Perayaan peringatan maulid ini bermacam-macam bentuknya. Ada yang hanya sekadar berkumpul dan membacakan kisah maulid (kelahiran) Nabi n\, qosidah, dan ceramah agama. Ada yang membuat makanan serta sejenisnya untuk para hadirin. Ada yang merayakannya di masjid, langgar (surau), dan ada yang di rumah.
Dan ada juga yang tak cukup hanya demikian, mereka meramaikan perayaan maulid ini dengan dibumbui keharaman dan kemungkaran. Seperti, ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita, joget, dan menyanyi, bahkan syirik — semisal meminta pertolongan kepada Nabi n\.[1] Hukum perayaan seperti ini lebih besar dosanya dari jenis pertama di atas. Bahkan hal ini diingkari secara keras oleh tokoh pendiri organisasi Islam besar di Indonesia, Muhammad Hasyim Asy’ari al-Jombangi, yang juga pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng. Dia berkata dalam kitabnya, al-Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna’ Maulid Bi al-Munkarot (Beberapa Peringatan Wajib untuk Orang yang Berbuat Kemungkaran Dalam Maulid) hlm. 17–18. Berikut kami nukil nash perkataannya, dan terjemahan dari kami:
عَمَلُ الْمَوْلِدِ عَلَى الْوَصْفِ الَّذِيْ وَصَفْتُهُ أَوَّلاً حَرَامٌ, لاَ يَخْتَلِفُ فِيْ حُرْمَتِهِ اثْنَانِ, وَلاَ يَنْتَطِحُ فِيْ مَنْعِهِ عَنْزَانِ, وَلاَ يَسْتَحْسِنُهُ ذَوُوْالْمُرُوْءَةِ وَالإِيْمَانِ, وَإِنَّمَا يَرْغَبُ فِيْهِ مَنْ طُمِسَتْ بَصِيْرَتُهُ, وَاشْتَدَّتْ فِيْ الْمَآكِلِ وَالْمَشَارِبِ رَغْبَتُهُ, وَلاَ يَخَافُ فِيْ الْمَعَاصِيْ لَوْمَةَ لاَئِمٍ, وَلاَ يُبَالِيْ أَنَّهُ مِنَ الْعَظَائِمِ, وَكَذَا التَّفَرُّجُ عَلَيْهِ وَالْحُضُوْرُ فِيْه,ِ وَإِعْطَاءُ الْمَالِ لِأَجْلِهِ, فَإِنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ حَرَامٌ شَدِيْدُ التَّحْرِيْمِ لِمَا فِيْهِ مِنَ الْمَفَاسِدِ الَّتِيْ سَتُذْكَرُ إِنْشَاءَ اللهُ فِيْ آخِرِ التَّنْبِيْهَاتِ
“Perayaan maulid seperti yang saya sifatkan pertama kali (dibumbui maksiat) hukumnya haram, tidak ada perselisihan antara dua orang akan keharamannya dan tidak ada dua tanduk yang bertabrakan tentang terlarangnya (maulid), tidak dianggap baik oleh orang yang mempunyai sifat takut dan iman. Akan tetapi, yang menyenanginya hanyalah orang yang dibutakan matanya dan sangat bernafsu terhadap makan dan minum serta tidak takut maksiat kepada siapa pun dan tidak peduli dengan dosa apa pun. Demikian pula menontonnya, menghadiri undangannya, dan menyumbang harta untuk perayaan tersebut. Semua itu hukumnya haram dan sangat haram karena mengandung beberapa kemungkaran, yang akan kami sebutkan di akhir kitab.”
