kepada pemiliknya maka wajib dishodaqohkan atau diberikan ke baitul mal, dan harta tersebut bagi orang yang diberi shodaqoh adalah halal, padahal telah dimaklumi bersama bahwa harta tersebut adalah jelas-jelas milik orang lain yang tidak bisa dikembalikan kepada pemiliknya. Jika harta tersebut saja halal, maka harta yang tidak diketahui keadaannya dan tidak dipastikan kejelasannya tentu saja lebih jelas kehalalannya.

  • Agama Islam dibangun di atas kemaslahatan dan membendung kerusakan

Dana pemerintah tersebut pasti diberikan, mungkin diberikan kepada orang yang tidak berhak menerimanya, atau kepada orang yang berhak menerimanya, dan tentu saja yang kedua ini lebih berhak menerimanya. Seandainya ahli agama yang berhak menerimanya tidak mau menerima uang dari dana pemerintah tersebut lalu diambil oleh orang yang tidak berhak menerimanya, maka akan terjadi kerusakan yang banyak sekali dan akan terhambat kemaslahatan yang banyak, padahal syari’at Islam dibangun di atas kemaslahatan dan menghilangkan kerusakan.(Lihat Al-Ajwibah As-Sa’diyyah ‘anil Masaail Al-Kuwaitiyyah hal. 163-164 oleh Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di, tahqiq Dr. Walid bin Abdillah).

  • Rasulullah menerima hadiah dan memenuhi undangan makanan dari Yahudi, padahal kita tahu semua bahwa Yahudi memakan uang dengan bathil dari riba dan lain sebagainya. Lantas bagaimana kiranya hukum menerimanya dari seorang muslim?! Jelas lebih halal.


C. Apakah Bekerja Di Pemerintahan Termasuk Wala’ (loyalitas) Kepada Taghut?

Ada beberapa point penting yang harus kita fahami dalam masalah ini:

  • Masalah berhukum dengan selain Allah termasuk masalah basar yang menimpa para pemerintah pada zaman kita sekarang, maka hendaknya kita tidak tergesa-gesa dalam menghukumi mereka dengan hukum yang tidak berhak bagi mereka sehingga masalahnya benar-benar jelas bagi kita, karena ini sangat berbahaya sekali. Kita memohon kepada Allah agar memperbaiki para penguasa kaum muslimin. (Syarh Tsalatsah Utsul hal. 159 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin).
  • Menvonis para pemerintah yang tidak berhukum dengan selain Allah dengan taghut berarti itu mengkafirkan mereka, ini jelas keliru karena madzhab salaf memerinci masalah ini; apabila dia berhukum dengan selain hukum Allah dari undang-undang manusia dan hukum-hukum jahiliyyah, dengan mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum Allah, atau berpendapat bahwa hukum Allah tidak relevan pada zaman sekarang, atau berpendapat sama saja berhukum dengan hukum Allah  atau selainnya maka dia kafir, tetapi apabila dia berhukum dengan mengakui wajibnya berhukum dengan hukum Allah dan tidak mengingkarinya, tetapi karena ambisi terhadap dunia, maka dia adalah fasiq. (Lihat kembali makalah “Hukum Islam Vs Hukum Jahiliyyah” dalam Al Furqon edisi 11/Th.III, “Fitnah Takfir” edisi 10/Th. III, “Berhukum Dengan Hukum Allah” edisi 8/Th. IV).
  • Anggaplah kalau mereka memang melakukan kekufuran nyata, bukankah menvonisnya dengan kekafiran memiliki kaidah-kaidah yang tidak ringan?! Harus terpenuhi syarat dan hilang segala penghalangnya?! Sudahkah kita menegakkan hujjah kepada mereka?! Bukankah mayoritas mereka melakukannya karena kebodohan dan taklid buta?!
  • Anggaplah  juga bahwa pemerintah adalah taghut dan kafir, tetap tidak bisa kita pukul rata bahwa  setiap para pegawai pemerintahnya adalah kafir. Sungguh ini adalah pemikiran menyimpang Khawarij yang sesat, karena haramnya wala’ (loyalitas) kepada orang-orang kafir bukan berarti haramnya muamalah dengan mereka dalam hal-hal yang mubah (boleh). Itu kalau kita anggap bahwa pemerintah kafir, lantas bagaimana kiranya kalau pemerintah masih mendirikan shalat?! (Lihat tulisan “Pembaikotan Produk Orang Kafir” edisi 12/Th. IV)

