Hadirilah Kajian Umum bersama Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, dengan informasi sebagai berikut:
- Tema: Hakikat Perayaan Maulid Nabi
- Hari, Tanggal: Ahad, 14 Februari 2010
- Waktu: 08.00-12.00 WIB
- Tempat: Masjid Ma’had Al-Ukhuwah, 200 meter selatan alun-alun kota Sukoharjo.
Penyelenggara: Radio Suara Qur’an 94.4 FM
Informasi: 085.293.155.252
—administrator—
Mereka semua adalah ulama-ulama ahli sunnah wal jama’ah yang dapat dipercaya keilmuwannya. Mereka adalah pemelihara Al-Qur`an dan Hadits-Hadits Rasulullah saaw. Sedangkan mereka yang menentang perayaan maulid, sudah berapa hadits yang mereka hafal? Dari hadits-hadits yang mereka hafal, berapa hadits yang sanadnya bersambung dari guru mereka hingga kepada Rasulullah saaw? Mungkin tidak satu pun hadits yang mereka hafal itu memiliki sanad yang bersambung dari guru mereka hingga kepada Rasulullah saaw. Paling mereka menghafal hadits itu dari Kitab-Kitab Hadits yang beredar sekarang, dimana mereka hanya tahu bahwa hadits itu mereka dapat dari Imamul Bukhori dari Shahabat dari Rasulullah saaw. Sedangkan para ulama yang menyetujui perayaan maulid ini, mereka menghafal sekian ratus ribu hadits berikut sanadnya, dimana mereka mendapat hadits-hadits itu dari guru mereka dari gurunya dari gurunya, terus begitu hingga dari tabi’it tabi’in dari tabi’in dari shahabat dari Rasulullah saaw. Lalu pendapat siapakah yang lebih pantas diikuti? Pendapat para ulama yang luas ilmunya, ataukah pendapat para penebar syubhat yang dangkal ilmunya dan picik cara berfikirnya?
masihkan anda menyatakan bahwa maulid itu bid’ah wahai kaum wahabian?
Paling mereka menghafal hadits itu dari Kitab-Kitab Hadits yang beredar sekarang, dimana mereka hanya tahu bahwa hadits itu mereka dapat dari Imamul Bukhori dari Shahabat dari Rasulullah saaw. Sedangkan para ulama yang menyetujui perayaan maulid ini, mereka menghafal sekian ratus ribu hadits berikut sanadnya, dimana mereka mendapat hadits-hadits itu dari guru mereka dari gurunya dari gurunya, terus begitu hingga dari tabi’it tabi’in dari tabi’in dari shahabat dari Rasulullah saaw. Lalu pendapat siapakah yang lebih pantas diikuti? Pendapat para ulama yang luas ilmunya, ataukah pendapat para penebar syubhat yang dangkal ilmunya dan picik cara berfikirnya?
masihkan anda menyatakan bahwa maulid itu bid’ah wahai kaum wahabian?
jika ya,,sungguh malang diri anda yang hanya mengikuti pendapat “ulama2 anda” yang hidup jauh dari jaman salaf.Saya tidak ingin memperpanjang polemik,,sesuai dengan sabda rosul…..umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan….mengacu kepada peringatan maulid,dari seluruh mahzab dan manhaz islam yang saat ini ada,mungkin hanya wahabian saja yang secara tegas melarangnya…sedangkan hampir seluruh umat islam masih merayakannya.kalo perkara sekecil ini anda bid’ahkan,,wah sorga bakalan sepi dan hanya dihuni oleh wahabian.merujuk apa yang telah saya paparkan semenjak awal,,,akhirnya kesimpulannya…siapa yang sesat karena merayakan maulid dan disesatkan oleh Allah ta’ala
Hudzaifah bin Al Yaman rodhiallohu ‘anhu berkata: “Semua peribadatan yang tidak pernah dilakukan oleh para shohabat Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa Sallam, maka jangan lakukan peribadatan tersebut.” (Diriwayatkan Ibnu Baththoh)
perkataan ini sangat jelas dan bisa dipakai untuk menolak segala peribadatan yang tidak dikerjakan oleh para sahabat, sekalipun ada ulama ahli sunnah yang mengerjakannya.
kang kuya, amalan maulid yang anda carikan dalilnya diatas, kan sudah jelas tuh nggak ada satupun sahabat yang merayakannya. kalaupun anda membawakan nukilan nukilan diatas, itupun masih mentah. lha wong Ibnu Hajar yang membolehkan maulid (dengan syaratnya) aja menyatakan bahwa amalan maulid adalah bid’ah (tidak dikenal pada 3 kurun generasi terbaik) Lihat “Al-Hawy lil Fatawa”, hal: 1/196. Cukup bagi kami dalam beramal mengikuti salafus sholih pada generasi terbaik. tentu saja melalui nukilan yang shahih dari para ulama’. Jadi bukan malah berkata “itukan ulama’ ente, sedangkan ini ulama’ kami”. Kalo begitu, mau diletakkan dimana ayat tentang perintah agar kita apabila berselisih harus kembali kepada Allah dan Rosul?
copy paste ala fans habib mundzir…lengkap disertai dengan hujatan2 khas ala pak habib…
Hmm…mungkin diskusi ini saya cukupkan dulu hingga disini karena akh kuya tidak bisa menunjukkan dalil shahih bahwa Rasulullah dan para sahabatnya berkumpul merayakan maulid Rasul. Yg ditunjukkan hanya dalil akikah dari Rasul yg mengakikahi dirinya sendiri dan kakek beliau yg mengakikahi beliau ketika beliau masih kecil (apakah akikah disamakan dengan merayakan hari ultah?), lalu dalil bahwa para sahabat sering memberikan syair2 pujian pada Rasul dan Rasul mendoakan mereka. Tetapi tetap tidak ada petunjuk bahwa sahabat Rasul berkumpul2 khusus dan membacakan syair pada hari kelahiran Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Dan juga tidak ada petunjuk bahwa Rasul menyuruh para sahabatnya untuk berkumpul2 khusus di hari kelahiran beliau untuk merayakannya.
Cukuplah ini menjadi masukan saya bahwa inilah dalil terbaik yg dijadikan saudara2 saya yg merayakan maulid. Untuk menghindari debat kusir berkepanjangan dan untuk menghindari permusuhan, maka diskusi saya cukupkan sampai disini. Silahkan bagi ikhwan2 yg masih ingin menambahi. Semoga Allah Ta’ala menunjuki kita semua dengan kebenaran dan menjadikan kita umat yg satu diatas jalan sunnah.
ckckckkk…untung gue bukan termasuk orang yang beranggapan bahwa semua taklid salah,,termasuk taklid copy pste yang biasa kaum wahabi lakukan (ckckckkkk),,tapi kalo taklid gue,,gue lakuin dengan izin beliau dan juga gak dipotong setengah2…gak kaya kaum wahabian yang ngaku anti taklid,tapi masih juga ngelakuin taklid semacam ini ckckkkkkk
Waduh,,kenapa udahan bi,,kan ane belum tunjukin semuanya bi…..ya udahlah kalo gitu bi,fi.Kalo ane mesti pilih,lebih baek ane ngikutin jalur mayoritas ulama terdahulu dalam melaksanakan syariat islam,beserta hukum,akidah,fikih,tasawuf,dll daripada harus mengikuti kaum minoritas seperti kaum anda yang muncul di abad kemudian,dimana kemunculannya disertai dengan kegoncangan yang luar biasa. Mohon maaf,apabila tulisan diatas saya sajikan menyinggung beberapa kalangan,karena apa yang saya sampaikan tidak bertujuan untuk menghinakan kaum anda.Katakanlah hal tersebut adalah bid’ah bagi kaum anda,justru dengan bid’ah tersebut,saya lebih dapat mencintai islam serta saya mencoba mengamalkannya dalam kehidupan sehari2.
Saya adalah seorang yang selalu melaksanakan maulid,karena dalam maulid saya “termotivasi” untuk mengikuti jejak rosul.Saya adalah orang yang menyenangi dunia tasawuf dan tarekat, karena dengan tasawuf dan tarekat, saya lebih dapat mengenal Allah ta’ala.Saya adalah orang yang suka tawasul, tabaruk, tahlil.Saya adalah orang yang selalu melakukan qunut subuh,taraweh 23 rokaat, shalawat nariyah,menghormati ahlul bait,nisfu, ziarah kubur.Karena hal itu adalah ajaran dari guru2 kami dan tidak ada yang mencelanya,kecuali kaum seperti anda.Saya adalah orang yang mencintai guru kami, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali beserta kitab Ihya Ulumudin yang banyak kaum anda katakan sesat,padahal itu bukanlah sesat,tetapi kedangkalan ilmulah yang menyatakan bahwa kitab beliau adalah sesat, kepada penghulu kami Syech Abdul Qodir Jaelani, kepada guru2 kami Imam Syafei, Imam Nawawi, Abu Hasan Al-Asy’ari,dan puluhan bahkan ratusan ulama ASWAJA, dimana mereka mengajarkan ilmu kepada guru-guru kami sampai tiba ilmu tersebut kepada kami.Hanya kedangkalan ilmulah yang berani membantah apa yang telah dibawa oleh ulama tersebut adalah sesat dan bid’ah.
Mungkin sampai kiamat tib,sebahagian amalan2 yang saya uraikan adalah bid’ah bagi anda.Seperti juga kami yakini,tauhid 3 adalah sesat,menyatakan bahwa Allah berada di arsy adalah sesat,dll.
Apa yang anda yakini adalah hak anda,dan apa yang saya yakini adalah hak saya.
Memahami Rekomendasi Para Huffadz Terhadap Maulid Nabi Saw
Oleh: Abul Fatih Zakaria bin Abdul Hafidz
Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. Allahumma shalli wa sallim ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa ash haabihi ila yawmiddien.
Setiap mendekati Rabiul Awwal, ada dua fenomena yang nampak di kalangan kaum muslimiin. Sebagian ( besar ) ada yang menyambut bulan tersebut dengan penuh kegembiraan. Jika pada bulan-bulan selain Rabiul Awwal kenangan dan kecintaan terhadap Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam mengisi kehidupan mereka, maka bulan tersebut kenangan mereka terhadap Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam semakin menguat. Mungkin ini adalah fitrah kemanusiaan, di mana ketika seseorang memasuki waktu di mana sebuah peristiwa besar pernah terjadi pada seseorang yang dicintai pada masa lalu, maka peristiwa tersebut akan terkenang dalam hati para pecinta. Dan kenangan tersebut akan semakin kuta jika seseorang memasuki waktu di mana peristiwa tersebut terjadi.