Setelah itu, al-Ustadz Hasyim Asy’ari menjelaskan kemungkaran-kemungkaran yang biasa dilakukan oleh sebagian orang dalam perayaan maulid Nabi n\ pada halaman 38–46:
PERTAMA: Musik dan Permainan Sejenis Judi
Ustadz Hasyim Asy’ari mengisyaratkan hal ini pada hlm. 8–10 sebagai berikut:
“Pada malam Senin tanggal 25 Rob’iul Awal tahun 1355 H saya melihat sebagian santri pondok pesantren agama mengadakan perayaan maulid dengan menghadirkan alat-alat musik kemudian membaca sedikit ayat al-Qur’an serta kisah kelahiran Nabi n\. Kemudian setelah itu, mereka mulai mengerjakan kemungkaran seperti pencak (jenis beladiri silat) dengan menabuh gendang. Semua itu dilakukan di hadapan para wanita yang bukan mahrom. Demikian pula musik, permainan sejenis judi (baca: domino), campur baur laki-laki perempuan, joget dan tenggelam dalam hal yang sia-sia, tertawa, dan mengeraskan suara di masjid dan sekelilingnya. Melihat semua itu saya pun mengingkari mereka dari kemungkaran-kemungkaran tersebut. Lalu mereka pun bubar.
Tatkala perkaranya seperti yang saya gambarkan tadi, dan saya khawatir kejadian menjijikkan ini akan bertambah menyebar ke tempat lainnya atau akan ditambah lagi oleh orang-orang awam dengan kemaksiatan lainnya, maka saya tulislah buku ini sebagai nasihat dan petunjuk kepada kaum muslimin.” [2]
KEDUA: Pemborosan
Yaitu mengeluarkan harta untuk mendukung keharaman. Misalkan untuk zina, minum khamar, atau maulid yang dibumbui maksiat. Alloh e\ berfirman:
إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًۭا ﴿٢٧﴾
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Robbnya. (QS. al-Isro’ [17]: 27)
Mengeluarkan harta untuk perayaan tersebut hukumnya haram karena sama dengan membantu maksiat. Haram pula menonton dan menghadiri undangannya. Sebab, kaidahnya, setiap hal yang haram hukumnya maka haram pula menonton dan menghadirinya.
KETIGA: Terang-Terangan Dalam Maksiat.
Padahal Rosululloh n\ bersabda:
كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافَى إِلاَّ الْمُجَاهِرُوْنَ
“Setiap umatku diampuni, kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat.” [3]
Ibnu Baththol v\ berkata, “Hadits ini menjelaskan tentang tercelanya orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Sebab terang-terangan dalam bermaksiat termasuk pelecehan terhadap hak Alloh e\ dan rosul-Nya serta orang-orang sholih dari kaum muslimin.” [4]
KEEMPAT: Bersifat Nifak
Karena ia menampakkan sesuatu yang sesungguhnya di hatinya tidak ada. Artinya, dengan maulid Nabi tersebut ia menampakkan rasa cinta dan memuliakan Nabi Muhammad n\. Padahal hatinya penuh dengan maksiat.
KELIMA: Sebab Kehancuran Agama
Apabila para santri melakukan hal ini, kemudian seseorang yang alim (baca: kiai) diam tak mengingkari, maka ini menyebabkan orang-orang awam akan menyangka bolehnya bahkan kebaikan hal itu dalam syari’at. Akhirnya, perbuatan tersebut akan menyebabkan hilangnya syari’at dan tumbuhnya kebatilan. Padahal semua itu dilarang dalam syari’at. Sebab itu, haram bagi seorang alim untuk diam dari perbuatan tersebut (maulid) karena menyebabkan orang-orang awam berkeyakinan akan bolehnya sesuatu yang menyelisihi syari’at.