Akhirnya, kami mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan -semoga Allah menjaganya-:

“Saya tidak percaya kalau ada seorang muslim yang wala’ (loyal) terhadap orang-orang kafir, tetapi kalian mengartikan wala’ (loyal) bukan pada tempatnya. Kalaulah memang ada yang loyal kepada orang kafir, maka dia adalah orang yang jahil atau non muslim. Adapun orang muslim maka dia tidak mungkin loyal kepada orang kafir, tetapi ada beberapa perkara yang kalian menganggapnya loyal padahal tidak, seperti jual beli dengan orang kafir atau memberi hadiah orang kafir…”. (Al-Fatawa Syar’iyyah fil Qodhoya ‘Ashriyyah hal. 95, kumpulan Muhammad Fahd Al-Hushayyin).

2. Bekerja di tempat yang ikhtilath (campur baur antara lawan jenis) tidak keluar dari dua keadaan:

  • Pertama: Apabila di sana ada tempat, ruangan atau kantor khusus bagi kaum laki-laki sendiri, dan bagi kaum wanita sendiri, maka hukumnya boleh.
  • Kedua: Apabila dalam satu tempat, ruangan atau kantor bercampur antara laki-laki dan perempuan, maka tidak boleh, sebab hal itu adalah pintu fitnah dan kerusakan.

Nabi telah memperingatkan kepada umatnya dari fitnah kaum wanita dalam sabdanya

مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah saya tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum pria daripada fitnah wanita”. (HR. Bukhari 5096 Muslim 6880)

Sampai-sampai dalam tempat ibadah sekalipun, Nabi menganjurkan adanya jarak jauh antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana sabdanya:

خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf (barisan shalat) kaum wanita adalah yang paling akhir dan sejelek-jeleknya adalah yang yang paling depan”. (HR. Muslim 440)

Nabi mengatakan sejelak-jelaknya adalah barisan yang terdepan disebabkan lebih dekat dengan barisan kaum lelaki. Demikian pula sebaik-baiknya adalah yang belakang dikarenakan lebih jauh dari kaum lelaki.Hadits ini sangat jelas sekali menunjukkan bahwa syari’at Islam sangat menekankan adanya jarak antara kaum laki-laki dengan wanita. Dan barangsiapa memperhatikan kejadian-kejadian yang terjadi pada umat, niscaya akan jelas baginya bahwa dalam ikhtilath antara lawan jenis merupakan penitu kerusakan dan fitnah hingga sekarang”. (Lihat Fatawa Nur Ala Darb hal. 82-83 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin).

Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga berkata:

“Adapun ikhtilath antara kaum lelaki dan wanita di tempat kerja atau perkantoran padahal mereka adalah kaum muslimin, maka hukumnya adalah haram dan wajib bagi orang yang memiliki wewenang di tempat tersebut untuk memisahkan tempa/ruangan antara kaum lelaki dan wanita, sebab dalam ikhtilat terdapat kerusakan yang tidak samar bagi seorangpun”. (Fatawa Haiah Kibar Ulama 2/613, Fatawa Ulama Baladi Haram hal. 532).

Akhirnya, kita berdoa kepada Allah agar menambahkan bagi kita ilmu yang bermanfaat dan meneguhkan kita di atas agamaNya. Amiin.

Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

https://abiubaidah.com

Baca Juga Artikel Terbaru

83 Thoughts to “Menyoal Gaji Pegawai Negeri (PNS)”

  1. assalamu’alaikum wr wb ya ust.ana sedang bingung dengan kebingungan yang sangat.ana dan istri sama2 keluar dari kuliah karena tidak ingin berikhtilath termasuk pula tidak ingin menjadi PNS karena selain berikhtilath juga cara masuknya yang mesti menyuap dan harus ada koneksi keluarga.akan tetapi ternyata di lapangan banyak akhwat2 pengajian salafy yang ternyata masuk PNS bahkan kebanyakan (daerah ana) akhwat2 salafy mencari suami yang pekerjaannya sebagai PNS.awalnya ana tidak peduli dengan hal tersebut karena masing2 orang berbeda dalam kemampuan menjalankan syari’at.hanya saja yang akhirnya membuat saya kecewa berat adalah banyak ustadz2 salafy (daerah saya) yang membolehkan hal tersebut bahkan ada yang beristri seorang PNS atau membantu memasukkan PNS karena memiliki hubungan keluarga.bahkan ada juga akhwat yang mensyaratkan suaminya harus PNS.ditambah lagi bahasan alfurqon bulan ini yang membiarkan mereka yang masuk PNS dengan cara salah (suap) asal mereka mampu bekerja dengan baik.sungguh setiap orang yang ingin masuk PNS pasti mereka merasa sanggup untuk bekerja sebagai PNS sehingga membuka peluang bagi mereka bahwa apa yang mereka lakukan selama ini benar.saya tidak mengetahui lagi yang benar karena bagaimanapun mereka2 yang mengikuti pengajian salafy adalah orang2 yang berduit (karena PNSnya) dan mereka pula yang menopang dana dakwah.sehingga ustadz2 tidak bisa tegas dalam menghukumi tetapi justru tegas menghukumi kpd mereka yang miskin.

  2. abdullah

    soal ikhtilath ya ust ana ingin bertanya :
    1. soal tempat terpisah bisa diartikan sebagian orang sebagai petak2 kotak kecil sebagai sekat antara satu karyawan 1 dengan karyawan lain dan dalam hal ini urusan bisa tetap terjadi antara karyawan/pegawai laki2 dan wanita.
    2. saya membaca fatwa syaikh mamduh dalam majalah qiblati boleh saja akhwat jadi PNS asal mampu berdakwah di kantornya.
    mohon tanggapan karena penyakit ingin menjadi PNS dikalangan akhwat sudah menggejala karena beberapa sebab antara lain :
    – pekerjaan yang dihormati dan dianggap berkelas di masyarakat
    – anggapan masyarakat, PNS merupakan orang yang pintar
    – banyaknya teman kuliah jadi PNS,jadi malu kalau tidak jadi PNS
    – ingin membuktikan bahwa akhwat juga mampu bergerak secara luwes diberbagai bidang meskipun memakai cadar (bukan jadi wanita rumahan)
    – PNS pekerjaan yang terjamin seumur hidup,dll
    syukron

  3. @ Abdullah

    Ustadz Abu Ubaidah masih ada kesibukan sehingga beliau belum sempat periksa website.
    Kami hanya ingin memberi komentar pribadi (atas nama admin, bukan ustadz Abu Ubaidah) >>> Jika Anda sudah memutuskan sebagaimana yang Anda katakan di atas (dan Anda menjelaskan sendiri bahwa ada suap/koneksi keluarga, dll untuk masuk ke PNS) >>> ISTIQOMAHLAH dengan keputusan Anda. Jangan tertipu dengan kawan-kawan yang menyatakan dirinya sebagai salafy, tetapi ia masih tenggelam dalam dunia suap. Mudah-mudahan Allah membimbing kita dan mereka, dan memperbaiki kondisi mereka.
    Percayalah bahwa

    Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan ganti dengan sesuatu yang lebih baik dari yang ia tinggalkan.

    Kami sangat bangga dan bersyukur mendengarkan penuturan saudaranya yang mantap meninggalkan tempat maksiat karena takut menerobos larangan syar’i seperti Ikhtilath. Kami pun bersyukur mendengar saudaranya benci dengan praktik SUAP. Kawan-kawan Anda itu BUKAN DALIL -mudah-mudahan Allah memaafkan mereka- karena DALIL ADALAH SETIAP YANG DITETAPKAN ALLAh dan RASUL-NYA.

    Jangan merasa minder dengan kondisi Anda yang tidak sementereng kawan-kawan Anda.
    Tidakkah kita ingat keutamaan Uwais Al-Qarni yang tidak terkenal di tengah-tengah manusia, tidak pernah bertemu Nabi, tetapi Nabi sendiri justru berkata tentang beliau

    seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya.

    Tidakkah kita ingat keutamaan Mushab bin Umair yang meninggalkan atribut kebangsawanannya menjadi seorang yang compang-camping di mata manusia? Hanya karena ia cinta Allah dan Rasul-Nya?
    Tidakkah kita ingat Imam Ahmad bin Hambal yang tidak mau memakan bubur jika itu adalah hasil pemberian pemerintah?

