Mereka Membenci Kitab “Al-Ibanah” Karya Abul Hasan al-Asy’ari?! (Bagian 1 dari 2 Tulisan)
Oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Kitab al-Ibanah ’an Ushul Diyanah adalah sebuah kitab monumental dan sangat berharga buah karya Imam Abul Hasan al-Asy’ari. Dalam kitab tersebut, beliau menegaskan pokok-pokok aqidah yang sesuai dengan aqidah salaf shalih1 kepada paham-paham yang menyimpang darinya termasuk paham Mu’tazilah dan juga kepada paham Kullabiyyah yang banyak dianut oleh orang-orang yang menisbahkan diri kepada beliau pada zaman sekarang.
Oleh karenanya, kemunculan buku terpenting Imam Abul Hasan ini menjadi ajang pro dan kontra. Buku ini tidak menyenangkan sebagian kalangan yang merasa tertampar dengan isinya karena banyak bertentangan dengan paham Asya’irah belakangan, terutama dalam masalah sifat-sifat Allah bersifat khabariyyah dan ketinggian Allah.2
Oleh karena itu, mereka meragukan dan menebarkan kedustaan terhadap kitab ini, seperti ucapan mereka bahwa buku ini bukanlah karya Abul Hasan al-Asy’ari(!), buku ini sudah banyak mengalami manipulasi(!) , buku ini dikarang karena takut oleh tekanan Hanabilah(!) , buku ini dikarang di awal periode kehidupan beliau(!) , dan sebagainya.
Urgensi Pembahasan
Pembahasan tentang kajian kitab al-Ibanah sangat penting karena beberapa hal:
1. Tersohornya madzhab al-Asy’ari dahulu dan sekarang, sehingga dijadikan sebagai ideologi di sebagian universitas dan pesantren yang beredar di berbagai negara.
2. Kitab al-Ibanah merupakan bukti autentik dan berharga dalam sejarah pemikiran dan ideologi.
3. Kitab al-Ibanah merupakan karya monumental Imam Abul Hasan al-Asy’ari di periode akhirnya yang sesuai dengan manhaj salaf shalih.
4. Membahas masalah aqidah lewat ucapan Imam Abul Hasan al-Asya’ri secara langsung akan lebih diterima oleh orang-orang yang menisbahkan diri kepadanya.
5. Buku ini meluruskan klaim sebagian orang belakangan yang menisbahkan diri kepada beliau tetapi tidak mengikuti aqidah beliau yang sesuai dengan manhaj salaf.
Faktor Pendorong Tulisan Ini
Perlu diketahui bahwa kedustaan (kebohongan) adalah senjata ampuh ahli bid’ah dalam berargumen dan berdialog ilmiah ketika mereka tidak mampu menghadapi hujjah dengan hujjah. Demikianlah kebiasaan ahli bid’ah kapan pun dan di mana pun. Salah satu kedustaan yang mereka koleksi adalah tuduhan keji dan bohong kepada para ulama bahwa mereka telah memalsukan kitab al-Ibanah fi Ushul Diyanah karya Imam Abul Hasan al-Asy’ari karena dalam kitab tersebut, beliau telah membungkam paham mereka dan menelanjangi aurat mereka.