KEENAM: Termasuk Jenis Penghinaan Kepada Rosululloh n\
Sebab, penghinaan tidak hanya dengan perkataan, tetapi bisa juga dengan perbuatan. Alloh e\ berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًۭا مُّهِينًۭا ﴿٥٧﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Alloh dan Rosul-Nya, Alloh akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. (QS. al-Ahzab [33]: 57)
Imam al-Bukhori meriwayatkan dari Anas dan Abu Huroiroh d\ dari Rosululloh n\ bahwa sesungguhnya Alloh e\ berfirman:
مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
“Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang kepadanya.” (HR. al-Bukhori: 6502 dengan sanad dho’if, tetapi hadits ini shohih dengan berbagai jalannya, lihat Fath al-Bari: 13/143 dan Silsilah Shohihah no. 1640)
Sementara itu, tidak diragukan lagi bahwa Nabi n\ adalah tuan (penghulu)nya para wali sebagaimana dalam hadits di atas. Oleh sebab itu, dari ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa maulid Nabi n\ yang dibumbui maksiat[5] termasuk penghinaan kepada Nabi n\ dan orang-orang yang merayakannya sungguh dalam dosa besar, amat dekat kepada kekufuran dan dikhawatirkan mati dalam keadaan su’ul khotimah. Tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali taubat dan kemurahan Alloh e\. Dan apabila dengan maulid tersebut mereka memaksudkan penghinaan kepada Nabi n\, maka tidak ragu lagi bahwa dia telah kufur. Alloh e\ berfirman:
فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٦٣﴾
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (QS. an-Nur [24]: 63)
Maka wajib bagi pemerintah kaum muslimin dan orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk menegakkan fondasi agama dan memberantas syubhat-syubhat para penyeleweng agar mengingkari dan menghukum mereka dengan hukuman yang keras agar mereka berhenti dari perilaku jelek dan keji ini — yang hampir saja mengeluarkan seseorang dari keimanannya.[6]
Demikianlah perkataan Ustadz Hasyim Asy’ari. Lalu, adakah mereka yang memahami dan mengikutinya?!!
KETUJUH: Keyakinan Bahwa Nabi n\ Atau Rohnya Datang
Termasuk kemungkaran dalam acara perayaan maulid ini juga adalah keyakinan bahwa Nabi Muhammad atau ruhnya hadir dalam acara maulid, sehingga saat disebut namanya, para hadirin berdiri untuk menghormatinya, bahkan barangsiapa yang tidak berdiri dianggap sebagai orang yang meremehkan Nabi dan bisa menjadi kafir!!
Keyakinan ini adalah batil sekali, karena beberapa hal:
- Keyakinan ini membutuhkan dalil yang shohih dan jelas, karena Nabi n\ tidak keluar dari kuburnya sebelum hari kiamat. Beliau tidak menghadiri perkumpulan mereka, bahkan beliau berada di kuburnya dan rohnya di sisi Alloh dalam kemuliaan.
- Seorang yang tidak berdiri belum tentu meremehkan Nabi n\ karena bisa jadi dia malas padahal dia mencintai Nabi n\. Atau, dia tidak berdiri karena ada larangan dari Nabi n\ dan mengikuti perbuatan salaf sholih yang tidak berdiri kepada Nabi n\ padahal mereka sangat mencintai Nabi n\. Mereka tahu bahwa Nabi n\ membenci hal itu karena perbuatan tersebut menyerupai nonmuslim.
- Berdiri untuk menghormati Nabi n\ bukanlah bentuk pengagungan kepadanya karena Nabi n\ melarang perbuatan tersebut, sedangkan pengagungan kepadanya harus sesuai dengan syari’atnya.
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Barang siapa yang senang dihormati manusia dengan cara berdiri untuknya, maka hendaklah ia mengambil tempat di neraka.” [7]
عَنْ أَنَسٍ قَالَ : لَمْ يَكُنْ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ
Dari Anas a\ berkata, “Tidak ada seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat dibandingkan Rosululloh n\, mereka apabila melihat beliau tidak berdiri untuk beliau karena mereka tahu bahwa Nabi n\ membenci hal itu.” [8]
Syaikh Mahmud Muhammad Khoththob as-Subki v\ berkata, “Hendaknya diketahui bahwa berdiri ketika disebut kelahiran Nabi n\ adalah perkara yang bid’ah. Telah salah orang yang menganggapnya baik, karena dia lupa dengan nash yang jelas. Alasan bahwa hal itu sebagai pengagungan dan kegembiraan adalah alasan yang tertolak, karena suatu hukum tidaklah ditetapkan kecuali dengan syari’at yang datang dari Robbul’alamin.” [9]
Para ulama telah menulis secara khusus masalah ini, seperti Muhammad al-Hajawi ats-Tsa’alibi dalam kitabnya Shofa’ al-Maurid Fi Adami Qiyam ’Inda Sama’ al-Maulid, Muhammad Abid bin Saudah menulis Musamarot al-A’lam wa Tanbih al-Awm Bi Karohati al-Qiyam li Dzikri Maulid Khoiri al-Anam, dan sebagainya.[10]
KEDELAPAN: Sponsor Hadits-Hadits Lemah dan Palsu
Di antara kemungkaran perayaan maulid seringnya terlontar dari mereka hadits-hadits dusta, padahal hal itu termasuk dosa besar dengan kesepakatan ulama.