Sebaliknya, sebagian orang memasuki bulan Rabiul Awwal dengan penuh amarah. Sebab mereka menganggap ungkapan kecintaan kepada Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam di bulan Rabiul Awwal sebagai hal yang mungkar. Karena mereka beranggapan bahwa ungkapan cinta dan syukur atas kelahiran dan diutusnya Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam sebagai penambahan dalam agama ( bid’ah ) yang tidak pernah dicontohkan dan dilakukan oleh Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam. Dan menurut kelompok kedua ini, setiap amaliyah yang tidak pernah dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam adalah bid’ah dan kesesatan.
Padahal para hafidz hadist ( hafal sanad dan matan serta status 100.000 hadist ), seperti Ibnu Hajar, Ibnu Sholah, Ibnu Syamah, As Suyuthi, As Sakhawi, Al Iraqi dan ratusan atau ribuan huffadz lain memperbolehkan Maulid Nabi dan menganggap sebagai kebaikan. Semetara mereka yang mengaggap Maulid sebagai bid’ah dholalah ( kreasi sesat ) tidak ada satu pun yang yang mencapai tingkat hafidz. Ini merupakan sebuah fenomena yang aneh. Seseorang semakin tahu hadist ternyata semakin terbuka terhadap peringatan Maulid. Apakah para huffadz ini yang tidak istiqomah, atau justru mereka yang menentang maulid yang memang ilmunya belum sampai ?
Bid’ah, antara istilah bahasa dan syara’
Karena itulah, salah satu hal yang penting untuk diketahui oleh kaum muslimin adalah bid’ah. Sebab ketidaktahuan tentang bid’ah ini akan membawa seseorang kepada beberapa hal. Pertama adalah melakukan sebuah amalan yang disangkanya baik, namun karena amalan tersebut termasuk bid’ah, maka amalan tersebut menjadi sia-sia. Bahkan bisa menyebabkan seseorang masuk neraka. Kedua, ketidak tahuan tentang bid’ah akan menyebabkan seseorang dengan serampangan membid’ahkan amalan yang sebenarnya tidak bid’ah. Bahkan bisa menyulut pertumpahan darah sesama muslim. Sudah tentu, hal ini akan merugikan kaum muslimin. Apalagi di tengah gempuran global terhadap Islam saat ini. Pont kedua ini akan menyebabkan kekuatan Islam akan melemah hingga akibatnya musuh-musuh Islam mempunyai kesempatan untuk menguasai Islam. Setiap kata dalam syariah memiliki makna dari beberapa hakikat. Ada beberapa hakikat makna dalam kajian Islam. Yaitu hakikat lughawi, yaitu makna suatu kata dari sudut pandang bahasa. Makna hakikat lughawi ini biasanya diperoleh dalam kamus bahasa. Dan yang kedua, hakikat syar’i, yaitu makna suatu kata dari sudut pandang syariah. Hakikat syar’i ini dijelaskan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam atau oleh Allah SWT dalam Al Qur’an. Kata sholat misalnya. Secara bahasa artinya doa. Namun secara syariah, sholat ini berarti perbuatan dan perkataan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan tatacara dan syarat tertentu.
Nah, dalam kaitan dengan bid’ah, maka kata bid’ah ini secara bahasa berasal dari kata bada’a yang berarti menciptakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Dari sudut bahasa, makaseluruh kreasi manuisa, baik dalam lingkup keagamaan atau pun dalam lingkup keduniawian dinamakan bid’ah.
Dari sudut pandang bahasa inilah, maka Amirul Mukminiin Umar mengomentari sholat tarawih berjama’ah, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini“ ( Riwayat Bukhari dan Malik ). Dari sudut pandang bahasa ini pulalah, maka Imam Asy Syafi’i rahimahullah membagi bid’ah menjadi dua, yaitu bid’ah ghoiru madzmumah ( kreasi yang tidak tercela ), yaitu kreasi yang tidak menyalahi Al Qur’an dan Sunnah dan bid’ah dholalah ( kreasi sesat ), yaitu kreasi yang mensalahi ( Manaqib Al Imam Asy Syafi’i Juz I hal. 469 ). Dari sudut pandang ini pulalah, maka para huffadz, seperti Al Hafidz Ibnu Abdil Barr, Al Hafidz Ibnul Atsir, Al Hafidz Ibnu Hajar dan lain-lain membagi bid’ah menjadi dua, yaitu kreasi baik ( bid’ah hasanah ) dan kreasi tercela ( bid’ah sayyi’ah ).
Bid’ah dalam Syariah
Yang menjadi masalah adalah pengertian bid’ah secara syar’i. Ketika Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam bersabda, “setiap bid’ah adalah sesat” ( H.R. Muslim ), maka apakah maksud bid’ah dari ungkapan di sini?
Ada perbedaan pendapat di kalangan manusia dalam memaknai bid’ah secara syar’i yang dimaksudkan dalam hadist di atas. Kelompok pertama adalah mereka yang mengatakan bahwa bid’ah adalah semua kreasi baru tanpa pmemperdulikan aspek-aspek duniawi atau keagamaan.Kelompok ini diwakili oleh salah seorang tokoh Saudi, Al Utsaimin ( Al Ibda’ fi kamalisy syar’i hal. 13 ). Jika kita mengikuti kaidah kelompok pertama ini, maka seluruh kreasi manusia yang tidak ada di masa Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam adalah sesat dan masuk neraka. Sehingga dengan demikian, manusia tidak boleh menggunakan telephon, mobil, hp dan lain-lain.
Kelompok kedua adalah mereka yang mengatakan bahwa bid’ah semua amalan yang tidak pernah dilakukan, diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam dalam bidang keagamaan. Pengertian ini sering kali dimekmukakan oleh pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab ( Wahabi ). Berdasarkan pengertian kelompok kedua ini, maka semua kreasi doa ( seperti Hizb Nawawi, Hizb Barqi ), semua kreasi shalawat ( seperti Shalawat Nariyah, Munjiyat, Shalawat Barzinji dll ) adalah bid’ah, sesat dan tertolak.
Kelompok ketiga adalah mereka yang mengatakan bahwa bid’ah yang dimaksudkan dalam hadist di atas adalah segala sesuatu hal baru yang menyelisihi atau tidak bisa dikembalikan kepada Al Qur’an, Sunnah atau Ijma’. Tetapi jika hal baru tersebut masih bisa dikembalikan kepada dasar Al Qur’an, Sunnah atau Ijma’, maka hal tersebut bukan bid’ah dholalah ( bid’ah sesat ) yang dimaksudkan dalam hadist di atas. Di antara penganut tafsir ini adalah Al Imam Asy Syafi’i rahumahullah ( Manaqib Al Imam Asy Syafi’i Juz I hal. 469 ) dan para huffadz hadist.
Analisa
Dari ketiga pendapat tersebut maka jika kita memilih pendapat pertama, nampaknya mustahil dan hal ini bertentangan dengan kenyataan dalam sejarah. Sesunggunya para sahabat Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam banyak melakukan hal-hal baru yang tidak ada pada masa Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam. Seperi penggunaan nama Amirul Mukminin pada Khalifah, pelaksanaan tarawih berjama’ah secara terus menerus ( pada masa Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam pernah berjama’ah tapi kemudian secara sendiri-sendiri ), pembukuan Al Qur’an dan lain-lain.
Jika kita mengikuti kelompok kedua, maka kita pun akan menemui beberapa kontradiksi dengan kenyataan pada masa Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam maupun para sahabat. Jika kita mengatakan bahwa jika sesuatu itu baik, pastilah Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam akan paling dahulu melakukannya. Namun ternyata hal ini tidak sesuai dengan realita dalam kehidupan para shahabat dan tabi’in. Berikut ini beberapa contoh
1. Dalam kasus pembukuan Al Qur’an menjadi satu buku, ini baru dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq.
2. Dan penunggalan kodifikasi model Al Qur’an baru dilakukan di masa Amirul Mukminin Utsman.
3. Dalam kasus pembacaan qunut, Umar bin Khaththab memiliki doa qunut tersendiri yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( Al Adzkar An Nawawi hal. 49 ).
4. Dalam masalah do’a, seorang tabi’in Agung, Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib R.A. mengarang rangkaian doa yang kemudian diberi nama Ash Shahifah As Sajadiyyah.
Menurut saya, kelompok ketiga yang mengatakan bahwa bid’ah yang dimaksudkan dalam hadist di atas adalah segala sesuatu hal baru yang menyelisihi atau tidak bisa dikembalikan kepada Al Qur’an, Sunnah atau Ijma’. Tetapi jika hal baru tersebut masih bisa dikembalikan kepada dasar Al Qur’an, Sunnah atau Ijma’, maka hal tersebut bukan bid’ah dholalah ( bid’ah sesat ) yang dimaksudkan dalam hadist di atas Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam KULLU BID’ATIN DHOLAALAH ( Setiap bid’ah adalah sesat ). Ini lebih sesuai dengan realita dalam perjalanan sejarah Islam maupun kandungan hadist.
Hadist “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam perkara kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka ia tertolak” ( H.R. Abu Dawud ) justru menguatkan bolehnya berkreasi menyusun bacaan=bacaan doa, shalawat dan kalimat-kalimat baik lainnya. Karena Hadist ini memiliki beberapa kandungan makna ( Mafhum ) sebagai berikut,
1. Bahwa dalam hadist tersebut, ada perkara baru dalam urusan agama yang tidak berasal dari agama ( perkara yang tidak memiliki dasar baik secara umum maupun khusus ).