Mereka pun gencar dalam mempublikasikan kebohongan tersebut di buku-buku mereka yang beredar akhir-akhir ini sehingga kami khawatir tuduhan ini hinggap di hati seorang di antara kita lalu terbius olehnya. Agar kami tidak dianggap mengada-ada, marilah kita simak terlebih dahulu teks tuduhan-tuduhan dan syubhat mereka sebagai berikut:
Pertama: Muhammad Idrus Ramli
Dia mengatakan:
“Sekarang apabila kitab al-Ibanah yang asli sesuai metodologi Ibn Kullab, lalu bagaimana dengan kitab al-Ibanah yang beredar dewasa ini yang menjadi dasar kaum Wahhabi bahwa al-Asy’ari telah merujuk madzhabnya? Berdasarkan kajian yang mendalam, para pakar berkesimpulan bahwa kitab al-Ibanah yang dinisbatkan terhadap al-Asy’ari tersebut dan beredar dewasa ini penuh dengan tahrif, distorsi, pengurangan dan penambahan. Terutama kitab al-Ibanah yang diterbitkan di Saudi Arabia dan Lebanon. Memang kitab al-Ibanah juga dicetak di Mesir dengan tahqiq oleh Fauqiyah Husain berdasarkan penelitian dari empat manuskrip. Hanya saja meskipun edisi Fauqiyah Husain ini merupakan edisi terbitan terbaik bagi kitab al-Ibanah, edisi tersebut belum sepenuhnya bersih dari distorsi, pengurangan dan penambahan. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan edisi tersebut dengan naskah al-Ibanah yang dikutip oleh al- Hafizh Ibn Asakir dalam Tabyin Kidzb al-Muftari 3. 4
Kedua: Syaikh Muhammad Idahram
Dia mengatakan:
“Salafi Wahabi telah mengacak-acak isi kitab al-Ibanah fi Ushul ad-Diyanah karya al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari dengan menghapus kalimat-kalimat yang tidak sejalan dengan akidah mereka.” (hlm. 74). Pada hlm. 79 mengatakan lagi: “Sementara sisanya, yaitu kitab al-Ibanah fi Ushul Diyanah dan Risalah Ahli ats-Tsaghr dinyatakan oleh para peneliti ada upaya yang sungguh-sungguh untuk dipalsukan dari manuskrip aslinya. Mereka yang dikenali sebagai kelompok Salafi dianggap sebagai golongan yang bertanggung jawab atas tindakan pemalsuan kedua kitab tersebut.”5
Dari sinilah, hati kami terdorong untuk menggoreskan pena dan mengkaji masalah ini dengan harapan agar kita semua mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.6
Pembahasan ini akan kita gali dalam beberapa subbahasan:
1. Judul Kitab
2. Keabsahan al-Ibanah Sebagai Karya al-Asy’ari
3. Kedudukannya
4. Sejarah Penulisannya
5. Benarkah Wahhabi Memanipulasi al-Ibanah? Membongkar Kedustaan Syaikh
Idahram
6. Mengapa Mereka Membenci al-Ibanah?!
Judul Kitab
Kitab ini memiliki tiga judul:
- At-Tauhid. Sebagaimana dalam manuskrip di Iskandariyyah dan Universitas Amerikiyyah di Beirut dan Universitas Duwal Arobiyyah di Mesir
- Al-Ibanah fi Ushul Diyanah
- Al-Ibanah ’an Ushul Diyanah
Judul pertama sepertinya melihat kepada isinya yang membahas tauhid, sedangkan judul kedua dan ketiga mirip, hampir tidak ada perbedaan kecuali pada huruf (antara “fi” dan “’an”). Namun, yang dikuatkan oleh ulama adalah judul ketiga karena itu asli dari penulisnya dan tertulis jelas dalam manuskrip serta nukilan-nukilan ulama dengan judul tersebut.