Berikut tiga contoh hadits yang sering muncul dalam acara-acara maulid berserta keterangannya agar kita mewaspadainya:
1. Perayaan maulid Nabi
مَنْ أَقَامَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِيْ مَوْلِدِيْ فَكَأَنَّمَا أَنْفَقَ جَبَلاً مِنَ الذَّهَبِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Barang siapa yang merayakan maulid (hari kelahiran)ku, maka aku akan menjadi pemberi syafa’atnya di hari kiamat. Dan barang siapa yang menginfakkan satu dirham untuk maulidku maka seakan-akan dia telah menginfakkan satu gunung emas di jalan Alloh.”
Perkataan serupa juga dinisbatkan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Tholib, sebagaimana dalam kitab Madarij al-Shu’udh hlm. 15 kar. Syaikh Nawawi Banten.[11]
TIDAK ADA ASALNYA. Sejak awal mendengar ucapan yang dianggap hadits ini, hati penulis langsung mengingkarinya karena bagaimana mungkin hadits ini shohih, sedangkan maulid tidak pernah dicontohkan oleh Rosululloh n\ dan para sahabatnya?!! Akan tetapi, penulis ingin memperkuat pendapatnya dengan perkataan ulama. Sebab itu, penulis pun membolak-balik kitab-kitab hadits, tetapi tidak menjumpainya satu huruf pun, baik dalam kitab-kitab hadits yang shohih, dho’if, maupun maudhu’ (palsu). Alhamdulillah, pada suatu kesempatan penulis menanyakannya kepada Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman[12] lalu beliau menjawab:
هَذَا كَذِبٌ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ اخْتَلَقَهُ الْمُبْتَدِعَةُ
“Ini merupakan kedustaan kepada Rosululloh n\ yang hanya dibuat-buat oleh para ahlulbid’ah.”
Kepada para saudara kami yang berhujjah dengan hadits ini, kami katakan, “Dengan tidak mengurangi penghormatan kami, datangkan kepada kami sanad hadits ini agar kami mengetahuinya!!”
2. Hikmah penciptaan makhluk
لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ
Seandainya bukan karenamu (Nabi Muhammad), Aku (Alloh) tidak akan menciptakan makhluk.
MAUDHU’. Sebagaimana dikatakan ash-Shoghoni.[13] Diriwayatkan ad-Dailami dalam Musnad-nya 2/41 dari jalur Ubaidulloh bin Musa al-Qurosyi: Menceritakan kepada kami Fudhoil bin Ja’far bin Sulaiman dari Abdushshomad bin Ali bin Abdulloh bin Abbas dari ayahnya, Ibnu Abbas secara marfu’.
Kecacatan hadits terletak pada Abdushshomad. Al-Uqoili v\ berkata tentangnya, “Haditsnya tidak terjamin. Dan orang-orang sebelum Abdushshomad tidak saya kenal.”