2. Perkara ini tertolak perkara baru dalam urusan agama yang tidak berasal dari agama ( perkara yang tidak memiliki dasar baik secara umum maupun khusus ) ini tertolak. Point 1 dan 2 ini disebut mafhum manthuq ( pemahaman eksplisit )
3. Secara tersirat ( implisit/mafhum ), ketika Rasulullah shallallah 3alayhi wa aalihi wa sallam menyatakan bahwa ada perkara baru dalam agama yang tidak berasal dari agama, hal ini mengisyaratkan adanya perkara baru dalam urusan agama yang berasal dari agama ( perkara yang memiliki dasar dari agama baik secara umum maupun khusus). Berbeda Jika redaksi hadist itu berbunyi, “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam perkara kami ini, maka ia tertolak”. Jika redaksi hadist demikian, maka seluruh kreasi baru secara mutlak ditolak. Tapi nyatanya dalam hadist di atas ungkapan “Hal-hal baru dalam perkara kami” masih disifati dgn ungkapan ”yang tidak berasal darinya”. Sehingga dengan demikian, ungkapan ini mengharuskan adanya hal-hal baru yang berasal dari agama.
4. Perkara pada poin no. 3, yaitu perkara baru dalam urusan agama yang berasal dari agama ( perkara yang memiliki dasar dari agama baik secara umum maupun khusus) tersebut secara otomatis tidak tertolak oleh cakupan hadist di atas. Karena penolakan hadist hanya pada perkara baru yang tidak ada dasarnya dari agama. Point 3 ini disebut dengan mafhum mukhalafah ( pemahaman implisit ). Inilah yang kemudian mendasari munculnya berbagai reaksi doa, shalawat atau bacaan2 lain dari para sahabat maupun tabi’in.
Karena itulah, sangat bijaksana ketika Al Imam Asy Syafi’I rahimahullah berkata, ”Setiap sesuatu yang mempunyai dasar dari dalil-dalil syara’ bukan termasuk bid’ah meskipun belum pernah dilakukan oleh salaf. Karena sikap mereka meninggalkan hal tersebut terkadang karena ada udzur yang terjadi pada saat itu, atau karena ada amaliah lain yang lebih utama atau barang kali belum diketahui oleh mereka“ ( Itqaan Shin’ah fi tahqiiqi ma’na bid’ah hal. 5 ).
Pemahaman ini pula lah yang kemudian memunculkan istilah bahasa ( bukan istilah syara’ ) bid’ah hasanah. Istilah bid’ah hasanah ini bukan berarti merupakan kontradiksi dari hadist “Kullu bid’ah dholaalah“. Karena bid’ah dalam hadist hadist “Kullu bid’ah dholaalah“ adalah bid’ah syar’I, sedangkan bid’ah hasanah yang diungkapkan oleh para huffadz merujuk pada istilah kebahasaan dengan pengertian; ”sesuatu yang tidak di lakukan/dicontohkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam, namun berada dalam keumuman atau kekhusussan sebuah dalil“.
Sebagai contoh bid’ah hasanah, adalah penerapan Q.S. Al Baqarah 263 dan hadist Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam, “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam“ ( H.R. Ahmad/Shahih ). Dari hadist ini, semua ucapan yang baik, baik itu bacaan Al Quran, berbagai bentuk pujian kepada Allah dan berbagai rangkaian doa. Karena itulah, maka,
1. Sahabat Bilal r.a. melakukan sesuatu yang secara khusus tidak pernah diajarkan oleh Rasulullahshallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam, namun masih masuk dalam keumuman hadist dan ayat di atas, yaitu membaca kumpulan ayat dari surat yg berbeda-beda yang dibuatnya sendiri dan Rasulullah shallallah 3alayhi wa aalihi wa sallam berkata, Baik ( H.R. Ahmad no. 544 ). Al Hafidz Al Haitsami berkata Rijalnya terpercaya.
2. Seorang laki-laki menambahi doa sesudah ruku yang tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam. Sesudah shalat, belaiu menanyakan orang tersebut dan beliau tidak membid’ahkan. Beliau justru bersabda, Aku melihat lebih 30 malaikat berebut menuliskan pahalanya (H.R. Bukhari no. 770 ).
3. Umar bin Khatab menambahi bacaan talbiyyah haji yang tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( H.R. Bukhari 170 ).
4. Seorang baduwi mendapatkan hadiah dari Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam karena membuat doa yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( bidah hasanah ) di dalam shalat ( H.R. Ath Thabrani dalam Mu’jam awssath no. 9447. Di sahihkan oleh Al Hafiidz Al haitsami dalam Majma3 Zawaid ).
5. Ibnu Mas’ud membuat redaksi shalawat sendiri ( H.R. ibnu Majah no.906 dan diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam jalaa’ al afhaam no hal 36 dan 72 ).
6. Utsman bin Affan menambah adzan jum’at menjadi 2 kali, suatu hal yang juga tidak pernah secara langsung diajarkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam.
Bagaimana pendapat anda dengan para sahabat tadi, khususnya Umar bin khatab yang menambahi talbuyyah haji dan sahabat Ibnu Mas’ud yang membuat sendiri redaksi sholawat Nabi. Apakah amalan mereka bid’ah
Jika anda menganggap bahwa semua bacaan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Rasulullah shallallah 3alayhi wa aalihi wa sallam sebagai bid’ah, alangkah banyaknya sahabat Nabi yang melakukan bid’ah. Sayyidina Umar dan Ibnu Umar bid3ah karena menambahi talbiyah hajji, Utsman bid’ah karena menambahi adzan Jum’at, Sahabat Anas, Abdullah bin Mas’ud dan Imam Ali bid’ah karena membuat redaksi shalawat sendiri ( Mu’jam Awsath no.9448, Ibnu Majah hadist 906, Jala’ al Afhaam hal. 36 dan 72, Thabrani dalam al Awsath 9089 ). Ribuan para sahabat yang iktu perang Yamamah dengan pemahaman bid’ah kelompok kedua juga menjadi sesat karena mereka meneriakkan ucapan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam yaitu meneriakkan Yaa Muhammadah ( Duhai Muhammad ) sebagai slogan peperangan ( Ibnu Katsir, Al Bidaayah wan Nihaayah Juz VI hal. 32 ). Padahal bukankah dalam konsep Ahlussunnah Wal jama’ah para sahabat adalah manusia yang bersih dari bid’ah ?
Kita juga telah memasukkan Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, seorang tabi’in yang disepakati ketsiqohannya karena mengarang doa sendiri ( lihat Al Faraj oleh Ibnu Abdi Dunya ), Imam Ja’far Ash Shadiq ( guru Imam Malik dan Abu Hanifah dan Tabiin terkemuka dari Ahlul Bayt )juga bid3ah karena membuat redaksi doa sendiri ( lihat, Abwab al Faraj ), Imam Asy Syafi’i juga bid’ah karena membuat redaksi bertawassul kepada Ahlul Bayt ( Tarikh Baghdad Juz 1 hal.133 ). Pemahaman bid’ah tentang bid’ah juga memasukkan Abu Hanifah sebagai ahli bid3ah karena menyusun redaksi tawassul ketika berziarah ke makam Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam ( lihat Fath Al Qadir dan Az Ziyaarah An nabawiyyah hal. 56 ), Imam Malik juga menjadi bid’ah karena mengajar Khalifah Al Manshur untuk berdoa menghadap makam Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam dan bertawassul kepada Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam ( Asy Syifa dgn sanad sahih ), juga telah memasukkan Imam Ahmad yang memerintahkan seseorang membaca Al Qur’an di sisi kuburan ( Ibnu Al Qayyim, Ar Ruh hal. 33 ). Kita juga memasukkan An Nawawi karena beliau menyusun Hizb Nawawi, suatu hal yang tidak pernah secara khusus diperintahkan oleh Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wasallam. Ribuan sahabat, termasuk Khulafa Rashidin, empat Imam Madzhab dan ribuan tabi’in bid’ah karena pemahaman bid’ah kelompok kedua ini. Dari sini, sudah tentu, pemahaman kelompok ketigalah yang lebih sesuai dengan jiwa hadist tentang bid’ah dan juga lebih sesuai dengan praktek para salaf shalih.
Maulid bukan sesat
Ketika kita memahami uraian di atas, maka kita tahu bahwa jika sebuah amalan masih dalam cakupan sebuah Nash, maka amalan tersebut diizinkan untuk dilakukan. Salah satu dasar peringatan Maulid adalah Q.S. Al Fathir : 3.
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?“
Dalam ayat ini bukankah Allah memerintahkan untuk mengingat nikmat-nikmatNya ? Kalau nikmat makanan, minuman atau pakaian saja kita diperintahkan untuk mengingat, lantas bagaimana kita dilarang untuk mengingat nikmat teragung, yaitu diutusnya Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi sallam kepada kita. Dalam kaidah ilmu tafsir maupu ushul fiqh, sebuah ayat yang bersifat umum ( aam ) berlaku untuk seluruh unit-unit cakupan di bawah keumumannya, kecuali jika ada takhsis/pengkhususan. Artinya tidak ada hadist atau ayat yang menerangkan bahwa kita hanya diperintahkan untuk mengingat nikmat makanan, minuman, kesehatan dll, dan kita dilarang untuk mengingat nikmat diutusnya Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam kepada kita ? Ini sangat tidak masuk akal. Apa artinya nikmat makan, nikmat minum, nikmat mobil dibandingkan dengan nikmat diutusnya Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi sallam kepada kita.
Dasar yang lain dari peringatan Maulid adalah Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” ( Q.S. Yunus : 58 ). Ayat ini menjelaskan perintah bergembira dengan datangnya nikmat Allah. Bukankah Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi sallam juga nikmat Allah kepada kita ? Bahkan nikmat teragung. Tentu sudah sepantasnya kita bergembira karenanya.
Satu hal lagi yang perlu menjadi bahan renungan adalah bahwa Maulid Nabi shallallah ‘alayhi wa aalihi sallam hanyalah sebuah alat untuk menggiring manusia mendengarkan riwayat hidup Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi sallam. Bukan ghayah ( tujuan akhir ). Tujuan utama dari semua ini adalah agar manusia mengenal dan akhirnya mencintai Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi sallam serta meneladani beliau.