Keabsahan Buku al-Ibanah Sebagai Buah Karya Al-Asy’ari
Tidak ada sebuah kitab yang paling banyak disebutkan oleh ulama tentang keabsahannya seperti nisbah kitab al-Ibanah ini. Puluhan ulama dan peneliti telah menegaskan tentang keabsahan kitab ini baik melalui manuskrip aslinya atau persaksian para ulama dan nukilan-nukilan mereka dari kitab ini. Berikut ini beberapa contoh ulama yang menetapkan keabsahan nisbah kitab al-Ibanah kepada Imam Abul Hasan al-Asy’ari:7
- Al-Hafizh Ibnu Asakir, seorang ulama yang paling tahu tentang Imam Abul Hasan, bahkan beliau menulis kitab khusus tentang keutamaan dan pembelaan kepada Imam al-Asy’ari. Beliau banyak menyebutkan dan menukil kitab al-Ibanah ini dalam kitabnya Tabyin Kadzibil Muftari. Di antaranya beliau mengatakan, “Karya-karya Abul Hasan al-Asy’ari sangatlah masyhur di kalangan ahli ilmu, dan disifati dengan kebenaran. Barangsiapa yang membaca bukunya yang berjudul al-Ibanah, niscaya dia mengetahui ilmu dan agamanya.” Katanya juga, “Hendaknya diketahui tentang hakikat keadaannya dan kebenaran aqidah beliau, maka simaklah apa yang beliau sebutkan di awal kitabnya yang dia beri judul al-Ibanah. Kemudian beliau menukil teks panjang dari kitab al-Ibanah.8
- Nashruddin as-Sijzi. Disebutkan oleh Syaikhul Islam bahwasanya Nashruddin al-Maqdisi memiliki beberapa karya dalam aqidah, dia menukil beberapa pasal pembahasan dari kitab al-Ibanah dan beliau memiliki satu manuskrip di perpustakaan wakafnya.9
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau sering menukil kitab al-Ibanah dalam beberapa kitabnya dan mengatakan bahwa al-Ibanah termasuk karya al-Asy’ari yang paling masyhur dan paling terakhir.10
- Ibnul Qayyim al-Jauziyyah. Beliau juga sering menukil dan menyebut kitab al-Ibanah dalam banyak kitabnya.11
- Imam al-Baihaqi. Beliau mengatakan setelah menukil ucapan Imam Syafi’idalam masalah aqidah, “Dan semakna dengan ucapan Imam Syafi’i adalah apa yang disebutkan oleh Ali bin Isma’il (Abul Hasan al-Asy’ari, Pent.) dalam kitabnya al-Ibanah.”12
- Imam ash-Shabuni. Disebutkan bahwa beliau dalam majelis pengajiannyaselalu membawa kitab al-Ibanah.13
- Ahmad bin Tsabit ath-Tharqi. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya kaum Jahmiyyah menisbahkan ta’thil (pengingkaran sifat Allah) kepada Abul Hasan, tetapi saya membaca dalam kitabnya al-Ibanah ’an Ushul Diyanah ternyata beliau menetapkan sifat-sifat Allah.”14
- Ibnu Farhun al-Maliki. Beliau mengatakan, “Abul Hasan memiliki beberapa kitab, di antaranya adalah kitab al-Luma’ al-Kabir, kitab al-Luma’ ash-Shaghir, dan kitab al-Ibanah fi Ushul Diyanah.”15
- Imam Nawawi. Disebutkan oleh adz-Dzahabi bahwa beliau menyalin kitab al-Ibanah dengan tulisan tangannya.16
- Al-Qadhi Abu Bakr al-Baqilani. Beliau malah mensyarah (menjelaskannya).17
- Ibnu Dirbas. Beliau menetapkan al-Ibanah sebagai karya al-Asy’ari.18
- Adz-Dzahabi. Beliau mengatakan, “Kitab al-Ibanah termasuk karya Abul Hasan yang paling masyhur.”19 Dan beliau menukil beberapa ucapan Abul Hasan Dalam al-Ibanah.20
- Al-Hafizh Ibnu Katsir. Beliau menyebutkan beberapa periode yang dilalui oleh al-Asy’ari dan menyebutkan bahwa periode akhirnya adalah dengan menulis kitab al-Ibanah.21
- Al-Hafizh al-Miqrizi. Tatkala beliau menyebutkan karya-karya al-Asy’ari,beliau menyebutkan di antaranya adalah al-Ibanah.22
- Ibnul Amad al-Hanbali. Beliau mengatakan dalam biografi al-Asy’ari,“Sesungguhnya al-Asy’ari mengatakan dalam kitabnya al-Ibanah fi Ushul Diyanah yang merupakan karya terakhirnya.”23
- Az-Zabidi. Beliau menyebutkan dalam biografi al-Asya’ri tentang karya-karyanya, salah satunya adalah al-Ibanah.24
- Khalid an-Naqsyabandi. Disebutkan al-Alusi bahwa dia mengatakan, “Sesungguhnya al-Asy’ari menulis al-Ibanah dan itu adalah karyanya yang paling terakhir. Dan itulah madzhab al-Asya’ari yang menjadi pijakan.”25
- Syaikh al-Allamah Hammad al-Anshari. Beliau mengatakan setelah membawakan ucapan-ucapan ulama seputar al-Ibanah, “Saya katakan: Inilah nukilan-nukilan para ulama pakar yang menjelaskan secara tegas tanpa ada perselisihan di dalamnya bahwa kitab al-Ibanah bukanlah kitab yang dimanipulasikan kepada Abul Hasan al-Asy’ari sebagaimana klaim sebagian kalangan yang bodoh, bahkan buku tersebut adalah termasuk karya terakhir beliau dan keyakinan final beliau yang sesuai dengan aqidah salaf sebagaimana dalam al-Qur‘an dan Sunnah Nabawiyyah.”26
Saudaraku, ini hanya beberapa ungkapan para ulama yang bersifat sebagian, masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini27 karena khawatir terlalu mempertebal jumlah halaman28 Orang yang cerdas akan merasa cukup dengan bukti-bukti di atas. Adapun orang yang keras kepala, maka seribu buktikan tidak akan cukup baginya.