    Anda justru berhak menasehati kawan-kawan Anda itu untuk meninggalkan suap. Bahkan, pemerintah kita sangat menekankan apabila rakyat turut memberantas korupsi dengan melaporkan oknum2 tersebut, bisa dilakukan via KPK Monitoring System. Seandainya kawan Anda itu PNS sejati, tidak tahukah dia tentang GRATIFIKASI, SUAP, dan SEJENISNYA yang DILARANG OLEH PEMERINTAH KITA? Suruh saja kawan-kawan Anda itu untuk membaca
    Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001
    Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001
    Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001
    Pasal 12 UU No. 20/2001
    Bukankah taat pada pemerintah dalam hal bukan maksiat adalah wajib? Sampaikan pada kawan-kawan Anda yang PNS itu. Atau jangan-jangan mereka tidak tahu aturan gratifikasi dan suap itu.

    Adapun kaitannya dengan akhwat masuk PNS, apakah dirinya bisa terhindar dari ikhtilath? Saya kira tidak. Bersyukurlah Anda memiliki kecemburuan agama, tidak seperti laki-laki dayyuts yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya dilihat dan bercampur baur dengan laki-laki lain.

    Kami tidak mengatakan gaji PNS mutlak haram bagi laki-laki, sebagaimana sudah gamblang dijelaskan ustadz Abu Ubaidah di atas. Namun, hendaknya orang yang jadi PNS juga tetap menjaga aturan syar’i yang ini adalah PRINSIP!.

    Maka, jangan malu-malu untuk tidak ikut-ikutan jadi PNS lewat jalur SUAP. Dan Anda aman dari pekerjaan yang ikhtilath itu jauh lebih MULIA, insya Allah. Kemudian, ahsan Anda membaca kitab Ijaabatus-Saa’il karya Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy. Dari situ, akan Anda dapati betapa rendahnya pekerjaan pegawai negeri di mata ulama, meskipun tidak kita katakan haram secara mutlak.

    —admin—

    Baarakallah fiik.

  4. abdullah

    saya ingin mengomentari komentar admin
    “betapa rendahnya pekerjaan pegawai negeri di mata ulama”
    saya harap admin dalam menuturkan tanggapan harus mengedepankan akhlak yang baik, gunakanlah cara yang baik.
    coba anda baca, jika mampu, kitab al wajiz fil qawaid al kulliyah, karya Syaikh Dr. Al Burnu, pembahasan mengenai kaidah “tabaddulul milki yusabbibu tabaddulul a’yan”
    tidak semua pekerjaan pns itu haram. status pns itu layaknya orang yang diupah. barakallahu fikum

  5. abdullah

    oh iya, sebagai tambahan. alangkah baiknya jika antum ingin mengomentari dengan muatan pendapat pribadi antum, tolong dikonsultasikan dulu ke ustadz abu ubaidah, janganlah memaksakan diri akhi.
    barakallahu fikum

  6. n_h

    terima kasih papernya.
    wah ada pegawai pajak yang besok dipecat gara2 korupsi dan pencucian uang. emm mungkin inherent risk-nya masih tinggi. mungkin karena kewenangan BPK untuk memeriksa yang masih terbatas/dibatasi.
    pak slamet untung apakah salah satu dosen PTK?
    APBN 70% dibiayai dari pajak, benar sekali, bagaimana klo tidak dibiayai dari pajak?
    I believe there is a way….untuk bebas dari pajak, bebas dari sistem ekonomi yang sekarang kita pake, sistem keuangan publik yang sekarang kita pake atau bebas dari “bad environment” (cinta dunia, liberalisme, perdagangan bebas) yang harus kita sadari menggerogoti keyakinan kita dengan segala tipu dayanya, dengan segala kelemahan kita.
    harapan dunia seperti dunianya para salaf dahulu, hanyalah impian, tapi cita untuk sedikit seperti keadaan mereka harus terus diperjuangkan.
    tapi kalau semua dimulai dari akhir, tujuan kita terhadap surgaNya Allah, ridho Allah pasti akan sedikit membawa perubahan terhadap perilaku/tindakan kita di dunia.

