Fenomena Gemar Debat Kusir, Tapi Malas Ngaji Ilmu
Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi
Banyak kita jumpai orang yang sibuk dan gemar debat kusir namun minim semangat belajar ilmu agamanya, amalnya dan adabnya, padahal Nabi telah bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
“Aku memberikan jaminan sebuah rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan debat kusir walaupun dia orang yang benar.” (HR. Abu Dawud: 4800, at-Tirmidzi: 1993. Hadits hasan sebagaimana ditegaskan oleh asy-Syaikh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’ no. 651. Lihat pula ash-Shahihah no. 273).
Ini penting sebab sekarang banyak orang yang senang berdebat terutama di media sosial, akibatnya banyak yang saling menyerang, saling bermusuhan dan berpecah belah. Hendaknya bagi kita meninggalkan debat kusir, sebab perdebatan seperti itu sedikit faidahnya.
Namun hal ini bukan berarti kita meninggalkan diskusi ilmiah karena diskusi atau debat itu ada dua macam, yaitu:
Pertama: Debat yang terpuji yaitu debat untuk membela kebenaran dan membongkar kedustaan, tapi tetap dengan akhlak yang baik bukan dengan kata-kata yang buruk. Allah berfirman:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dakwahilah mereka dengan cara yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Boleh berdebat dengan orang kafir dan ahlii bid’ah tapi tujuannya untuk membela kebenaran dan menyingkap kebathilan, namun tetap dengan kata-kata dan akhlak yang baik. Islam tidak perlu dibela dengan kata-kata yang kotor. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
فإن الرد بمجرد الشتم والتهويل لا يعجز عنه أحد . والإنسان لو أنه يناظر المشركين وأهل الكتاب: لكان عليه أن يذكر من الحجة ما يبين به الحق الذي معه والباطل الذي معهم”. “مجموع الفتاوى” ( 4-186).
Membantah hanya dg mencela dan umpatan maka semua orang juga bisa. Seorang yg hendak membantah orang musyrik dan ahli kitab saja harus menjelaskan hujjah yg menjelaskan kebenaran dan membongkar kebathilan mereka. (Majmu Fatawa 4/186)
Kedua: Debat yang tercela yaitu debat kusir yang tidak ada manfaatnya dan hanya menyebabkan permusuhan. Berdebat mengenai masalah-masalah yang tidak penting, bukan untuk membela Islam tapi hanya menyulut api permusuhan. (Lihat Syarh Lum’atil I’tiqad hlm. 160, dan Syarh Hilyah Thalibil Ilmi hlm. 244, keduanya karya Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Jadi, Jika berdiskusi maka diskusilah dengan cara yang baik dan lapang dada, tujuannya betul-betul untuk membela kebenaran. Seperti halnya duhulu debat para ulama yang tujuan mereka adalah mencari kebenaran bukan kemenangan. Dan termasuk kisah menarik dalam hal ini adalah dialog Imam Abu Ubaid Al-Qosim bin Sallam dan Imam Syafi’I tentang makna ( الْقَرْءُ) dalam firman Allah:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوءٍ
“Wanita-wanita yang ditalak itu hendaknya menunggu masa idah selama tiga quru’” (QS. Al-Baqarah: 228)
Apakah maksudnya adalah haidh ataukah suci dari haidh. Pertamanya Imam Syafi’I mengatakan: Haidh dan Abu Ubaid mengatakan: Suci dari haidh.
Setelah masing-masing memaparkan argumen-argumen yang kuat dan berpisah, ternyata masing-masing terpengaruh dengan argumen kawan debatnya, sehingga Imam Syafi’I yang pertamanya berpendapat haidh akhirnya berubah menjadi suci dari haidh dan Abu Ubaid yang pertamanya berpendapat suci dari haidh berubah menjadi haidh. (Thobaqot Syafi’iyyah 1/273 oleh as-Subki, Muqoddimah Syaikh Masyhur bin Hasan terhadap Ath-Thuhur karya Abu Ubaid hlm. 34).
Intinya, hendaknya bagi kita mengindari debat kusir yang tidak ada manfaatnya. Az Zarnuji berkata: “Jauhilah olehmu dari debat kusir yang banyak muncul setelah masa para ulama besar, karena hal itu menjauhkan penuntut ilmu dari ilmu dan menyia-nyiakan umur serta menimbulkan permusuhan dan pertikaian”. (Ta’limul Muta’allim hlm. 15).
Syeikh Taqiyuddin Al Hilali berkata: “Debat kusir adalah racun yang merusak persaudaraan”. (Al ‘Uyun Az Zalaliyyah 3/1096)
Syeikh Abdur Razzaq Al Badr berkata: “Betapa banyak manusia pada zaman sekarang berjudi dengan agamanya, lebih-lebih di medsos, dia terjun dalam dunia persilatan dan debat kusir yang berkepanjangan tanpa bekal ilmu agama, sehingga tidak membuahkan pada dirinya kecuali hanya kerasnya hati, lemahnya iman, hilangnya sifat malu, gampang ganti prinsip dari satu pendapat ke pendapat yang lain”. (At Tuhaf bil Ma’tsur Anis Salaf hlm. 36 karya Dr. Abdur Razzaq Al Badr)
Maka kami mengajak kepada diri kami pribadi dan semuanya mari kita sibukkan diri kita dengan memperbanyak ibadah, menjauhi dosa, menjaga ukhuwwah, membersihkan hati dan banyak istighfar kepada Allah. Mari kita jaga ucapan dan tulisan kita karena semuanya akan berkumpul di pengadilan akherat. Apakah kita suka jika saudara kita disiksa karena kita?!
Mari kita tinggalkan debat kusir di medsos yang hanya akan mengeraskan hati kita dan memperuncing masalah dan membuang waktu dan tenaga kita secara sia-sia. Kalau ada saudara kita yang salah maka gandenglah tangannya dan nasehatilah dengan baik, beradab dan penuh cinta serta keikhlasan.
Alangkah bagusnya nasehat Syeikh Ibnu Utsaimin: “Hendaknya bagi para penuntut ilmu khususnya dan semua manusia umumnya untuk berusaha menuju persatuan semampu mungkin karena bidikan utama orang-orang fasik dan kafir adalah bagaimana orang-orang baik berselisih di antara mereka, sebab tidak ada senjata yang lebih ampuh daripada adu domba agar timbul perselisihan”. (Syarhul Mumti’ 4/63)
Syaikh kami (Muqbil) al-Wadi’i pernah menasehati para muridnya: “Wahai anak-anakku, janganlah kalian menyibukkan diri dengan perkara ini –debat tentang orang- biarkan saya saja, sudah cukup”.
Dan kami (Muhammad Al Imam) mengambil manfaat dari nasehat ini. Segala puji bagi Allah. (Al-Ibanah hlm. 208 karya Muhammad al-Imam).