Rambu-Rambu Bermedsos Yang Terlupakan
Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi
Salah satu rambu-rambu bermedsos yang banyak dilanggar habis-habisan oleh pengguna media sosial saat ini adalah tatsabbut dan tabayyun, padahal rambu ini adalah prinsip dalam agama Islam yang mulia.
Islam mengajarkan kepada kita agar selektif dalam menyikapi berita, sebab tidak semua berita yang kita terima mesti benar adanya sesuai dengan fakta, lebih-lebih pada zaman sekarang di mana kejujuran sangat mahal harganya.
Ibnu Baadis mengatakan, “Tidak semua yang kita dengar dan kita lihat harus diyakini oleh hati-hati kita, namun hendaknya kita mengeceknya dan memikirkannya secara matang. Jika memang terbukti dengan bukti nyata maka kita mempercayainya, namun jika tidak maka kita meninggalkannya.” ( Ushul Hidayah hlnm. 97)
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (QS Al-Hujurat [49]: 6)
Di dalam ayat ini terdapat pelajaran berharga bagi setiap mukmin yang perhatian terhadap agama dalam berinteraksi dengan saudaranya seiman, hendaknya selektif terhadap hembusan isu yang bertujuan untuk meretakkan barisan, memperuncing api permusuhan, dan memperlebar sayap perpecahan.
Lebih-lebih lagi jika hal itu menyangkut kehormatan negara, pemerintah, atau ulama/ustadz maka sikap selektif harus lebih ditingkatkan.
Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar: “Diharuskan bagi seorang yang ingin menilai suatu ucapan, perbuatan, atau golongan untuk berhati-hati dalam menukil dan tidak memastikan kecuali benar-benar terbukti. Tidak boleh mencukupkan diri hanya pada isu yang beredar, apalagi jika hal itu menjurus kepada celaan kepada seorang ulama.” (Dzail Tibril Masbuk hlm. 4 karya As Sakhawi)
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: “Kabar apapun apabila engkau ingin menukilnya, wajib memeriksanya terlebih dahulu, apakah benar kabar tersebut dari orang yang engkau nukil atau tidak. Kemudian jika benar, maka jangan langsung menghukumi sampai engkau periksa dalam vonis tersebut, barangkali kabar yang engkau dengar berdasarkan pada pokok yang engkau tidak mengetahuinya sehingga engkau memvonis bahwa ia di atas kesalahan, namun kenyataannya tidak salah”. (Syarh Hilyah Thalibil Ilmi hlm. 53)
Sangat disayangkan, sebagian manusia ada yang senang untuk terkenal, atau ingin dibilang orang yang rajin share artikel atau niat-niat yang lain, sehingga menyebarkan berita tanpa tatsabbut dan tabayyun.
Bahkan ada yang hanya ingin mendapatkan ‘Like’ atau banyaknya ‘Followers’ sehingga menyebarkan berita atau kisah palsu tanpa meneliti terlebih dahulu. Tidakkah kita takut terkena ancaman hadits Nabi yang berbunyi:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukuplah seseorang berdosa bila dia mengatakan segala apa yang didengarnya. (HR.Abu Dawud: 4992. Dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Shohihah no.2025)
Yang paling banyak terkena dampak gampang share adalah Nabi kita Rasulullah. Betapa banyak kisah-kisah palsu yang disandarkan kepada beliau, betapa banyak hadits-hadits palsu yang disandarkan kepada beliau, padahal jelas, tidak boleh berdusta atas nama Nabi.
Termasuk yang menjadi korban dari penyakit gampang share adalah para ulama yang mulia, terutama para ulama yang ucapannya sangat dinantikan oleh manusia, betapa banyak berita, penukilan ucapan yang tidak benar disandarkan kepada ulama, semua ini adalah haram. Bila dalam ayat yang sudah disebutkan di atas saja kita diperintahkan untuk teliti terhadap berita secara umum, maka apalagi penukilan berita tentang Rasulullah dan para pewaris Nabi yaitu para ulama, tentu lebih ditekankan lagi!!.
Termasuk dalam rambu ini juga adalah tidak boleh asal share tentang berita yang berhubungan dengan pemerintah atau manusia yang punya jabatan di suatu negeri, yang akibat dari asal share berita akan muncul kegaduhan dan pengaruh yang luar biasa, maka harus teliti, tasatbbut dan tabayyun terlebih dahulu sebelum menyebarkan berita, sebelum nanti kita menyesal pada hari yang tiada guna penyesalan!!.
Intinyq, kita harus selektif dalam berita, pastikan dari sumber yang valid, lalu pertimbangkan setelah itu apakah membawa maslahat atau justru malah menimbulkan mafsadat. Sibukkan diri kita dengan hal-hal yang bermanfaat dan jangan sibuk dengan berita-berita yang tidak bermanfaat.
*Dinukil dari buku kami “Rambu-Rambu Agama Dalam Bermedsos”.