  7. @ Abdullah
    Jazakallah khair.
    Jika Anda mencermati komentar kami di atas, kami tidak mengharamkan PNS secara mutlak. Kami cukupkan pembahasan ustadz Abu Ubaidah dalam artikel di atas. kami mengucapkan perkataan di atas karena kami memang melihat sebagian ulama membenci pekerjaan pegawai negeri. Dan kebencian ini, tentu bukan karena “pekerjaan PNS-nya itu, tetapi hal2 maksiat yang sering terjadi di lingkungan PNS”. Maka, kami mengatakan ““betapa rendahnya pekerjaan pegawai negeri di mata ulama” karena kami telah membaca bagaimana Syaikh Muqbil bin Hadi benar2 menganggap rendah hal tersebut. Silakan baca kitab beliau Ijaabatus Saa-il, kalau Anda bisa baca.

    Kesimpulan: Kami mengatakan “perkataan di atas” tidak bermaksud bahwa PNS haram secara mutlak, namun ada banyak hal kemungkaran dalam pekerjaan PNS yang tidak bisa dipungkiri (ikhtilath, hormat bendera, suap, dll) sehingga mengharuskan kita hati-hati jika ingin masuk di dalamnya. tentu, pekerjaan PNS yang terlepas dari kemungkaran2 di atas, tidak bisa dikaatakan terlarang. Dan kami sendiri punya banyak relasi di PNS, entah keluarga yang trah PNS, kawan main, dll sehingga kami benar2 mengetahui kemungkaran2 di PNS.

    ‘ala kulli haal, kami mengucapkan terima kasih atas saran dari Anda untuk mengedepankan akhlak yang baik. Akan kami perbaiki akhlak kami, insya Allah. Semoga Allah membalas saran Anda dengan kebaikan. Dan mudah-mudahan Allah mengampuni keteledoran kami.

  8. jazakaLlah khayr atas jawaban dari admin.afwan sebelumnya ana ingin menyatakan bahwa pertanyaan yang disampaikan oleh “abdullah” tertanggal 6 maret 2010 itu adalah dari saya sendiri.adapun pertanyaan yang disampaikan oleh saudara “abdullah” setelahnya (selain tanggal 6 maret) bukanlah saya akan tetapi abdullah yang lain.
    ana sebenarnya terharu dengan jawaban yang antum berikan -bahkan ingin rasanya menangis- karena saya pribadi ingin keadilan Islam dalam masalah hukum ini. apa yang kami _saya dan istri_ lakukan adalah berangkat dari kesadaran pribadi, hanya saja yang sangat membuat “kecewa” adalah ketika yang berfatwa bahwa wanita haram bekerja di luar rumah itu adalah seorang ustadz salafy alumni univ madinah, namun beliau sendiri tidak mengamalkan fatwanya tersebut trerhadap dirinya (kelurganya) dimana istri beliau sendiri bekerja di luar rumah dan wanita2 keluarga beliau bekerja sebagai PNS yang kemudian dinikahkan dengan ustadz2 disana (karena beliau memiliki pondok).ditambah lagi dengan bantuan beliau kepada 2 ikhwan masuk menjadi PNS. hal ini bisa dilakukan karena keluarga beliau waktu itu adalah kepala BKD sendiri.
    jadi permasalahan yang membuat saya kecewa bukanlah karena kami tidak menjadi PNS akan tetapi keberpihakan beliau kepada para PNS ditempat beliau karena membantu ponpes dan dakwah, oleh karena itu ketegasan fatwa beliau tidak ada bahkan yang terjadi ketegasan fatwa tersebut diberikan kepada mereka yang tidak bisa membantu dakwah secara finansial.

  9. muhammad

    Ustadz..

    bagaimana jika bekerja di sebuah perusahaan tapi berada di sub divisi pajak?? perusahaan kan terpaksa alias diwajibkan membayar pajak jadi butuh pegawai untuk mengurusinya.. apakah pegawai tersebut juga dikategorikan ta’awun dlm dosa,Ustadz?? berarti makan dari gaji yang haram,Ustadz??

    jazakallohu khoyron

  10. Hamba Alloh

    Kita sekarang kok masih mempermasalahkan gaji PNS haram atau halal,itu tergantung diri sendiri saja dan kefahamannya bagaimana..? Rosululloh juga sdh bersabda bakal ada zaman yang mana pada zaman itu tidak bisa dihindari lagi adanya debu (MAKSUDNYA DEBU RIBA) ya pada saat ini sudah terbukti bertaburan debunya riba.! kefahaman tinggal bagamana…? dalam mensucikan penghasilan kita, umpama dengan memperbanyak infaq dan shodaqoh…gitu aja kok repot.. agama mudah tah usah mempersulit diri sendiri dalam mengamalkan agama….!