Nah, hukum alat/wasilah adalah mengikuti hukum tujuan. Al Utsaimin berkata, ”Di antara kaidah yang ditetapkan adalah bahwa perantara itu mengikuti hukum tujuan. Jadi perantara yang dari tujuan yang disyariatkan juga di syariatkan. Perantara dari tujuan yang tidak disyariatkan juga tidak disyariatkan. KARENA ITU, PEMBANGUNAN MADRASAH-MADRASAH, PENYUSUNAN ILMU PENGETAHUAN DAN KITAB-KITAB MESKIPUN BID’AH YANG BELUM PERNAH ADA PADA MASA RASULULLAH SHALLALLAH ALAYHI WA AALIHI WA SALLAM DALAM BENTUK SEPERTI INI, NAMUN ITU BUKAN TUJUAN MELAINKAN HANYA PERANTARA SEDANGKAN HUKUM PERANTARA MENGIKUTI HUKUM TUJUANNYA ( Al Ibda’ Fi Kamal Asy Syar’I ). Sebagai catatan kecil, dalam uraian ini Al Utsaimin juga menggunakan/mengakui istilah bid’ah dalam konteks kebaikan.
Para sahabat dan tabi’in tidak memerlukan seremonial Maulid karena mereka hidup pada masa terbaik dan kecintaan mereka telah memuncak pada Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi sallam. Namun kita yang hidup di zaman yang penuh hedonis ini sangat memerlukan Maulid sebagai salah satu sarana untuk memompa kecintaan kita kepada Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi sallam.
Berikut ini adalah para Huffadz yang merekomendasikan kebaikan Maulid Nabi shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam
1. Imamul Qurra Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya Urif bitta rif Maulidissyariif
2. Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy
3. Imam Al Fafidh Ibn Abidin rahimahullah dalam bukunya, Syarahnya Maulid Ibn Hajar.
4. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
5. dengan karangan maulidnya yg terkenal Al Aruusâ
6. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148
7. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dihyah Al Kalbi dengan karangan maulidnya yang bernama Attanwir fi Maulid Al basyir an nadzir.
8. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dengan maulidnya urfu at ta rif bi maulid assyarif.
9. Imam al Hafidh Ibn Katsir yg karangan kitab maulidnya dikenal dengan nama : Maulid ibn katsir.
10. Imam Al Hafidh Al Iraqy dengan Maulidnya Maurid Al Hana Fi Maulid Asana.
11. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy telah mengarang beberapa maulid : Jaamiâ Al Astar Fi Maulid Nabi Al Mukhtar 3 jilid,
12. Imam As Syakhawiy dengan Maulidnya Al Fajr al Ulwi fi Maulid an Nabawi.
Sebagai kata penutup, maka izinkan saya menyampaikan bahwa perayaan Maulid pernah selama ratusan tahun menjadi amalan ummat Islam seluruh dunia, mulai Maroko hingga Papua. Mulai Cechnya di ujung utara hingga Yaman di ujung selatan. Dan ini dengan rekomendasi seluruh ulama pada masa itu, baik muhadditsin, mufassirin, fuqaha dll, baik kalangan awam maupun ulama. Jika di katakan bahwa jumlah bukan ukuran, maka pendapat ini adalah pendapat mereka yang menyimpang dari kebenaran. Ketika masing-masing pihak “merasa” memiliki hujjah dari Al Qur’an dan Sunnah, maka jumlah lah yang menjadi pedoman berikutnya. Bukankah “Sesungguhnya ummatku tidak akan sepakat dalam kesesatan. Dan jika kalian melihat perselisihan, maka berpeganglah dengan golongan yang terbesar“ ( H.R. Ibnu Majah ). Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallah alayhi wa aalihi wa sallam berabda, “Ikutilah kelompok terbesar“ ( H.R. At Turmudzi ). Jika jumlah bukan ukuran kebenaran, lalu apa maksud hadist tersebut ? Bahkan sebagaimana pendapat para ahli ushul, andaikan kita tidak menemukan dalil pun, berdasarkan hadist di atas, jika kita melihat kesepakatan para ulama, maka itu sudah cukup untuk menjadi hujjah tanpa memerlukan memeriksa dasar-dasar lebih lanjut. Demikian ulasan saya tentang Maulid Rasulullah shallallah ‘alayhi wa aalihi wa sallam. Jika ada kekurangan mohon teguran dan saran. Jika ada kebaikan, semua dari Allah semata.
Wallahu A’lam bish showaab. Wa Shollallah ‘ala Sayyidinaa Muhammadin wa alaa aalihi wa shohbihi wa sallam. walhamdu liLlaahi Robbi alamien.
@kuya
Mana yang harus diikuti.
Imam Bukhhori atau Habib Mundzir.
apa ente mau mengatakan ada hadits yang tidak tercatat dan dibukukan oleh Para Imam dahulu lalu tidak beredar pada Kitab-kitab yang sekarang beredar. tapi diketahui oleh Habib Munzir. Jawab Ya Akhi. !!!
Sungguh tampak jelas…
sejelas matahari di siang bolong
para pemuja habaib tidak sanggup.
dan tidak akan sanggup membawakan sejumlah hadits, hatta satu hadits untuk menguatkan bid’ah yang mereka perjuangkan.
karena memang SUNNAH menjadi LAWAN DARI BID’AH. kalaupun mereka membawakan sejumlah DALIL. sangat nampak dalil tersebut MEREKA SERET, mereka paksakan sehingga seolah-olah mendukung BID’AH mereka. liat saja apa yang mereke bawakan SEBAGAI DALIL (itupun kalau kita mau mengatakan sebagai DALIL). Nabi Shallallahu alaihi wasallam berpuasa pada hari senin. mereka SERET KEPADA MAULID (meski pada asalnya ini adalah hadits Nabi Shallallahu alaihi wasallam, tapi digunakan tidak pada tempatnya. Apakah mereka tidak pernah belajar bagaimana cara berdalil. camkan wahai PARA PEMUJA HABIB. Ingat Kami Ahlusunnah adalah para pencinta Ahlul Bait. Tapi Ahlussunnah Mencintai mereka sebagaimana mestinya, tidak lebih.
Abu Unaisah..argumennya Ust. Abul Fatih mantap..dibaca donk..Biar antum tambah ilmunya
Comen saya kok nggak ditanggapi..trus hilang….Gimana nih Pak Admin
Betul Abu unaisah.
Dalil Aqiqah dianggap maulid adalah sesuatu yg dipaksakan.
Karena orang yang meng-aqiqahi anaknya atau meng-aqiqahi dirinya setelah dewasa itu tidak dinamakan ulang tahun.
Aqiqah beda dengan ulang tahun dan beda dengan maulid. Orang yang masih bagus akalnya pasti bisa membedakan hal ini. Kecuali orang-orang yang sudah taklid buta sama habib dan kyainya.
Ada beberapa Kyai NU yang sudah bertaubat dari maulid dan .amalan-amalan bid’ah lainnya. Hendaknya kita semua bisa meneladani mereka dalam masalah ini.
Pendapat Imam Al Hafidh AbuSyaamah
rahimahullah (guru Imam Nawawi):
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di
zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat
setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu
para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan
Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada
beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran Nabi saw.
u/Para Wahabi amalkan amalan menurut amalan kalian, kamipun akan mengamalkan amalan menurut amalan kami.
Janganlah kalian saling mencaci diantara kaum muslimin.
@Abu Unais : jangan terlalu sombong, kesombongan itu hanya milik Allah swt, apa yg perlu kita disombongkan didunia ini? semua yang ada adalah titipan allah swt kepada kita, marilah kita saling menghargai perbedaan ini.
Masih banyak hal2 yang harus dipikirkan oleh Islam ini…!!! Biarlah kami beramal dgn amalan kami, kalopun amalan kami ini bid’ah dan menurut kalian tertolak biarlah Allah swt yang Maha menentukan bukan kalian kan? kami beramalpun ada guru yang membimbing kami dari orang2tua kami, kami beramal seperti inipun tidak menyusahkan kalian/tidak meminta-minta kepada kalian.
Adakah HADIST YANG MELARANG dari amalan kami tersebut? Camkanlah satu hadist berikut :
“Sungguh sebesar – besarnya dosa muslimin
dengan muslim lainnya adalah pertanyaan yang
membuat hal yang halal dilakukan menjadi haram,
karena sebab pertanyaannya”(Shahih Muslim).
Lama gak nengok Blog ini,,ada juga yang memulainya lagi. Abu….pertanyaan anda itu bodoh, orang sd juga bisa menjawabnya,,Ab,,jangan ngeklaim ASWAJA yah,,sembarangan dikau,Inget yah Imam nawawi aja udah dikeluarin dari golongan ASWAJA oleh kaum anda,,padahal gak ada satupun ulama wahabi yang kapasitas ilmunya di atas imam nawawi…gak ada faktanya wahabi itu aswaja itu hanya klaim aja,,maklum pengen diakui eksistensinya,,merekakan minoritas,,,jadi teriaknya kayak orang kesakitan yang pengen didenger oleh orang lain.
Bahkan banyak yang menilai wahabi itu sesat dan menyesatkan fahamnya.yang ngeklaim wahabi itu aswaja hanya dari dedengkotnya wabahi aja agar bisa dengan mudah mengelabui orang2 macam anda yang gampang dibutakan..kasian lo,baru belajar dan denger kicauan ustad wahabi,,udah aneh2 tingkahnya.
Para pemuja taimiah dan abdul wahab tidak bisa membedakan dalil mana untuk hal apa,mereka hanya menguraikan penjelasan khusus dengan dalil2 umum.
Imannya aja masih ngaco,menyatakan Alloh berada di arsy,,yang lainnya juga pasti ngaco.Imam tanpa tandingnya aja sudah mengakui kekhilafannya,eh cecurut wahabi kelas teri masih mengikjutinya.kasian deh lo….
PARA PEMUJA HABIB.????Waduh,idiot bin tolol banget ucapan anda, gak bisa membedakan mana memuja dan menghormati,,Yang menjadi pemuja itu anda wahabian,anda adalah kaum yang memuja Ibu Taimiyah, Bin Baz, Al bani,dll..Karena anda tidak menerima faham2 ulama lain, sebelum diakui legitimasinya oleh ulama2 versi wahabi….Terbukti,siapa yang bodoh dan tolol.Makanya jangan taklid buta ama ustad2 wahabi…
Abu,,makanya hati2 kalo membaca buku dan berguru,,jangan membaca buku yang telah diperkosa isinya oleh segelintir orang sehingga isinya menjadi rancu dan tidak merepresentativkan maksudnya,,jangan taklid ama buku2 dari wahabi aja,,banyaklah belajar dari buku2 ulama lainnya dan guru2 lainnya,,jangan dari wahabi melulu,,dari situ anda bisa membandingkan mana yang benar dan mana yang salah,,sehingga menjadi objektif hasilnya.semoga alloh memberikan anda hidayah. Amin
akhi kuya
tunjukkan bukti anda bahwasanya kami (salafiyun) tidak menganggap Imam An Nawawi sebagai ulama Ahlus Sunnah!
dalam situs ini saja anda seharusnya bisa melihat bahwa kitab Arba’in Nawawi adalah salah satu kitab yang dirujuk oleh Ustadz Abu Ubaidah.