Kedudukan Kitab al-Ibanah
Buku ini sangat memiliki keistimewaan yang berharga, di antaranya:
- Penulisnya adalah seorang imam yang banyak diikuti oleh banyak orang di berbagai negara. Maka tokoh sepertinya sangat sangat diterima karya tulisnya di mata para pengikutnya.
- Penulisnya menulis buku ini setelah pengalaman yang panjang dan matang dansetelah menulis beberapa kitab. Maka kitab seperti ini pasti merupakan kesimpulan dari pengalaman dan buah manis dari perjalanan hidupnya, dan pastinya akan membenahi kesalahan-kesalahan yang terjadi pada dirinya sebelumnya.
- Isi kitab ini adalah berkaitan dengan masalah yang sangat urgen bagi setiap muslim dalam kehidupannya. Bagaimana tidak, buku ini berkaitan dengan masalah aqidah dan pokok-pokok agama sesuai dengan metodologi Ahli Sunnah wal Jama’ah seperti masalah ru‘yah (melihat Allah di akhirat kelak), ketinggian Allah di atas ’arsy-Nya, dan sebagainya.
- Kitab ini merupakan periode akhir dari penulis yang mengalami perpindahan dari ideologi Mu’tazilah dan Kullabiyyah menuju manhaj salaf shalih. Oleh karenanya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Barangsiapa dari kalangan Asy’ariyyah yang berpendapat sesuai dengan kitab al-Ibanah yang dikarang oleh al-Asy’ari di akhir umurnya dan tidak menampakkan pertentangan dalam hal itu, maka dia termasuk Ahlus Sunnah.”29
- Banyak para ulama yang memuji kitab ini, sebagaimana telah lalu sebagiannya, namun tidak mengapa kita sebutkan sebagiannya di sini:
- Imam Ibnu Asakir. Setelah menukil ucapan al-Asy’ari, beliau berkomentar: “Perhatikanlah—semoga Allah merahmati kalian—aqidah ini, alangkah jelasnya dan akuilah keutamaan imam mulia ini yang menjelaskannya. Dan lihatlah alangkah mudahnya dan indahnya lafal-lafalnya.”30
- Imam ash-Shabuni. Disebutkan bahwa beliau dalam majelis pengajiannya selalu membawa kitab al-Ibanah dan membanggakannya seraya mengatakan, “Apa yang diingkari dari seorang yang menjadikan kitab ini sebagai madzhabnya?”31
- Ibnu Thabbakh. Beliau berpegang pada kitab al-Ibanah seraya mengatakan, “Ini adalah madzhabku. Alangkah cerdasnya orang yang mengarang buku ini.
Kesimpulannya, buku ini sangatlah istimewa dan memiliki kedudukan yang sangat berharga.