  11. Muslim People

    ustadz, saya sedang menulis skripsi dan disitu ada banyak manipulasi datanya dan itu jelas merupakan kecurangan, serta bagi saya rasanya sulit sekali untuk meninggalkannya karena sudah terlanjur dibaca dosen pembimbing saya, sehingga kalo saya kembali ke data yang awal dosen saya akan kaget dan saya khawatir beliau bisa marah,,lalu bgmn cara saya bertaubat bila skrg saya belum bisa meninggalkannya? dan apakah gaji saya nantinya haram jika saya bekerja di sebuah perusahaan krn skripsi saya hasil manipulasi? tapi saya sudah berikrar ini terakhir kali saya menipu

  12. Hamba Alloh, terima kasih atas komentar anda.
    1. Masalah halal dan haram sangat penting dibahas, bukan tergantung kita, tapi tergantung agama.
    2. Hadits yang anda bawakan adalah tidak shohih.
    3. Anggaplah shohih, maka maksudnya bukanlah pembolehan, tetapi sekadar khabar bahwa di akhir zaman banyak orang yang terjerumus dalam praktek riba, sehingga orang yang bersih harus terkena debunya seperti yang kita rasakan dengan bank-bak ribawi sekarang.
    4. Agama itu memang mudah, tapi kemudahan itu menurut syari’at bukan selera hawa nafsu. Lihat artikel kami “Benang Tipis Memahami Kemudahan Islam” yang telah tercantum dalam web ini.

  13. Akhi Muslim, semoga Allah memudahkan urusan anda.

    Hendaknya kita bertaubat dari menipulasi data seperti ini, karena hal itu merugikan kita pribadi dan masyarakat.
    Rasulullah bersabda (yang artinya)”Barangsiapa yang menipu maka bukan dari golonganku“.

    Maka nasehat saya hendaknya saudara bertaubat kepada Allah dan memperbaiki diri dan kalau bisa skripsi itu diperbaiki dengan tanpa manipulasi, kekhawatiran kemarahan dosen harus kita kalahkan dengan kekhawatiran murka Allah.

    Wallahu A’lam.

  14. moeslem people

    lalu bgmn dgn gaji saya nantinya jika saya bekerja di perusahaan ustadz?

  15. Akhi Muslim, lakukan dulu apa yang kami nasehatkan di atas. Kalau memang sudah berusaha semaksimal mungkin maka boleh bertanya seperti ini, adapun kalau belum maka tidak bisa kami menjawabnya di sini. Ini adalah kaidah dalam fatwa yaitu membedakan antara sebelum terjadi dan sesudahnya.

  16. suryo

    ustadz ana lulusan sekolah kedinasan namun birokrasi mengharuskan ana bekerja pada bidang yang bukan spesialisasi ana, bahkan parahnya kebanyakan malah pada hal-hal yang menjadi kelemahan ana. ana sadar jalan keluarnya sebenarnya adalah belajar sungguh2 terhadap tugas baru ana. tapi perlu ustadz ketahui sebagai pns ana kerja dari jam 07.30-17.00 (jam kantor resmi) itu cuma mengerjakan kerjaan rutin dan belum selese dimana kalo dipaksakan untu selese dengan kemampuan ana maka tiap hari mungkin ana bisa pulang sampai jam 21.00..namun selama ini ana mengmbil sikap untuk tetap pulang jam 17.00 walo pekerjaan belum selese, untuk belajar ilmu agama dan jarang sekali ana belajar tentang pekerjaan ana ketika di rumah.
    pertanyaan ana:
    1. benarkah sifat ana?
    2. bagaimana hukum gaji ana?
    3. apa nasehat ustadz pada ana?

  17. Ibnu Yusuf

    Assalamu’aalaikum ustadz. .
    ana minta nasihat dan pendapat ustadz mengenai kondisi ana saat ini. .
    ana adalah lulusan sekolah kedinasan depkeu 2009, namun ana ditempatkan pd ditjen pajak (diluar spesialisasi yang an ambil, akuntansi). .saat pengumuman pnmpatan itu, ana sdh berusaha untuk mengajukan usulan tukar/pindah instansi, namun hasilnya nihil, dan sampai saat ini ana msh bekerja (magang) di kantor pajak. . .
    sebenarnya ada cara utk keluar dari instansi pajak, yakni dengan mengajukan pengunduran diri dari ikatan dinas depkeu. . .namun, sebagai gantinya, diwajibkan membayar denda ke negara yang jumlahnya amat besar, ana belum mampu memenuhinya melihat kondisi ekonomi ana dan orang tua sekarang, terlebih ana belum memiliki alternatif pekerjaan. . .saat ini, ana masih merencanakan dan mencari relasi agar ana bisa pindah ke instansi lain di luar pajak dan bea cukai. .