Saudara – saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan – ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Asshiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”. Lalu berkata pula Zeyd bin Haritsah ra : ”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun (Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua”.
Maka kuhimbau saudara – saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal – hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar Asshiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin Haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt.
Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah. Dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dengan geraham (yang maksudnya berpeganglah erat – erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka).
Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid’ah
1. Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi 2, yaitu Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela), maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)
2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yang berbunyi : “seburuk – buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal – hal yang tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya” (Shahih Muslim hadits No.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yang baik dan bid’ah yang sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)
3. Hujjatul Islam Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)
Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat – buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya”. Hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan – kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yang baru adalah Bid’ah, dan semua yang bid’ah adalah sesat”, sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan bid’ah yang tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)
Dan berkata pula Imam Nawawi : “Bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu bid’ah yang wajib, bid’ah yang mandub, bid’ah yang mubah, bid’ah yang makruh dan bid’ah yang haram.
Bid’ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil – dalil pada ucapan – ucapan yang menentang kemungkaran. Contoh bid’ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku – buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren. Dan Bid’ah yang mubah adalah bermacam – macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui. Demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa “inilah sebaik – sebaiknya bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)
4. Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun Makhsush”, (sesuatu yang umum anyg ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yang Menghancurkan segala sesuatu” (QS. Al-Ahqaf : 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah KU-pastikan ketentuan-KU untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” (QS. Assajdah : 13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).
Kemudian bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits dan para Imam maka mestilah kita berhati – hati darimanakah ilmu mereka? Berdasarkan apa pemahaman mereka? atau seorang yang disebut imam padahal ia tak mencapai derajat Hafidh atau Muhaddits? atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa – fatwa para Imam?
Bi,,ni kutipannya,gue copi paste (Taqlid) dari Kitab Syeikh Liqa’ Bab al-Maftuh 8,
yang diselia Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al-Thayyar,
Cetakan Dar al-Wathan, Riyadh
Sebagaimana kita menjadikan al-Nawawi dan Ibn Hajar al-Asqalani kedua-duanya bukan dari Ahli Sunnah Wal Jamaah?
Jawapan : “Berdasarkan kepada apa yang dimazhabkan (diputuskan) pendapat mereka di dalam isu-isu perbahasan Nama-nama dan Sifat-Sifat Allah, kedua-dua mereka bukan dari Ahli Sunnah Wal Jamaah (kafir).”
Soalan susulan : “Secara mutlak, mereka bukan dari Ahli Sunnah Wal Jamaah?
Jawapan : “Kita tidak menjadikannya secara mutlak. Saya beritahu anda bahwa barangsiapa yang menyanggahi golongan al-Salaf dalam memahami Sifat Allah tidak diberi gelaran mutlak bahawa ia bukan dari Ahli Sunnah Wal Jamaah. Bahkan ditaqyidkan…hingga bila dikatakan dia (seseorang itu) Ahli Sunnah Wal Jamaah (mungkin) dari sudut feqhiyyah contohnya. Adapun jika tareqat (metodologinya) itu bid’ah..ia bukan dari Ahli Sunnah Wal Jamaah.”
Kayaknya gak ada ulama wahabi dari jaman dulu dan sekarang yang kapasitas ilmunya di atas Imam Nawawi..Siapa Bin Baz,Albani,Dll cs malu gue taklid buta ama ulama wahabi…Memang perkataan beliau (Imam Nawawi) sering dijadikan rujukan bagi kaum wahabian (setengah2 dan tidak seluruhnya, dan menggunting yang sesuai aja dengan hawa nafsu mereka),,mereka juga banyak dipelintirkan buku2 dan karangan2nya (laknat Alloh bagi yang suka memenggal perkataan2 ulama dalam menyampaikan risalah).
Saya suka heran dan takjub kalau membaca buku-buku atau artikel dari kaum Salafi (Wahabi), sering kali di akhir hadist ditemukan kata-kata “: disohihkan oleh Al-Bani….atau didhoifkan oleh Al-Bani…” saya jadi bertanya dalam hati , apasih kapasitas AL-Bani untuk men-sohih dan men-dhoifkan hadist….seberapa banyak Syeikh yang dipuja oleh kaum Salafi Wahabi memiliki hafalan dan menguasai Hadist….Apakah tidak cukup yang telah disohihkan dan didhoifkan oleh Imam Bukhari,Muslim, dan Imam-Imam terdahulu…?Berapa sich hadist yang ada sekarang dan dapat di kitabkan dibandingkan dengan yang ada pada zaman Imam-Imam terdahulu, jauh sebelum Al-Bani dilahirkan…dan berapa banyak hadist-hadist yang hilang dan belum sempat dibukukan….Jadi perbuatan men-sohih dan mendhoifkan hadist yang dilakukan oleh Ulama pujaan Wahabi Salafi Syeikh Al-Bani…adalah suatu sangat tidak pantas ,berlebihan, dan terlalu dipaksakan ..dalam rangka menambah percaya diri kaum Salafi Wahabi….yang memang nyata-nyata memiliki pemahaman yang jumud, dangkal, dan memyalahi pemahaman mayoritas Umat Islam yaitu AhlulSunah Waljama’ah.
Mohon kalau kurang berkenan dengan uneg-uneg saya ini…
1. kata kafir dalam tanda kurung itu tambahan dari kamu sendirikah? kalo iya, berarti kamulah yang telah melakukan takfir. dan ini pasti copasan dari salafytobat cs.
2. Ibnu Hajar dan An Nawawi memang ada sedikit penyimpangan dalam Aqidah asma wa shifat. mereka cenderung mengikuti pemikiran asy’ariyah. namun tidaklah sedikit kesalahan ini menyebabkan mereka dikeluarkan dari Ahli Sunnah.
3. sebutkan 1 contoh saja sikap wahabian yang kamu maksud menggunting perkataan An Nawawi!
“Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar!”
Kuya, coba kalo posting jangan asal nukil, coba datangkan teksnya yang asli dalam bahasa arab! jangan jangan anda juga cuma asal comot!
sekali lagi saya nasehatkan, anda dengar dulu dengan seksama kenapa hal ini terlarang, atau bagaimana memahami pokok permasalahannya, bagaimana mau komentar yang benar, lha wong tidak mau dengar atau mau baca! coba anda gunakan hati dan akal anda, mana pendapat yang paling kuat dalam hal ini.
kalau anda tidak mau dengar atau membaca serta membandingkan sepertinya anda nggak usah komen aja. nambah ilmu tidak, nambah bodo iya!
eh! anda tau nggak, kalau imam Nawawi atau yang lebih hebat dari beliau yaitu Imam Syafi’i menyatakan tidak diterimanya bacaan Qur’an yang dikirimkan kepada mayyit. Trus anda ikut siapa? Imam Syafi’i atau Habib kebanggaan anda? kalau anda ikut habib, berarti anda telah menganggap lebih hebat habib dibanding Imam Syafi’i (ini kalo mengikuti pola pikir anda lho). Wah ini musibah!!
untuk anda ketahui wahai Kuya, kita tidak pernah mengganggap ulama itu selalu benar, juga tidak mengganggap bahwa ulama bila salah kita katakan mereka ahlul bid’ah atau telah keluar dari ahlus sunnah. akan tetapi kita tempatkan mereka dikedudukannya sebagai manusia. kalau benar kita ikuti, kalau salah kita tidak ikuti, siapapun mereka, kecuali Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam. Bukankah dalam hal ini Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam dan para Sahabat-Nya bahkan generasi awal sampai abad ketiga tidak melakukan acara maulid? kira kira hebat mana ya Ibnu Hajar atau Imam Abu Syamah dengan mereka? -sekali lagi ini kalau memakai logika anda, dan maaf saya tidak makai logika yang demikian-. Wallahu Yahdik…
Jakarta, NU Oline
Pembajakan kitab tidak hanya dilkukan oleh penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah di Lebanon terhadap kitab Sirajut Thalibin karya Syekh Ihsan Jampes. Belakangan diungkap beberapa manipulasi dalam kitab terbitan Timur Tengah yang beredar di Indonesia.
Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar Jombang KH Aziz Masyhuri mengungkapkan, dalam kitab Al-Adzkar terbitan Saudi Arabia, salah satu bagian penting yang menjelaskan tentang ajaran tentang berdoa dengan perantara atau tawashul sengaja dihapus, karena dianggap bertentangan dengan ajaran Wahabi. Padahal kitab yang dikaji di berbagai pesantren itu ditulis oleh ulama Sunni yang menganjurkan tawashul.
Saat berkunjung ke redaksi NU Online pertengahan bulan lalu, mantan ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) ini menuturkan, dirinya telah lama menemukan manipulasi itu, bahkan sejak awal awal tahun 2000.
Selain kitab Al-Adzkar, alam kitab Tafsir Shawi, misalnya, ditengarai terjadi penghapusan beberapa baris, sehingga memenggal isi pokok kitab tersebut.
Menurut Kiai Aziz, pihaknya sempat mengirimkan surat protes kepada pihak penerbit Saudi Arabia atas sepengatahuan Dr KH Agil Al Munawwar, menteri Agama saat itu, tetapi surat protes itu tidak pernah ditanggapi oleh mereka.
Ia menduga masih banyak kitab yang sisinya sudah diacak-acak seperti itu. Karenanya ia meminta PBNU dan kalangan pesantren untuk kritis terhadap keaslian kitab yang dikaji.
”Kita perlu terus mentashih kembali kitab-kitab yang akan dikaji di pesantren, agar tidak menyebabkan kepeincangan dan kesesatan,” katanya
Sesepuh NU yang rajin menghimpun arsip NU ini juga berharap agar penyelidikan terhadap kasus pembajakan kitab Sirajut Thalibin sekaligus dijadikan momentum untuk mengkaji kitab yang ada, baik dari segi hak cipta maupun dari segi matan atau isinya agar bila terjadi penyimpangan bisa segera di luruskan.