Sejarah Penulisannya
Pada bahasan ini perlu kami ketengahkan beberapa point penting33
- Abul Hasan al-Asy’ari melalui tiga fase kehidupan
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Imam Abul Hasan al-‘Asy’ari memiliki tiga fase dalam kehidupannya dan bahwasanya fase akhir beliau adalah mengikuti manhaj salaf shalih. Berikut ini kami akan menjelaskan beberapa argumentasi tentang fase akhir (salaf shalih) yang dilalui oleh al-Asy’ari:
Pertama: Fase akhir tersebut disebutkan oleh para pakar sejarah; di antaranya adalah Imam Ibnu Katsir, salah seorang pakar sejarah yang tidak diragukan lagi, menyebutkan bahwa Imam al-Asy’ari melalui tiga fase dalam hidupnya:
(1) Mengikuti ideologi Mu’tazilah dan beliau sudah bertaubat darinya tanpa ada keraguan di dalamnya.
(2) Fase ideologi Kullabiyyah yang menetapkan tujuh sifat (hidup, ilmu, kemampuan, kehendak, mendengar, melihat, dan kalam) serta memalingkan makna sifat Allah seperti wajah, kaki, tangan, dan sebagainya.
(3) Fase Salaf Shalih yang menetapkan semua itu tanpa membagaimanakan dan menyerupakannya makhluk, seperti metode salaf. Ini metode yang beliau tempuh dalam kitab akhirnya yaitu al-Ibanah.
Demikian juga Imam adz-Dzahabi, salah satu pakar sejarah yang tak diragukan, beliau mengatakan, “Al-Asy’ari dilahirkan pada tahun 260 H dan wafat pada tahun 324 H di Bashrah. Awalnya, beliau berpaham Mu’tazilah, kemudian mengikuti ahli hadits dalam beberapa perkara yang beda dengan Mu’tazilah, kemudian mengikuti ahli hadits dalam banyak permasalahan. Dan inilah yang kami sebutkan darinya bahwa beliau menukil kesepakatan ahli hadits tentangnya dan bahwa beliau menyetujui mereka. Jadi, beliau memiliki tiga fase: fase Mu’tazilah, fase sunni sebagian, dan fase sunni dalam banyak masalah aqidah. Dan inilah yang kami ketahui dari keadaannya.”35
Al-Alusi mengatakan, “Di antara mereka adalah Imam Abul Hasan al-Asy’ari, karena fase akhir beliau adalah mengikuti madzhab yang mulia yaitu kembali kepada salaf dalam semua masalah aqidah … Dari sinilah kita mengetahui bahwa beliau beraqidah salaf dan bahwa klaim Asya’irah sekarang berbeda dengan fase akhir imam mereka yang mengikuti jejak salaf shalih. Aduhai, seandainya mereka kembali sebagaimana beliau kembali.”36
Di antara sebab perpindahan beliau kepada madzhab Ahlus Sunnah dan meninggalkan madzhab Kullabiyyah adalah perjumpaan beliau dengan ahli hadits Bashrah yaitu al-Hafizh Zakaria as-Saji37 dan ulama-ulama lainnya. Imam Adz-Dzahabi berkata dalam biografinya, “Dia termasuk para imam ahli hadits. Abul Hasan al-Asy’ari belajar darinya aqidah salaf dalam sifat-sifat Allah dan dijadikan pedoman olehnya dalam beberapa kitabnya.”38
Adapun pengingkaran Muh. Idrus Ramli akan adanya fase akhir ini dengan alasan bahwa mayoritas penulis sejarah tidak menyebutkan fase ini 39 maka kita ingatkan dengan sebuah kaidah:
“Orang yang menetapkan lebih didahulukan daripada yang meniadakan.”
“Orang yang tahu merupakan hujjah bagi yang tidak tahu.”
Kedua: Apa yang disebutkan oleh al-Asy’ari dalam kitabnya al-Ibanah, Maqalat Islamiyyin, dan Risalah ila Ahli Tsaghar dalam masalah aqidah sesuai dengan aqidah salaf dan berbeda dengan aqidah kaum Asya’irah, karena beliau menetapkan sifat-sifat Allah secara lahir dan hakikatnya tanpa mengubah maknanya, bahkan beliau menilai orang yang mengubahnya termasuk ahli bid’ah dan Jahmiyyah. Semua ini menunjukkan bahwa aqidah beliau berbeda dengan aqidahnya ketika masih dalam fase Kullabiyyah. Hal ini semakin kuat dengan adanya isu yang mencuat bahwa al-Asy’ari menulis al-Ibanah adalah karena takut dari ancaman Hanabilah di Baghdad 40 ini tidak benar, namun memberikan sinyal bahwa al-Asy’ari dalam kitabnya al-Ibanah sesuai dengan manhaj salaf dan berbeda dengan Kullabiyyah dan al-Asya’irah.