    yang ingin ana tanyakan : bagaimana posisi uang gaji ana ustadz, apakah halal/harom, mengingat kondisi ana ini, sedangkan ana sangat membutuhkan gaji tersebut untuk meringankan beban ortu?
    kemudian, apakah hal ini dapat dikatakan sebagai perkara dhoruri karena ana terkesan “dipaksa” bekerja di instansi pajak, namun hati ini tetap tidak menerimanya?

  18. Abdullah

    Assalmu’alaikum utadz.
    Alhamdulilah Allloh telah mempertemukan saya dengan ustadz, banyak hal yang ingin ditanyakan.
    1. Saya seorang PNS yang bekerja di bagian keuangan pada kantor yang mengurusi keluarga berencana. Karena jabatan saya terpaksa harus turut membantu memotong gaji pegawai (kredit pegawai ke Bank Konvensional) untuk disetor ke bank. apakah status pekerjaan saya diharamkan karena turut serta sebagai pembantu riba dan juga mengurusi keluarga berencana (Alhamdulilah saya telah berhenti menjadi pemotong gaji pegawai tapi masih turut serta mengurusi keluarga berencana). Bagaimana sebaiknya tindakan saya karena saya ingin bertaubat?
    2. Sebagai PNS saya telah mengajukan diri utnuk mendapatkan fasilitas kredit dari Bank konvensional beberapa tahun lalui karena kesadaran akan hukum riba pada bank masih awam sebab pernah membaca ada ulama yang mengatakan tidak haram karena adanya kesanggupan pihak peminjam(astagfirulloh). Saya saat ini ingin membersihkan diri dan tidak mau terlibat lagi di dalamnya, yang menjadi pertanyaan apakah saya yang menerima kredit sama haramnya dengan pihak bank sebagaimana hadits Rasul SAW?
    3. Selanjutya jika uang pinjaman bni itu haram apa yang harus saya lakukan dengan semua itu karena uang pinjaman tersebut sudah saya belikan rumah dan kendaraan, sya takut ibadah saya tidakditerima Alloh karena tempatnya dibangun dengan uang haram. Jazkloh atas jawabannya

  19. jika memang mengetahui bahwa Allah yang memberi rezeki…buat apa berpikir lagi???berani tidak salafiyun yang PNS keluar dari PNS???begitu pula para wanitanya?berani tidak keluar dari PNS?sebagian hanya mencari jawaban agar diperbolehkan bekerja sebagai PNS.

  20. ya ustadz antum harus tegas dan cari fatwa dengan segera soal PNS ini jangan dilambat2kan?apa antum tidak berani?bahkan terhadap kebid’ahan pun antum berani tegas?banyak ikhwah yang anggap menjadi PNS itu hidupnya terjamin daripada swasta!!!

  21. Taufiq

    ana ingin melamar kerja mnjdi karyawan PLN yg jg trmsuk PNS .. Pkerjaanya tidaklah ikhtilat,, krena tdk di kantor,,, apkah boleh ana bekrja disitu

  22. Wahyu

    Assalamu ‘alaikum wr. wb.
    Menyambung masalah gaji PNS, saya mau bertanya kepada pak ustad. Bagaimana hukumnya apabila kita menerima uang haram atau berupa hadiah yg kita yakini kalau uang tersebut dari cara yg tidak benar? Tetapi uang tersebut sudah masuk ke rekening tabungan kita, padahal kita tidak ingin menerimanya. Bagaimana cara memisahkannya, apakah rekening kita menjadi haram semua? Terima kasih sebelumnya.
    Wassalam..