Ibnul Jauzi v\ juga meriwayatkannya dalam al-Maudhu’at (1/288–289) dari sahabat Salman a\, lalu berkomentar, “Haditsnya maudhu.’ ” Dan disetujui as-Suyuthi dalam al-Ala’i: 1/282.[14]
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Ucapan ini bukanlah hadits Nabi n\ baik dari jalur yang shohih maupun lemah, tidak dinukil oleh seorang pun dari ahli hadits, baik dari Nabi n\ atau dari sahabat, bahkan ucapan ini tidak diketahui siapa yang mengucapkannya.” [15]
Makna hadits ini pun tidak benar, karena bertentangan dengan firman Alloh:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa Alloh menciptakan anak Adam untuk beribadah, bukan karena Nabi Muhammad n\.
3. Nur Muhammad
أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ نُوْرُ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ !
“Makhluk yang pertama kali diciptakan adalah cahaya Nabimu, wahai Jabir!”
TIDAK ADA ASALNYA. Hadits yang populer ini adalah batil, demikian juga semua hadits yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad n\ diciptakan dari cahaya, karena hal itu bertentangan dengan firman Alloh:
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌۭ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ ۖ
Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa sesungguhnya ilah (sembahan) kamu itu adalah Ilah Yang Esa.’ ” (QS. al-Kahfi [18]: 110)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ, وَخُلِقَ إِبْلِيْسُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ, وَخُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ مِمَّا قُدْ وُصِفَ لَكُمْ
Rosululloh n\ bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, Iblis dicptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan pada kalian.” [16]
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa malaikat saja yang diciptakan dari cahaya, bukan Adam dan anak keturunannya.[17]
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah v\ menegaskan bahwa hadits ini adalah dusta dengan kesepakatan ahli hadits.[18] Demikian juga ditegaskan oleh Syaikh Sulaiman bin Sahman.[19] As-Suyuthi v\ juga menegaskan bahwa hadits ini tidak ada sanadnya.[20] Demikian juga Jamaluddin al-Qosimi[21] dan Muhammad Rosyid Ridho,[22] keduanya menegaskan bahwa hadits ini tidak ada asalnya.
Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz v\ berkata, “Adapun ucapan sebagian manusia, ahli khurafat dan orang-orang Sufi bahwa Nabi n\ diciptakan dari cahaya dan makhluk pertama adalah cahaya Muhammad, semua ini adalah tidak ada asalnya, ucapan batil dan kedustaan belaka.” [23]
Akhirnya, Demikianlah sebagian kemungkaran-kemungkaran yang biasa terjadi dalam acara perayaan maulid, suatu hal yang menguatkan kebatilan perayaan ini. Alangkah bagusnya ucapan Syaikh Muhammad Abdussalam as-Syaqiry tatkala berkata:
“…. Di bulan ini (Rob’iul Awal), Rosululloh n\ dilahirkan dan juga diwafatkan. Lantas mengapa mereka bergembira dengan kelahirannya tetapi tidak sedih dengan wafatnya? Oleh karenanya, menjadikan kelahiran beliau sebagai perayaan merupakan perkara bid’ah munkarah dan sesat serta tidak sesuai dengan syariat dan akal. Seandainya hal itu merupakan amalan yang baik, bagaimana mungkin dilalaikan oleh Abu Bakar, Umar bin Khoththob, Utsman, para sahabat, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in, serta ulama kaum muslimin? Tidak syak lagi bahwa perayaan tersebut hanyalah dibuat-buat oleh para sufi yang suka makan, dan oleh para pengangguran dari kalangan ahlulbid’ah yang kemudian diikuti oleh mayoritas manusia. Pahala apa yang akan diperoleh dari harta yang dihambur-hamburkan? Keridhoan apa yang akan didapat dalam perkumpulan para penyanyi, artis, pelacur, perampok, dan lain-lain? Dan adakah kebaikan dalam perkumpulan para kiai beserban merah, hijau, kuning, dan hitam?
