Dewasa dan Berlapang Dada Saat Berbeda Pendapat
Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi
Imam Ibnul Qoyyim mengatakan:
“Adanya perbedaan pendapat di kalangan manusia adalah suatu hal yang pasti terjadi karena perbedaan pemahaman dan kadar akal mereka. Akan tetapi, yang tercela adalah permusuhan di kalangan mereka.
Adapun perbedaan yang tidak menjadikan permusuhan dan pengelompokan, masing-masing yang berselisih tujuannya adalah ketaatan kepada Alloh dan rosul-Nya, maka perbedaan tersebut tidaklah berbahaya, karena memang itu adalah suatu kepastian pada manusia.” (Showai’q al-Mursalah 2/519)
Oleh karenanya, memahami masalah khilaf sangatlah penting sekali. Bahkan ini dinilai sebagai sebuah ilmu oleh para ulama.
Alangkah bagusnya ucapan Qotadah: “Barangsiapa yang tidak mengetahui perselisihan ulama, maka hidungnya belum mencium bau fiqih”. (Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815)
Sa’id bin Jubair juga mengatakan: “Orang yang paling berilmu adalah orang yang paling mengerti tentang perbedaan pendapat”. (Adab Syariyyah Ibnu Muflih)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga pernah mengatakan:
وَأَمَّا الِاخْتِلَافُ فِي ” الْأَحْكَامِ ” فَأَكْثَرُ مِنْ أَنْ يَنْضَبِطَ وَلَوْ كَانَ كُلَّمَا اخْتَلَفَ مُسْلِمَانِ فِي شَيْءٍ تَهَاجَرَا لَمْ يَبْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ عِصْمَةٌ وَلَا أُخُوَّةٌ وَلَقَدْ كَانَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا سَيِّدَا الْمُسْلِمِينَ يَتَنَازَعَانِ فِي أَشْيَاءَ لَا يَقْصِدَانِ إلَّا الْخَيْرَ
“Adapun perselisihan dalam masalah hukum maka banyak sekali jumlahnya. Seandainya setiap dua orang muslim yang berbeda pendapat dalam suatu masalah harus saling bermusuhan, maka tidak akan ada persaudaraan pada setiap muslim. Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan Umar Radhiyallahu ‘anhu saja—kedua orang yang paling mulia setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam—mereka berdua berbeda pendapat dalam beberapa masalah, tetapi keduanya tidak menginginkan kecuali kebaikan.” (Majmu Fatawa 5/408)
Contoh-contoh kasus dalam hal ini banyak sekali, terutama perbedaan pendapat di kalangan ustadz kita dalam masalah ijtihadiyyah, tidak ada nash yang jelas dalam masalah-masalah tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam kitabnya At Tis’iniyyah 1/82:
و لهذا كان أئمة السنة والجماعة لا يلزمون الناس بما يقولونه من موارد الاجتهاد ولا يكرهون أحدا عليه
Oleh karenanya, para imam Ahli Sunnah wal Jamaah tidak mengharuskan manusia dengan pendapatnya dalam masalah ijtihad dan memaksa siapapun untuk mengikuti pendapatnya.
Maka seyogyanya bagi kita semua untuk bersikap arif dan bijaksana serta berlapang dada dalam menyikapinya. Marilah kita menjaga ukhuwwah islamiyyah (persaudaraan sesama Islam) dan menghindari segala perpecahan, perselisihan serta percekcokan karena masalah ijtihadiyyah seperti ini. Alangkah bagusnya juga nasihat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin:
“Hendaknya bagi para penuntut ilmu khususnya dan semua manusia umumnya untuk berusaha menuju persatuan semampu mungkin, karena bidikan utama orang-orang fāsiq dan kāfir adalah bagaimana orang-orang baik berselisih di antara mereka, sebab tidak ada senjata yang lebih ampuh daripada (adu domba agar timbul) perselisihan.”
(Syarhul Mumti’ 4/63)
Hati-hatilah dalam berbicara dan menulis kata-kata, karena semua kita akan berdiri di hadapan Allah mempertanggungjawabkan ucapan dan perbuatan kita.
Sungguh miris melihat fakta di lapangan dan medsos, masih banyak saudara kita belum dewasa dalam menyikapinya, bahkan seringkali kalimat-kalimat pedas dan keras tidak beradab dilontarkan kepada yang tidak sependapat.
Sudahilah semua ini wahai saudaraku, jalanilah pilihanmu masing2, siapkanlah hujjahmu dan alasanmu di hadapan Allah kelak atas pilihan sikapmu, karena setiap kita akan berdiri di pengadilan akherat.
Mending sekarang kita fokus ibadah memperbaiki diri yang masih banyak berdosa ini dan banyak berdoa. Dan yang lebih penting dari masalah ini adalah mari kita sibukkan diri kita dengan memperbanyak ibadah dan doa kepada Allah.
Tinggalkan debat kusir masalah ini yang hanya akan mengeraskan hati kita dan tidak akan menyelesaikan masalah serta hanya membuang waktu dan tenaga kita sia-sia dan mengoyak persaudaraan di antara kita. Benar kata Syeikh Taqiyuddin Al Hilali : “Debat kusir adalah racun yang merusak persaudaraan”. (Al ‘Uyun Az Zalaliyyah 3/1096).
Kalau memang mau diskusi, diskusilah dengan ilmiah dan adab mulia dengan tetap menjaga persaudaraan di antara kita. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Adalah para ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka, apabila berselisih maka mereka mengikuti perintah Allah dalam firmanNya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’: 59)
Dan mereka berdialog dalam suatu masalah secara musyawarah dan menasehati. Kadang-kadang mereka berselisih pendapat dalam masalah ilmiyyah namun mereka tetap menjaga kerukunan dan persaudaraan dalam agama. Ya, barangsiapa yang menyelisihi Al-Kitab yang jelas dan sunnah yang mutawatir atau kesepakatan para salaf maka khilafnya tidak dianggap dan disikapi seperti ahli bid’ah”. (Majmu’ Fatawa 24/172)
Semoga Allah menjaga ukhuwwah kita dan menganugerahkan kemulian adab kepada kita.