“Ini salah satu bentuk menjaga nilai-nilai Aswaja yang saat ini memang sedang banyak menghadapi tantangan baik dari kelompok liberal yang marak di kalangan muslim Timur Tengah, maupun rongrangan dari kelompok fundamentalis Islam sebagaimana dilakukan terhadap kitab Al-Adzkar tersebut,” katanya.
Memang inilah yang sering dilakukan Kaum Salafi (Wahabi)…memotong,menukil /memuat sebagian,memanipulasi isi kitab Ulama-ulama terdahulu…
Kalau diprotes dan diminta konfirmasi, sering kali mereka mengelak dan pura-pura nggak tau…bahkan kalau ditantang debat terbuka dan bertemumuka untuk membuktikan dalil-dalil yang mereka pakai untuk membid’ahkan dan mensesatkan muslim lain diluar mereka untuk diadu dengan dalil-dalil yang berseberangan dengan pemahaman dangkal mereka , kaum Salafi Wahabi nggak berani dan mencari alasan yang nggak masuk akal.Jadi kesimpulannya….mereka hanya berani koar-koar di internet…untuk menutupi keterbatasan pemahaman dan kedangkalan ilmu mereka….ALLAHU’ALAM…
SUDAH SANGAT JELAS, Para imam wahabi hanya menjelek2 ulama lain, karena dari mereka tak satupun mencapai derajat alhafizd, demikianlah kalo manusia sudah dengki/hasad/Ujub kepada orang lain yang lebih pintar.
Kemudian bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits dan para Imam maka mestilah kita berhati – hati darimanakah ilmu mereka? Berdasarkan apa pemahaman mereka? atau seorang yang disebut imam padahal ia tak mencapai derajat Hafidh atau Muhaddits? atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa – fatwa para Imam?
Yang sesat itu wahabi atau assyaari????kalo kaum bahlul wahabi bilang assyaari sesat,,sama aja menyesatkan mayoritas umat muslim di dunia (Ratusan ulama ASWAJA memegang aqidah assyaarie,,sedangkan ulama yang berpegang pada wahabi???saya ragu apa benar mereka ulama??atau ulama yang telah disesatkan oleh Alloh,,,
Wah,kebahlulan yang semakin menjadi2 (watak tidak menerima pendapat orang lainnya keluar)…Wah,,,emang otaknya perlu diluruskan,,gak faham kali makna dari tulisan ane,,kebanyakan di doktrin kaum salahfi dari saudi nih ckckkkk….
Imam tanpa tanding (versi wahabi) aja pernah tergelincir dalam masalah aqidah,,eh malah di puja2,malah ulama2 yang menyebarkan ilmunya ampe ke ortu nt dan ke nt (sebelum virus wahabi menulari nt) ampe disesat2kan. Waduh,,wahabi emang terbukti begini sifatnya…
Wah,kebodohan bahlul bid’ah wahabi semakin menjadi!
“anda tau nggak, kalau imam Nawawi atau yang lebih hebat dari beliau yaitu Imam Syafi’i menyatakan tidak diterimanya bacaan Qur’an yang dikirimkan kepada mayyit”,
tunjukkan nash asli karangan beliau berikut buku serta halamannya.Tapi ingat, jangan dari buku beliau yang dikarang dan dinukil oleh antek2 wahabi, itu sih udah “diperkosa” isinya. Hadist Imam muslim dan imam tanpa tandingnya aja dipenggal2 oleh wahabi laknatulloh,apalagi nash2 ulama terdahulu yang memegang aqidah ASWAJA pada umumnya.
Bahlul,,bahlul,,perkataan dan sanggahan anda di atas membuktikan betapa bodohnya kaum anda dalam menilai suatu masalah yang hanya didasarkan kepada penilaian yang menurut kaum anda saja benar.
Memang ulama tidak selalu benar,saya sangat setuju sekali. Tapi ingat bi,,,ulama2 yang hidup pada jaman tersebut bukan ulama sembarangan,gak seperti ulama2 sekarang yang ngaku2 ulama,tetapi kapasitas ilmunya sangat meragukan (itukah ulama yang anda ikuti?),,,mereka mengeluarkan suatu pendapat yang terkait dengan fikih,tasawuf,aqidah atas dasar rujukan al-qur’an dan hadist, mereka bukan orang sembarangan bi,,,hanya kita aja yang terlalu dangkal keilmuannya,sehingga menganggap hal itu salah dan melenceng.Kalo pun imam syafei keliru,,,sebutkan satu hal dari pendapat beliau yang keliru?????kalopun ada yang keliru,itu hanya karena tidak sesuai dengan ajaran sekte wahabi aja,,ya,anda2 inilah yang hebat dalam memenggal perkataan ulama,mengambil yang sesuai dengan sekte anda dan membuang hal yang bertentangan dengan sekte anda.Padahal yang dibuangnya tersebut justru diikuti oleh ulama dan ratusan juta umat muslim di dunia(Yang beloon jadi siapa bi,,,kami atau anda????) Kalaupun misalkan ada perbedaan,itu bukan perbedaan pokok,tetapi cabang.
Ane tanya donk ulama macam Bin Baz,Albani,Dll….yang berojol du dunia setelah masa 1400 tahun dari jaman rosul (itu yang anda ikuti??????) menganggap mereka lebih memiliki kapasitas dibandingkan Imam Syafei????Imam Muslim????/Bukhori?????wong banyak hadist2 muslim yang diragukan oleh Al Bani,,padahal dia baru berojol abad 20an,,,pake logika donk bi……pake akal sehat donk biiiiiiiiiii,,,lo pada mau ngikutin ulama2an atau ulama beneran yang sudah diikuti ratusan juta muslim, sebelum sekte wahabi muncul merusak tatanan muslim dunia…pake logika donk…..ampun,,,susah banget ngejelasin pada wahabiol nih….
Subhanalloh, benar-benar telah terjadi debat kusir yang menegangkan dan kelihatannya masing-masing pihak ingin menang sendiri sehingga tidak lagi menunjukan tata krama adab seorang muslim terhadap saudaranya, muslim yang lain. Kita sudah sering menjumpai hal yang seperti ini disekeliling kita dan benar-benar menyedihkan. Kita sama-sama mengaku muslim dengan kitab suci yang sama dan nabi yang sama. Tapi yang berbeda satu dengan yang lain adalah pemahaman. Dari sisi inilah benturannya. Sekarang mari kita kembali kepada agama kita dengan hati yang lurus dan berupaya untuk saling memberi hidayah kepada saudaranya. Bukankah Nabi SAW bersabda : ” tidak sempurna iman seseorang sampai ia mencintai saudaranya apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri”. Kita tunjukan hujjah kita jika kita berbeda pendapat dengan saudara kita dengan cara yang ma’ruf, penuh hikmah dan sabar. Jangan memaksakan pendapat kepada seseorang dan jangan saling mencela sampai melampaui batas. karena Alloh talah berfirman : Innalloha laa yuhibbul mu’tadiin (sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas). Kita semua telah sama-sama tahu bahwa Nabi SAW itu tauladan kita dan ikutilah jejak beliau SAW dengan baik sebagaimana yang difirmankan oleh Alloh dalam S. Al-Ahzab : 21 dan S. Al-Qolam : 4. Itulah pedoman kita wahai Ikhwah. Dan ingatlah firman Alloh dalam Al-Isro : 36 : ” dan janganlah kalian mengikuti sesuatu yang kalian tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati , semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. Berhati-hati berbicara atas nama agama. Alloh juga telah berfirman dan ini sebagai rujukkan kita : Berpeganglah kalian kepada Tali (agama Alloh) dan janganlah kalian bercerai berai ( S. Ali Imron : 103). Semoga Alloh memberi petunjuk kepada kita semua wahai saudaraku seagama kepada jalan yang lurus dan Dia ridhoi. Amin
Saudara – saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan – ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Asshiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”. Lalu berkata pula Zeyd bin Haritsah ra : ”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun (Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua”.
Maka kuhimbau saudara – saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal – hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar Asshiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin Haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt.
Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah. Dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dengan geraham (yang maksudnya berpeganglah erat – erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka).
Makasih atas “pencerahannya” Abu Kholid..Hanya saja,,,,apa yang anda katakan di atas,alangkah lebih pantas apabila ditujukkan kepada kaum wahabi….