Ketiga: Imam Abul Hasan al-Asy’ari telah menjelaskan bahwa Kullabiyyah berbeda dengan ahli hadits. Nah, seandainya beliau termasuk kelompok Kullabiyyah maka tidak mungkin beliau membedakan antara Kullabiyyah dengan ahli hadits. Beliau mengatakan, “Kaum muslimin terpecah menjadi sepuluh kelompok: Syi’ah, Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Jahmiyyah, Dhirariyyah, Husaniyyah, Bakriyyah, al-Aamah, Ashabul Hadits, dan Kullabiyyah pengikut Abdullah bin Kullab al-Qathan.”41 beliau menjadikan kelompok Kullabiyah berbeda dengan ahli hadits.
Perhatikan pula ucapan al-Asy’ari setelah mengutarakan aqidah ahli hadits, “Inilah secara global apa yang mereka perintahkan dan yakini. Dan dengan semua apa yang kami sampaikan dari pendapat mereka, saya juga berpendapat dan ikut. Tidak ada taufiq bagi kita kecuali dengan pertolongan Allah semata. Hanya kepada-Nya kami meminta pertolongan dan bertawakal serta kembali. Adapun pengikut Abdullah bin Sa’id al-Qathan, maka mereka berpendapat dengan kebanyakan42 apa yang kami sampaikan dari Ahlu Sunnah.”43
Hal ini memperkuat bahwa Kullabiyyah bukan termasuk Ahli Sunnah sekalipun lebih mendekati kepada mereka dibandingkan kelompok-kelompok lainnya.
Keempat: Hal ini diperkuat bahwa orang-orang Asya’irah belakangan tidak menukil dalam kitab-kitab mereka apa yang disebutkan oleh al-Asy’ari dalam kitab-kitabnya seperti Maqalat Islamiyyin, Risalah ila Ahli Tsaghar, dan al-Ibanah, bahkan mereka berusaha untuk mengingkarinya44 semua itu tidak lain adalah karena isi buku-buku inibertentangan dengan keyakinan mereka sekarang.
Kelima: Imam Abul Hasan al-Asya’ri menegaskan di awal kitabnya al-Ibanah bahwa beliau mengikuti metode Imam Ahmad bin Hanbal dan menyifati beliau dengan imam Ahlus Sunnah45 bukan malah menisbahkan kepada Ibnu Kullab. Dan telah dimaklumi bersama bahwa Imam Ahmad sangat berbeda jalur dengan Ibnu Kullab, bahkan memperingatkan keras dari tokoh-tokoh mereka seperti Harits al-Muhasibi dan kawan- kawannya. Jadi, seandainya al-Asy’ari mengikuti Ibnu Kullab maka dia tidak akan menisbahkan diri kepada Imam Ahmad.
Dengan argumentasi di atas dapat kita pastikan bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ari telah kembali kepada pangkuan salaf shalih, Ahli Sunnah wal Jama’ah dan ahli hadits, dan telah meninggalkan pahamnya pada fase pertama yaitu Mu’tazilah dan fase kedua yaitu paham Kullabiyyah yang menetapkan sebagian sifat Allah dan mengingkari sifat lainnya.46
2. Argumentasi bahwa al-Ibanah adalah buku terakhir al-Asy’ari
Jika Anda bertanya: Apa bukti dan argumentasinya jika al-Ibanah adalah kitab terakhir al-Asy’ari? Jawabannya sebagai berikut:
- Ibnu Furak tidak menyebutkan al-Ibanah dalam daftar karya tulis al-Asy’ari sebelum tahun 320 H. Dan beliau mengatakan, “Sesungguhnya al-Asy’ari hidup setelahitu sampai tahun 324 dan menulis beberapa kitab pada tahun-tahun tersebut.”47 Ini menunjukkan bahwa al-Asy’ari menulis al-Ibanah setelah tahun 320 H.