Apa manfaat yang bisa dipetik? Tidak lain hanyalah penghinaan orang-orang kafir Eropa kepada kita dan agama kita, sehingga mereka menyangka bahwa Nabi Muhammad n\ beserta para sahabatnya seperti itu — innaa lillahi wa innaa ilaihi roji’un. Mengapa mereka tidak berpikir bahwa manusia kini dilanda kemiskinan, kelaparan, penyakit, dan kebodohan? Bukankah sebaiknya harta-harta tersebut digunakan untuk pembangunan pabrik bagi para penganggur? Atau untuk membuat senjata-senjata guna menghadapi musuh-musuh Islam? Mengapa para tokoh agama hanya diam, bahkan turut mendukungnya? Dan mengapa negara juga diam terhadap penghamburan harta yang menyebabkan negara dalam kehinaan yang parah? ….” [24]
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
[1] Huquq Nabi hlm. 139–140
[2] Demikianlah kecaman yang begitu keras dan tegas dari Ustadz Hasyim Asy’ari! Maka bagaimanakah kiranya jika dia melihat para pengikutnya sekarang yang tidak mengindahkan nasihatnya, bahkan dengan terang-terangan tanpa malu mereka menambahi dengan aneka kemaksiatan dan kemungkaran? Innaa lillahi wa innaa ilaihi roji’un. Semoga Alloh e\ merahmati al-Imam al-Barbahari ketika berkata, “Waspadailah olehmu perkara baru (bid’ah). Sebab, bid’ah yang awalnya kecil, lambat laun akan terbiasa dan menjadi besar. Demikian pula setiap bid’ah pada umat ini, awalnya hanya kecil mirip dengan kebenaran, hingga pelakunya tertipu dan tidak mampu lagi keluar darinya….” (Syarh al-Sunnah hlm. 68–69)
[3] HR. al-Bukhori: 6069 dan Muslim: 2990
[4] Lihat Fath al-Bari kar. Ibnu Hajar: 12/110.
[5] Karena menurut Ustadz Hasyim Asy’ari, maulid hukumnya boleh dilakukan jika tidak dibumbui oleh maksiat, dan ini adalah pendapat yang salah sekalipun lebih ringan daripada bid’ah yang bercampur dengan maksiat. Wallohu A’lam.
[6] Lihat al-Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna’ Maulid Bi al-Munkarot hlm. 38–46.
[7] HR. al-Bukhori dalam Adab al-Mufrod: 977, Abu Dawud: 5229, at-Tirmidzi: 2755. Lihat Silsilah Ahadits al-Shohihah: 375.
[8] HR. Ahmad: 3/132, at-Tirmidzi: 2754 dll. dan dishohihkan at-Tirmidzi, an-Nawawi, al-Iraqi, Ibnul Qoyyim, dan al-Albani dalam al-Shohihah: 385.
[9] Al-Maqomat al-Aliyyah Fi Nasy’ati al-Fakhimah al-Nabawiyyah hlm. 43
[10] Lihat Ihkam al-Kalam Fi Mas’alati al-Qiyam hlm. 213-218, Abu Tholhah Umar bin Ibrohim bin Hasan.
[11] Lihat Hadits-Hadits Bermasalah kar. Prof. Ali Musthofa Ya’qub hlm. 102
[12] Beliau adalah salah seorang murid imam ahli hadits besar, al-Albani, yang berkunjung ke Indonesia dalam rangka dakwah. Pertanyaan ini saya tanyakan kepada beliau pada hari Rabu 6 Muharrom 1423 H, sebelum sholat Zhuhur di Masjid al-Irsyad, Surabaya.
[13] Al-Ahadits al-Maudhu’ah hlm. 7
[14] Silsilah Ahadits al-Dho’ifah: 282
[15] Majmu’ al-Fatawa: 11/96
[16] HR. Muslim: 8/226
[17] Silsilah Ahadits al-Shohihah: 458
[18] Majmu’ al-Fatawa: 18/367
[19] Al-Showai’q al-Mursalah al-Syihabiyyah hlm. 15
[20] Al-Hawi li al-Fatawi: 2/43
[21] Syarh al-Arba’in al-Ajluniyyah: 343
[22] Fatawa Rosyid Ridho: 2/447
[23] Fatawa Nur ’Ala Darb: 1/112–113
[24] Al-Sunan wa al-Mubtada’at hlm. 123
jazakumullahu khoir