Buat saudaraku kuya, saya sangat takut mencela seseorang atau suatu kelompok tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’ atau tanpa ilmu yang haq. Marilah kita semua bersikap adil didalam agama ini, bukankah Alloh Subhana Wata’ala, Robb yang kita cintai itu telah berfirman : ” Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berbuat adil ” (S. Mumtahanah : 8). Kita semua tentu sangat menginginkan kebenaran dan keadilan dan tentu sangat tidak suka dikatakan sesat, menyimpang bahkan kafir oleh saudara kita yang lain sesama muslim. Oleh karena itu mari kita tinggalkan fanatisme golongan dan mencoba kembali kepada agama ini dengan hati yang bersih dan lurus. Ijinkahlah saya untuk menjelaskan sedikit dari apa yang saya ketahui dan mudah2an keterangan ini bisa membuka hati kita dan melembutkan hati kita yang semula keras. Kita semua sama-sama telah mengerti, memahami dan mengetahui bahwa islam itu hanya satu dan hanya islamlah agama yang haq dan diakui (S. Ali Imron : 19). Oleh karena itu tidak ada didalamnya al-wahabi atau al-asy’ari atau nama-nama yang lain. Seharusnya kita merujuk kepada Rosululloh Sholollohu ’alaihi wassalam ketika beragama sebagaimana firman Alloh : ”dan apa saja yang diberikan oleh Rosul kepadamu maka terimalah dan apa saja yang dia larang bagi kalian maka tinggalkanlah. Bertaqwalah kalian kepada Alloh, sesungguhnya Alloh amat keras siksaNya” (S. Al-Hasyr : 7). Dan juga firmanNya : ” Berpeganglah kalian kepada Tali (agama Alloh) dan janganlah kalian bercerai berai ”( S. Ali Imron : 103). Namun perpecahan itu adalah sunatulloh dan seperti yang kita lihat dalam blog ustad yang mulia ini antara saudaraku kuya dengan saudaraku yang lain. Mengapa ini terjadi ? qodarulloh. Dalam hadits iftiroq atau perpecahan dalam umat ini yang sangat terkenal yang kita semua telah sama-sama mengetahuinya dapat kita ambil pelajaran tsb dari Sabda Nabi Sholollohu ’alaihi wassalam sebagai solusi : Ma ana ’alaihil yauma wa ashaabiy ( apa-apa yang aku dan para shohabatku berada pada hari ini) (HR. At-Tirmirdzi, hassan). Nah nyambung dengan S. Al-Hasyr : 7 tadi dan juga diperkuat dengan S. At-Taubah : 100 : ” Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-pertama masuk islam dari kalangan muhajirin dan anshor dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepadaNya. Alloh telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya kekal mereka didalamnya, yang demikian itu adalah kemenangan yang agung”. Dan dalam S. An-Nisa : 115 : ” dan barang siapa yang menentang rosul (menyelisihi jalannya) sesudah jelas baginya petunjuk dan tidak mau mengikuti jalannya orang-orang mukmin maka kami palingkan dia kemana dia berpaling dan kelak akan kami masukkan dia kedalam jahannam dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. Orang-orang mukmin yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang mukmin yang al-qur’an turun kepada mereka yakni para shahabat nabi. Inilah jalan kebenaran yang wajib kita ikuti agar selamat kelak diakhirat yakni mengikuti jalan yang dicontohkan oleh rosul dan para sahabatnya. Mereka itulah yang kerap disebut salafus sholeh. Konsekwensinya apabila kita menyelisihi jalan mereka adalah ancaman Alloh dengan siksaNya diakhirat. Nah marilah kita bersikap adil dan arif, apakah kita selama ini telah mengikuti jalan mereka atau tidak ? apakah kita telah menjadi orang yang mengikuti jalan mereka dengan baik atau tidak ? mari instropeksi. Kesimpulannya adalah : mari kita ikuti jalan para salafus sholeh atau jalannya orang-orang yang mengikuti jalannya salafus sholeh itu (para ulama) karena dalil-dalilnya sudah jelas baik dari segi aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, dll. Demikian penjelasan singkat saya mudah2an bisa bermanfaat. Mohon maaf bila terkesan menggurui saudara-saudara. Barokalohufiikum.
buat abu klodil,,komen anda sangat tepat apabila ditujukkan kepada kaum wahabiol,,,,kalau “jelek” jangan salahkan kacanya, tapi salahkan kejelekannya.
Untuk Seluruh umat muslim mau yang bgmn pun asal jgn saling salah menyalahkan, merasa ilmu yang didapati itu yang paling benar… dan Hanya yang Maha Mengetahui yg Pantas Membenarkan dan Menyalahkan sesuatu ajaran yang dianggap itu salah………..
NB. Meskipun berbeda Ilmu berbeda mua’malah maupun a’maliyah tujuan kita sama Beribadah di muka bumi ini…………
@Kuya
Assalamu’alaikum
Kuya, Sikap anda hanya menjatuhkan harga diri anda sendiri !!
jika apa yang anda katakan itu 100% benar (atau bahkan lebih dari itu), maka dengan sikap anda yang seperti ini,
saya katakan : SAYA RAGU TERHADAP APA YANG ANDA SAMPAIKAN.
to Ahmad, silakan ragu dengan apa yang saya katakan (mungkin maksud anda adalah perkataan yang keluar dari saya pribadi),tapi sekalipun mohon jangan ragu mengenai makna yang saya sampaikan (karena makna yang saya ungkapkan adalah jelas dan bukan semata2 berasal dari saya pribadi. Bahwa maulid itu adalah boleh, hanya orang yang dangkal saja yang menyatakan bahwa maulid iti bid’ah (dholalah)….
Sekali lagi,cukuplah jelas dan terang dari komen2 di atas yang saya baca. Wahabi hanya berkutat pada dalil2 tertentu saja,sehingga mengenalisir semua perkara dengan dalil umum.Penjelasan dari saudara Abu Fatih saya rasa cukup bermakna bila kita menelaahnya dengan pikiran jernih. Yang mengatakan saya “tidak nyambung”, sesungguhnya tidaklah memahami makna yang saya tuliskan. Benar yang harus diikuti adalah kaum salaf.Tapi bukan salafi (wahabi), karena mereka adalah salaf2 palsu yang bertebaran. Benar, saya “benci” kepada kaum wahabi, sebenci wahabi benci terhadap kaum Assyaari. Namun “kebencian” yang saya rasakan bukan tanpa alasan, mudah2an dengan “kebencian” saya tersebut dapat sedikit memberikan pencerahan kepada kaum2 wahabi atau salafi palsu.
Bismillah.
Buat Akhi Abu Kholid Ana ucapkan Jazakallohu Khoiron atas nasehat antum. Mungkin setelah ini ana tidak akan melanjutkan debat kusir ini.
Sedangkan buat kuya, dan yang sepaham dengannya ana ucapkan semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua.
Mungkin komentar ana yang lalu dianggap agak kurang santun, untuk itu ana minta maaf.
Akan tetapi sebenarnya komentar ana berangkat dari komentar saudara kuya yang terus berkomentar tanpa focus pada suatu masalah, akan tetapi ngambang kemana mana. Dari masalah kuya meminta ditampilkan ulama yang melarang maulid, setelah ditampilkan bukanya malah bersikap dengan bijak dalam mensikapi pandangan ulama seperti Imam Syaukani, Imam AsySyathibi, Al-Fakihani,dll, tetapi tetap saja umpatan umpatan yang keluar. Kemudian masalah nejed dalam hadits, ana sudah kasih link agar dia mau membaca bagaimana makna nejed dalam hadits, dan disitu juga ada perkataan Ibnu Hajar dalam fath bari bahwa nejd adalah iraq, tetap saja anda wahai kuya meneruskan aksi, dan tidak begitu menanggapi. Terakhir ana ngajak anda berdialog dengan cara berfikir anda, yaitu seolah olah ahlus sunnah tidak menghormati ulama salaf karena tidak mengikuti Ibnu Hajar, Imam Suyuthi, Imam Abu Syamah dalam berdalil tentang maulid. Ana sebutkan pada dialog atas tentang kirim bacaan kepada mayit dari pendapat yang masyhur dikalangan mazhab Syafi’i. Agar anda wahai kuya memahami bahwa ulama ulama seperti Imam Nawawi dll, tidak berpendapat dengan pendapat yang berkembang dimasyarakat tentang kirim bacaan Qur’an kepada mayyit. Agar Setidaknya anda berusaha mencari referensi referensi lainya. Kalau anda curiga referensi dari ahlus-sunnah (yang kalian beri gelar wahabbi -Walhamdulillah) adalah Cuma mengada ada atau asal potong, silahkan anda buktikan dimana letak pemotongan yang asal-asalan itu! Cari dikitab kitab yang dijadikan referensi, bukan hanya tuduhan tanpa bukti. Bukankah dalam system penulisan ahlus-sunnah dicantumkan maroji’nya. Tinggal antum buka kitab apa, hal berapa, yang salah mana, selesai.
Akan tetapi dalam logika anda yang dapat ana tarik kesimpulan, Kalau tidak mengikuti atau menyalahi ulama yang notabene mereka adalah panutan seperti imam Nawawi, Ibnu Hajar, dll kalian anggap itu pasti salah. Dalam masalah ini ana telah berkata kepada anda bahwa logika seperti itu adalah salah. Makanya ana tanya, dalam hal beragama bukankah kita harus mengikuti Rosululloh dan para sahabatnya. Lihat tulisan/komentar Akhi Abu Kholid diatas (dan sepertinya anda setuju dengan penyataan Akh Abu Kholid).
Yang kemudian ana jadikan senjata untuk menyatakan kesalahan anda dalam berlogika adalah, kalau demikian dalam hal maulid ini kira kira pendapat yang mana yang benar? Ulama yang membolehkan, berpendapat boleh karena menurut mereka itu adalah kebaikan, dan Ibnu Hajar pun mensyaratkan apabila tidak bercampur dengan maksiat itu boleh. Sedangkan ulama yang tidak membolehkan menyatakan, amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Rosululloh, tidak juga para Sahabat, Tabi’in, dan Imam Mazhab. Yaitu generasi terbaik umat ini, maka ini bukanlah dari Syariat Agama. Nah kira kira yang mengikuti salaf sejati dalam hal ini dari dua pendapat diatas yang mana, silahkan anda renungkan dengan kepala dingin.
Sementara untuk menanggapi komentar tentang bid’ah hasanah, maka hal ini telah banyak ditulis oleh Asatidz dari perkataan ulama. Tapi ana akan cuplik sedikit:
1. Sebagian orang berdalil dengan Al-Qur’an surat Al-Ahqof 25, bahwa makna (kullu) tidaklah selalu bersifat mutlak contohnya dalam ayat ini :
•
Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, Maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (QS. Al-Ahqof;25)
Jawab: makna (kullu) dalam ayat diatas tetap pada keumuman-nya, karena angin tersebut menghancurkan segala sesuatu yang diperintahkan Robbnya untuk dihancurkan dan lafadznya bukan segala segala sesuatu yang ada didunia. Dan pasti angin itu akan taat kepada Tuhannya, dalam artian apabila sesuatu itu tidak termasuk dalam keumuman perintah Allah, maka angin tersebut tidak akan menghancurkannya, seperti Nabi Hud dan pengikut-Nya.
Berkata Al-Imam Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 13/26: “sesungguhnya yang dimaksud dengan firman-Nya “yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya” adalah segala sesuatu yang diperintahkan untuk dihancurkan, karena angin tersebut tidaklah menghancurkan Hud dan orang orang yang beriman”.
أي كل شيء مرت عليه من رجال عاد وأموالها
Berkata Al-Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya 16/206: “Yaitu segala sesuatu yang dilewati oleh angin tersebut dari orang orang ‘Ad dan harta benda mereka”.
Jadi dalil yang mereka pakai malah menolak pendapat mereka sendiri. Sekali lagi ini bukan justifikasi dari ana, tetapi merupakan kesimpulan perkataan ulama.