- Dikisahkan oleh Ibnu Asakir tentang kisah taubatnya al-Asy’ari bahwasanya ketika dia naik minbar dan mengumumkan taubatnya, dia menyerahkan beberapa kitab kepada manusia, di antaranya adalah kitab al-Luma’ dan kitab yang membongkar aurat Mu’tazilah yang berjudul Kasyful Asrar wa Hatkul Astar dan selainnya.48 kisah ini, al-Asy’ari mengarang kitab al-Luma’ setelah keluar dari Mu’tazilah langsung. Ini menunjukkan bahwa al-Ibanah ditulis setelah itu, karena dapat dipastikan bahwa al-Ibanah tidak ditulis saat beliau masih berpaham Mu’tazilah, tidak ada yang mengatakan demikian seorang pun dan al-Ibanah juga tidak termasuk kitab yang diberikan kepada manusia saat keluar dari Mu’tazilah langsung, maka ini menunjukkan bahwa al-Ibanah ditulis belakangan.
- Dikisahkan bahwa al-Asy’ari ketika datang ke Baghdad, beliau datang kepada Abu Muhammad al-Barbahari seraya mengatakan, “Saya telah membantah al-Jubai, saya membantah Majusi, dan Nasrani.” Lalu Abu Muhammad mengatakan, “Saya tidak mengerti apa yang kamu katakan, kami tidak mengetahui kecuali ucapan Imam Ahmad, ” Setelah itu dia keluar dan menulis al-Ibanah dan dia tidak menerimanya.49 Kisah ini menunjukkan tentang terakhirnya kitab al-Ibanah.
- Dalam kitab al-Ibanah, kita akan mendapati al-Asya’ri menetapkan sifat-sifat Allah khabariyyah seperti ketinggian Allah dan bagaimana konsekuennya beliau terhadap wahyu al-Qur’an dan hadits serta menolak perubahan makna. Dalam kitab ini juga, beliau tidak membahas masalah-masalah filsafat yang dia sebutkan dalam kitab al-Luma’. Ini menunjukkan tentang tahapan beliau untuk menghilangkan diri dari ilmum kalam.
- Persaksian para ulama bahwa al-Ibanah adalah termasuk kitab terakhir al-Asy’ari. Kami sebutkan sebagian saja:
- Ibnu Dirbas. Beliau mengatakan, “Ketahuilah wahai para saudaraku bahwakitab al-Ibanah ‘an Ushul Diyanah yang ditulis oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari itulah keyakinan final beliau dan yang menjadi agama beliau setelah kembali dari Mu’tazilah. Seluruh ucapan yang sekarang dinisbahkan kepadanya yang bertentangan dengan apa yang terdapat dalam kitab tersebut maka dia telah berlepas diri darinya.”50
- Ibnu Taimiyyah. Beliau mengatakan, “Kitab ini adalah termasuk kitab terakhir beliau yang beliau karang di Baghdad di akhir hayatnya tatkala pengetahuan beliau terhadap sunnah semakin dalam.”51
- Ibnul Imad. Beliau mengatakan, “Kitab al-Ibanah fi Ushul Diyanah adalah kitab terakhir karya beliau, sehingga dijadikan pedoman oleh para sahabatnya untuk membela beliau dari celaan orang yang mencela beliau.”52
- Ibnu Katsir. Beliau mengatakan, “Inilah metode beliau dalam al-Ibanahyang dia karang terakhir kali.”53
- Ahmad bin Hajar alu Buthami. Beliau mengatakan: “Jika ada yang bertanya: Apa bukti kalian untuk menguatkan bahwa al-Ibanah lebih akhir dari kitab al-Luma’ dan semisalnya. Maka jawabannya:
- Inilah yang layak dan pantas untuk kedudukan al-Asy’ari.
- Para ahli sejarah yang menyebutkan aqidah shahih ini dari beliau.
