Wahabi Suka Mengkafirkan Kaum Muslimin?
Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi
Sebagian orang sufi tulen dan ahli fisafat yang bingung menulis bahwa Wahabi suka menyesatkafirkan mayoritas umat Muhammad. Lalu dia membawakan buku “Takfirul Wahhabiyyah Li Umumil Ummah Muhammadiyyah” karya Ali Miqdadi Al Hatimi, padahal buku ini banyak sekali kedustaan dan kesalahannya. Lagi-lagi, dia salah mengambil sumber datanya. Kasihan memang….
وَمَنْ يَكُنِ الْغُرَابُ لَهُ دَلِيْلاً يَمُرُّ بِهِ عَلَى جِيَفِ الْكِلاَبِ
Barangsiapa yang burung gagak sebagai petunjuk jalan
Pasti dia akan mengantarkan jalan melewati bangkai-bangkai anjing.
Lihat bantahan atas buku tersebut secara rinci di sini: https://salafcenter.org/5846/
Saudaraku, tuduhan ini sebenarnya sudah usang sejak dulu, hanya saja didaur ulang oleh Sufi dan ahli kalam yang baru turun gunung ini. Kami hanya ingatkan dia dengan firman Allah:
وَمَنْ يَكْسِبْ خَطِيْئَةً أَوْ إِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيْئًا فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِيْنَا
Dan barang siapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya dia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. An-Nisa’: 112)
Saya ingatkan juga dengan hadits Nabi Muhammad :
مَنْ قَالَ فِيْ مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيْهِ, حُبِسَ فِيْ رَدْغَةِ الْخَبَالِ حَتَّى يَأْتِيَ بِالْمَخْرَجِ مِمَّا قَالَ
“Barangsiapa yang menuduh seorang Mukmin secara dusta, maka dia akan ditahan di tanah lumpur Neraka sehingga dia mencabut ucapannya. (HR. Abu Dawud II/117, al-Hakim dalam al-Mustdrak II/27, Ahmad II/70 dan lain-lain. Lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shohihah no. 437)
Tentu saja, yang dia maksud dengan wahabi dalam
tulisannya tersebut dan buku tersebut adalah pengikut salaf shalih, bukan hanya pengikut Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab saja. Buktinya dia menyerang Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan ulama salaf lainnya.
Bantahan terhadap tuduhan usang ini butuh penjabaran yang panjang, namun cukup di sini saya akan nukilkan tiga ucapan ulama sunnah yang biasa digelari wahabi dan dituduh suka mengkafirkan kaum muslimin.
Pertama: Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bersih dari tuduhan semacam ini bahkan beliau berkata: “Sesungguhnya orang yang selalu duduk bersamaku akan mengetahui bahwa aku termasuk manusia yang paling melarang dari lekas-lekas menghukumi seseorang, baik dengan kafir atau fasik, sampai tegak hujjah kepadanya lantas orang tersebut menyelisihinya, maka dapat dihukum kafir, fasik atau maksiat. Dan saya meyakini bahwa Allah Subhanahu Wata’ala telah mengampuni kesalahan umat ini, baik kesalahan-kesalahan dalam perkataan dan perbuatan”.
Beliau melanjutkan: “Adapun takfir (menganggap kafir), ini termasuk ancaman yang keras. Memang barang kali seseorang melakukan perbuatan kufur, tetapi pelakunya bisa jadi baru masuk Islam, atau hidup di perkampungan yang jauh dari agama, maka orang seperti ini tidak dapat dikafirkan sehingga tegak hujjah atasnya, atau bisa jadi orang tersebut belum mendengar nash-nash, atau mendengarnya tetapi masih rancu, maka seperti ini sama seperti yang diatas, sekalipun dia salah.
Dan seringkali aku mengingatkan saudara-saudaraku dengan hadits Bukhari-Muslim tentang seorang yang mengatakan: “Jika aku telah meninggal maka bakarlah aku, kemudian tumbuklah halus-halus, lalu buanglah kelautan. Kalau memang Allah Subhanahu Wata’ala membangkitkanku, maka dia akan menyiksaku dengan siksaan yang tidak pernah ada di alam ini”. Akhirnya merekapun melaksanakan wasiat tersebut. Tatkala Allah Subhanahu Wata’ala membangkitkannya, Allah Subhanahu Wata’ala bertanya kepadanya: “Apa yang membuatmu melakukan ini?” jawabnya: “Aku takut kepada-Mu”, lantas Allah mengampuninya”. (HR. Bukhari Muslim)
Lihatlah orang ini, yang ragu akan kemampuan Allah dan kebangkitan manusia setelah mati bahkan ia meyakini bahwa dia tidak akan dibangkitkan, jelas ini merupakan kekufuran dengan kesepakatan kaum muslimin, tapi dia jahil atau bodoh, tidak mengetahui hal itu dan dia takut siksaan Allah Subhanahu Wata’ala, maka Allahpun mengampuninya”. (Majmu’ Fatawa 3/229-231)
Kedua: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata dalam suratnya kepada Syaikh Abdur Rahman as-Suwaidi, salah seorang ulama Iraq, beliau berkata bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang ingin menghalangi dakwah tauhid, katanya: “Mereka mengerahkan bala tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, diantaranya dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakalpun malu untuk menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang anda sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai, bagaimana bisa hal ini diterima oleh seorang yang berakal sehat? Adakah seorang muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu?!. (Majmu Muallafat Syeikh 5/36)