2. Selanjutnya tuduhan bahwa Salafiyin (yang diberi gelar Wahhabi) telah merubah-ubah kitab ulama seperti kitab Al-Adzkar dll, maka untuk menjawabnya silahkan lihat dilink berikut ini: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/09/pemalsuan-kitab-al-adzkaar.html
3. Dan untuk menjawab perkataan Imam Syafi’I tentang bid’ah hasanah lihat link berikut ini: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/05/al-imam-asy-syafiiy-rahimahullah-dan.html
4. Dan ini merupakan permintaan saudara kuya, yaitu teks perkataan Imam Ibnu Katsir bahwa kirim bacaan Qur’an menurut mahzab Syafi’i yang masyhur tidak sampai.
كل نفس ظلمت نفسها بكفر أو شيء من الذنوب فإنما عليها وزرها، لا يحمله عنها أحد، كما قال: {
وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى } [فاطر: 18] ، { وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى } أي: كما لا يحمل عليه وزر غيره، كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه. ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم؛ ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه، ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء، ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة، رضي الله عنهم، ولو كان خيرا لسبقونا إليه، وباب القربات يقتصر فيه على النصوص، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء، فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما.
وأما الحديث الذي رواه مسلم في صحيحه، عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث: من ولد صالح يدعو له، أو صدقة جارية من بعده، أو علم ينتفع به” (صحيح مسلم برقم (1631)) ، فهذه الثلاثة في الحقيقة هي من سعيه وكده وعمله، كما جاء في الحديث: “إن أطيب ما أكل الرجل من كسبه، وإن ولده من كسبه” (رواه أحمد في المسند (6/31) وأبو داود في السنن برقم (3528) والترمذي في السنن برقم (1358) والنسائي في السنن (7/240) من حديث عائشة رضي الله عنها/ وقال الترمذي: “هذا حديث حسن صحيح”.) . والصدقة الجارية كالوقف ونحوه هي من آثار عمله ووقفه، وقد قال تعالى: { إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُم } (في م: (وآثارهم وكل شيء أحصيناه).) الآية [يس: 12]. والعلم الذي نشره في الناس فاقتدى به الناس بعده هو أيضا من سعيه وعمله، وثبت في الصحيح: “من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من اتبعه، من غير أن ينقص من أجورهم شيئا”.
Ini teks Bahasa arab dari tafsir Ibnu Katsir Rohimahulloh, tafsir QS. An-Najm 36-41 dan ini penafsiran dari ayat ke 39. Silahkah dicek dikitab kitab yang ada ditoko toko buku. Tidak saya sertakan artinya lho, soalnya ntar dituduh menyelewengkan arti.
5. Dan untuk pendapat imam Nawawi silahkan dicek di kitab Syarh Shahih Muslim bab “Sampaikah Kepada Mayit Sedekah yang diBerikan Atas Namanya?” juga dalam mensyarah hadits “إذا مات الإنسان dan masih ada lagi dalam kitab kitab beliau. Monggo dicek, dikitab beliau terbitan yang direkomendasi guru anda! Tidak saya tampilkan ntar dikira memalsukan kitab imam Nawawi Rohimahulloh.
6. Sedangkan mengira kalau para Sahabat melakukan hal baru, kemudian berkesimpulan kita juga boleh membuat hal baru (dalam syariat). Maka ini adalah sebuah pernyataan yang kurang tepat. Karena mengikuti sunnah khulafaur ar-rosyidin adalah perintah Nabi, sedangkan kelanjutan haditsnya, untuk menggigit sunnah mereka dan kita dilarang dari membuat hal baru (HR Tirmidzi).
Mungkin ini saja komentar dari ana, dan ana mencukupkan sampai disini saja dialog ini, seandainya yang keluar adalah umpatan. Wallahu A’lam
Buat admin: Tempat ana dari warnet jauh, dan harus menempuh 15 km. dan tidak setiap hari bisa melihat website/blog para Asatidz. Saat ana dating kewarnet kami hanya ingin mendapatkan pelajaran ilmiah. Jadi Ana berharap hal hal (komentar) yang ditampilkan adalah hal hal yang bersifat dialog ilmiah. Dan apabila mungkin perkataan yang tidak ilmiah/yang berisi umpatan nggak usah ditampilkan saja, karena hanya akan membuat web ini menjadi seperti tempat mengumpat.
Buat Ustadz Abu Ubaidah ana ucapkan Barokallahu Fiik, semoga Allah menjaga Antum dan mengokohkan Antum diatas Al-Haq.
Wassalam.
@Kuya dkk.
assalamu’alaikum
Alangkah lebih baiknya, dalam beragama sikap kita adalah mengedepankan kehati-hatian. Dalam banyak hal, para ulama memilih sikap hati-hati dalam mengambil dan memutuskan hukum. Untuk apa? tentu agar selamat.
Oleh karena itu, maka meninggalkan perayaan maulid nabi yang biasa kita lhat di zaman ini., adalah satu bentuk sikap kehati-hatian. untuk tetap memurnikan ajaran Islam dengan tujuan menyelamatkan agama.
To Ahmad dan kaum wahabiol.
Tinggalkanlah majelis salafi palsu atau pemurnian agama,karena itu hanya kedok dalam menutupi aib dan borok wahabi. Berhati2lah dalam membid’ahkan sesuatu,karena tidak semua hal dalam mensiarkan islam adalah bid’ah.Justru ulama2 sebenar2nya ulama mengfatwakan sesuatu dengan hati2,tidak seperti kaum wahabi yang mengfatwakan sesuatu berdasarkan nafsu mereka,banyak fatwa2 yang melenceng dari aqidah kesepakatan ulama ASWAJA.Berhatihatilah!!!!
Mulai dari Imam Tanpa Tanding, Bin Baz, sampai Al-bani,,,banyak ulama2 ASWAJA menentangnya.
Apakah tingkat keilmuan Imam Nawawi, Abu Hasan Assyaari, Imam Safei, Abdul Qodir Jaelani, Al Ghozali dan ratusan ulama ASWAJA lainnya di bawah tingkat keilmuan ulama seperti bin baz, al bani???????jawablah jujur dengan hati nurani anda.Apakah Ratusan juta umat muslim dari jaman dahulu sampai sekarang mengikuti faham wahabi?????????Buka mata hati kalian wahai wahabian,,,sudah jelas mana yang benar dan salah dalam memahami aqidah.
Oleh karena itu, maka meninggalkan Majlis Salafi Palsu adalah satu bentuk sikap kehati-hatian untuk tetap memurnikan ajaran Islam dengan tujuan menyelamatkan agama
@ ayyuhal ikhwan salafiyun
ana pernah mendengar sebuah khotbah Jum’at, bahwa bersabar itu ada 4 macam.
– sabar dalam menjalani perintah Alloh
– sabar dalam menjauhi larangan Alloh
– sabar dalam menerima taqdir Alloh
– sabar dalam menghadapi musuh Alloh
saat ini ana menyeru pada diri ana sendiri dan ikhwan sekalian untuk menjaga kesabaran jenis terakhir.
@Kuya dkk
Assalamu’alikum
Kuya, sekarang sy balik bertanya pada anda
” Apakah generasi TERBAIK umat Islam sesuai sabda nabi kita(anda pasti tahu generasi mana yang sy maksud) merayakan maulid seperti yang anda lihat di zaman ini???????
jawab dengan hati nurani anda yang paling dalam.
Mana yang harus kita ikuti, apakah generasi terbaik? atau hanya ratusan juta manusia (bisa lebih, bahkan bisa juga kurang, krn kita tidak tahu isi hati mereka) yang anda maksud?
Kebiasaan wahabi,ngeles dan tidak bisa menjawab pertanyaan to the point…..
Wahabi hanya bisa nanya,gak bisa jawab malah nanya balik,puter2 kayak bola gak ada ujung2nya,karena bagi wahabi hanya pendapat yang mengikuti hawa nafsunya.mereka menolak hadist2 yang tidak sesuai dengan keyakinan mereka dan mempropaganda keyakinan mereka dengan berbagai cara karena didukung dana yang besar dari engkongnya di saudi.cerita lama, hanya orang yang bodoh dan tolol yang bisa dirayu oleh virus wahabi.
Assalamu’alikum
@Kuya dkk.
Kebiasaan kuya dkk,ngeles dan tidak bisa menjawab pertanyaan to the point…..
Kuya dkk. hanya bisa nanya,gak bisa jawab malah nanya balik,puter2 kayak bola gak ada ujung2nya (menurut saya).
Dan mungkin bagi kuya,
mencela dan menuduh sembarangan adalah satu-satunya senjata paling ampuh untuk menolak kebenaran.
saya mohon maaf apabila kata-kata diatas kurang berkenan.
saya mohon ampun kepada Allah atas kesalahan saya dan kita semua.
Ikhwan, orang seperti kuya itu gak usah dilayani, karena dia termasuk golongan yang diangkat pena-nya, habis-habisin waktu aja, gak usah dikasih lembut, karena nurut ana orang kayak kuya kelembutan tdk bermanfaat baginya. Dia mengaku-nagku megikuti ulama seperti syafi’i, abul hasan, nawawi dll, padahal gak ngerti bagaimana aqidah dan agama ulama tersebut? Orang yang ngerti tentang ulama tersebut, niscaya akan paham bahwa antara kuya dengan mereka sejauh langit dan bumi, baik dalam aqidah dan akhlak. Bukan hanya pengakuan belaka bung, yang penting kenyataannya!! Paham kuya? Awas loo, kalau berani menuduh dusta lagi, gue doain langsung mati lu. Mau gak?!!
maling teriak maling..ciri khas wahabi ckckkkkkkk
sabar mas kuya…saya DAHULU juga penggemar perayaan maulid Nabi seperti anda.
antara wabahi dan generasi salaf bagaikan surga ama neraka ckckckkkkk,,ngaku salaf,,tapi yang diamalkan salah……….jadinya pada ngaco pengikutnya kaya yang ada di blog ini….
kebiasaan wahabi hanya memenggal ayat2,,hadist dan ucapan ulama2 agar sesuai dengan hawa nafsu mereka..hanya orang yang dibutakan hatinya yang mau mengikuti ajaran ini……