  23. achmad abu dinda

    assalamualaikum… ustadz, apa status gaji orang yang bekerja di salah satu instansi hukum (bukan hukum allah, misalnya di Kejaksaan atau Pengadilan), hala atau haram ?, mohon penjelasannya

  24. Was Salam. Hukum asalnya halal. Wallahu A’lam.

  25. Was Salam. Hukum asalnya halal. Wallahu A’lam.

  26. cinta Allah

    ustadz, ana ada pertanyaan..saya ingin tahu kaidah fiqhnya, begini ustadz,,andai saya bekerja di suatu perusahaan milik orang lain dan dahulunya orang itu membangun usahanya dengan modal yang haram,,apakah gaji saya halal bila bekerja pada perusahaan org itu meski pekerjaannya halal?

  27. Abu Al-ifthory

    Assalamualaikum.

    Saya adalah PNS, sebelum dan sesudah jadi PNS saya diperintah atasan untuk bersumpah tunduk dan patuh terhadap UUD 45 dan pancasila,
    sebetulnya aturan ini tidak menyebabkan saya dipecat, tapi jika saya tidak ikut saya akan di kucilkan teman dan pimpinan, minimal saya pergunjingkan teman dan atasan saya.

    Akhirnya terpaksa saya ikut sumpah tunduk kepada UUD dan pancasila bersama pegawai lain karena takut sama pimpinan, tapi sebenarnya dalam hati saya sangat mengingkari sumpah itu karena saya meyakini hanya hukum Allah saja yang benar.

    Pertanyaan saya, apakah saat mengucapkan sumpah itu saya telah Kafir setelah beriman? jika demikian apa yang harus saya lakukan. Apakah saya harus keluar dari PNS?

    mohon jawabannya, karena saya telah membaca di situs http://thoifahmanshuroh.wordpress.com/2007/11/21/hukum-menjadi-pns/
    dimana dikatakan bhwa sumpah tersebut menyebabkan kafir secara mutlak.

    Jazakumullah

  28. joko

    Assalamualaikum ustadz..
    apakah ada jaminan bahwa gaji ato uang yang kita dapatkan dari orang lain itu pasti halal.. baik gaji PNS, ato kita berdagang, ato gaji pegawai swasta atopun yg lainnya..?
    saya seorang PNS sebagai guru.. dan insaALLAH saya diterima bukan karena suap atopun yang lainnya.. apakah gaji yang saya dapatkan itu bisa dikatakan HARAM karena uang yang saya terima bersumber dari pajak pemerintah..? bagaimanna denganorang berdagang yang apabila dia tidak tahu kalau sebenarnya uang yang dipakai untuk membeli barangnya adalah uang hasil dari mencuri, ato uang hasil dari melacur..?
    trimakasih.. mohon penjelasannya..

  29. PAJAK BIR BIN** MASUK KE KAS NEGARA
    kALo antum semua membenci atau mengharamkan BIR yang kadar alkoholnya 5% mesti sedikit tetap memabukan dan haram maka kalo itu dianggap haram dan konon pajak Bir itu masuk ke kas negara maka bisa disimpulkan gaji PNS itu haraaaaaaaaaaaam

  30. joko

    kalo memang gaji pns itu haram, bagaimana dengan listrik yang antum pakai semua.. bukannya itu juga subsidi negara?yang asalnya dari pajak BIR dan pariwisata, atau bensin yang antum pakai buat jalan2 kesana kemari?bukankah itu juga berasal dari pajak negara, apakah itu juga bukan subsidi negara..? saya fikir kalau kita hanya berfikir dari sebuah kasus secara sepotong2 itu kurang adil.. mohon bisa beri penjelasan secara lebih komprehensif (menyeluruh) biar tidak membingungkan tepai benar-benar memberikan penerangan.. trimakasih..

  31. Liong

    wktu yg berjalan akhirnya menjawab..kasus gayus membuktikan bhwa pajak dikorupsi. Bgaimana pak abu abdullah atas pernyataan anda tdk ada korupsi di pajak?

  32. Akhi Abu Ifthori, semoga menjaganya.
    Masalah sumpah pegawai di atas pernah ana tanyakan kepada para ulama ketika ana haji sekitar tahun 2007, salah satunya kepada Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, beliau menjawab: “Kalau negaranya muslim, maka seorang yang bersumpah bisa meniatkan untuk taat pada undang-undang yang tdk bertentangan dengan Islam”. Jadi, tidak secara mutlak kafir. Adapun artikel di situs yang antum sebutkan di atas, saya tidak menyarankan pembaca untuk membacanya karena penulisnya dikenal berpemikiran Takfiri. Semoga Allah menjaga kita semua.

Leave a Comment