Syaikh Abdul Lathif menjelaskan tentang kehati-hatian kakeknya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam masalah mengakfirkan: “Syaikh Muhammad -semoga Allah merahmatinya-termasuk manusia yang paling berhati-hati dalam melontarkan kata kafir, sehingga beliau tidak menetapkan kafirnya seorang jahil yang ber
doa kepada s
elain Allah dari ahli kubur atau selainnya apabila belum ada yaang menasehatinya dan menegakkan hujjah kepada orang tersebut. (Minhaj Tasis hal.65-66)
Beliau juga mengatakan: Setiap orang berakal yang mengetahui sirah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, niscaya akan mengetahui bahwa beliau adalah manusia yang sangat mengagungkan ilmu dan ulama, dan termasuk manusia yang paling keras melarang mengakfirkan mereka, mencela atau menyakiti mereka, bahkan beliau sangat menghormati dan membela mereka, beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang dikafirkan oleh Allah dan rasulNya serta disepakati umat tentang kekufurannya seperti orang yang menjadikan tandingan dan tuhan selain Allah. (Majmu’ Rasail, 3/449)
Ketiga: Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Syeikh Ibnu Utsaimin pernah mengatakan setelah membahas tentang Asya’irah:”Bila seorang berkata: Apakah kalian mengkafirkan ahli takwil atau menfasiqkan mereka? Kami jawab: Menghukumi seorang dengan kafir dan fasiq bukan kepada kita standarnya, tapi kepada Allah dan rasulNya. Dia termasuk hukum syari yang sumbernya dikembalikan kepada Al Quran dan As Sunnah. Maka harus tatsabbut secara ekstra sekali. Tidak boleh seorang dianggap kafir atau fasiq kecuali berdasarkan Al Quran dan As Sunnah.
Pada asalnya seorang muslim tetap dalam keislamannya sehingga ada dalil syari yang mengeluarkannya. Tidak boleh bagi kita untuk gegabah dalam mengkafirkannya atau menfasiqkannya karena hal itu membawa dua dampak negatif yang sangat berbahaya:
Pertama: Membuat kedustaan kepada Allah dalam hukum kafir kepada orang yang dia kafirkan.
Kedua: Terjatuh dalam ancaman kafir kalau ternyata yang dia kafirkan tidak kafir, sebagaimana dalam hadits: “Apabila seorang mengkafirkan saudaranya maka akan kembali kepada salah satunya”.
Oleh karena itu, seharusnya sebelum menghukumi seorang muslim dengan kekafiran hendaknya memperhatikan dua hal penting:
Pertama: Adanya dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang menetapkan bahwa ucapan dan perbuatan tersebut merupakan kekufuran.
Kedua: Hukum tersebut betul-betul terpenuhi pada pelontar atau pelaku tersebut, dalam artian telah terpenuhi syarat-syaratnya dan tidak ada pengahalang-penghalangnya. (Lihat kitab Al Qawa’idul Mutsla hlm. 89 karya Syeikh Ibnu Utsaimin, cetakan Muassasah Syeikh Ibnu Utsaimin)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin juga berkata: “Hendaknya seorang manusia bersikap hati-hati dari mengkafirkan orang yang tidak dikafirkan oleh Allah dan rasulNya atau melontarkan permusuhan Allah kepada seorang yang bukan musuh Allah dan rasulNya. Hendaknya dia menahan lidahnya karena lidah adalah sumber bencana”. (Fatawa fil Aqidah 2/754)
Dari tiga nukilan ini saja, saya kira sudah cukup membantah tuduhan Ustadz Muhammad Nuruddin -semoga Allah memberinya hidayah-. Lebih-lebih, fakta di lapangan yang bisa dilihat dengan mata kaum muslimin. Coba perhatikan, apakah ketika umat Islam yang pergi ke negeri Saudi yang natabene Wahabi baik untuk haji, umrah atau sekolah, apakah mereka dianggap kafir dan dibantai di sana? Ataukah mereka aman-aman saja?
Apakah umat Islam yang datang ke ka
jia
n-kajian salaf yang biasa digelari wahabi dianggap kafir oleh ustadznya, ataukah justru malah para ustadznya yang sering mengingatkan jamaah nya agar tidak gegabah menvonis kafir? Bahkan siapa yang paling gencar membantah syubhat kaum khawarij yang suka melakukan aksi terorisme dan pengeboman? Bukankah mereka adalah ustadz-ustadz sunnah?!
Aneh bin ajaibnya dalam tulisannya dengan judul “Milih Syiah atau Wahabi? Dia menegaskan kalau disuruh memilih, dia lebih condong untuk memilih syiah, salah satu alasannya karena Syiah tidak suka mengkafir-kafirkan atau menyesatkan pihak lain dengan cara-cara yang vulgar.
Subhanallah, mas bangun dari tidur anda. Kemana saja anda selama ini? Apa yang anda tahu tentang Syi’ah?. Kitab-kitab mereka, ucapan tokoh-tokoh mereka berlumuran dengan pengkafiran terhadap kaum muslimin bahkan kepada para sahabat Nabi dan istri-istri beliau. Kayaknya, anda terlalu sibuk menyerang wahabi sehingga buta tentang penyimpangan Syiah yang sangat terang seterang matahari di siang bolong. Allahul Musta’an.
Semoga Allah meneguhkan kita di atas kebenaran dan semoga Allah melindungi kita dari kesesatan dan penyimpangan.