- Seandainya akhir aqidah beliau adalah memalingkan makna sifat, niscaya akan disebutkan oleh Ibnu Asakir dan ahli sejarah lainnya.54
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kitab ini ditulis oleh al-Asy’ari di Baghdad sekitar tahun 320 hingga 324 Hijriah, sehingga dianggap sebagai karya terakhir beliau. Wallahu A’lam.
(Bersambung ke edisi berikutnya Insya Allah)
Keterangan:
- Pengantar Syaikh Shalih al-Fauzan terhdap kitab al-Ibanah hlm. 3, cet. Jami’ah Imam.
- Mauqifu Ibni Taimiyyah minal Asya’irah 1/348 oleh Dr. Abdurrahman al-Mahmud
- Hamad al-Sinan dan Fauzi al-Anjari, Ahl al-Sunnah al-Asya’irah Syahadat ’Ulama al-Ummah wa Adillatuhum, Hawali, Dar al-Dhiya‘, hlm. 51–69.
- Madzhab Al-Asy’ari Benarkah Ahlussunnah wal Jama’ah? Jawaban Terhadap Aliran Salafi hlm. 52, Muhammad Idrus Ramli, Penerbit Khalista Surabaya, cet. pertama, April 2009.
- Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik. Episode Kebohongan Publik Sekte Salafi Wahabi hlm. 74, 79 oleh Syaikh Idahram, Percetakan PT LKIS Printing Cemerlang, Yogyakarta, cet. Pertama
- Kajian pembahasan ini banyak mengambil manfaat dari muqaddimah tahqiq Dr. Shalih bin Muqbil al-Ushaimi, Darul Fadhilah, KSA, cet. pertama, 1432 H. Dan tahqiq beliau ini terhadap kitab al-Ibanah adalah tahqiq yang paling bagus, karena beliau telah mengumpulkannya dari enam manuskrip.
- Nukilan-nukilan ini dikutip dari kajian Syaikh al-Allamah Hammad al-Anshari dalam Muqaddimah al-Ibanah—Majmu’ Rasa‘il fil Aqidah—hlm. 77–85) dan kajian Dr. Shalih al-Ushaimi dalam muqaddimah tahqiqnya terhadap al-Ibanah hlm. 29–38.awal kitabnya yang dia beri judul al-Ibanah. Kemudian beliau menukil teks panjang dari kitab al-Ibanah.
- Tabyin Kadzibil Muftari hlm. 152, 389
- Lihat Bayan Talbis al-Jahmiyyah 1/141–142. Lihat pula Risalah adz-Dzabbi ’an Abil Hasan al-Asy’ari hlm. 115 oleh Ibnu Dirbas.
- Bayanu Talbis al-Jahmiyyah 1/136, Majmu’ al-Fatawa 6/359, 5/93, Dar‘u Ta’arudhil Aqli wa Naqli 2/16.
- Lihat Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyyah hlm. 167, Nuniyah Ibnul Qayyim hlm. 69–70, ash-Shawa’iq al-Mursalah 1/260.
- Al-I’tiqad wal Hidayah ila Sabil Rasyad hlm. 204–205
- Lihat Tabyin Kadzibil Muftari hlm. 389.
- Dinukil oleh adz-Dzahabi dalam al-’Uluw 2/1249 dan al-’Arsy 2/296–297.
- Ad-Dibaj al-Mudzhab hlm. 193–194
- Al-’Uluw 2/1248
- Thabaqat al-Fuqaha‘ asy-Syafi’iyyin 1/199
- Risalah fi adz-Dzabbi ’an Abil Hasan al-Asy’ari hlm. 131
- Al-’Uluw 2/1248
- Kitabul ’Arsy 2/294, 2/298
- Lihat Thabaqat al-Fuqaha‘ asy-Syafi’iyyin 1/199.
- Al-Mawa’izh wal I’tibar 4/194
- Syadzarat Dzahab 4/131
- Ittihaf Saadatil Muttaqin 2/4
- Jala’ul ’Ainanin hlm. 158
- Muqaddimah al-Ibanah ’an Ushul Diyanah hlm. 83 (Rasa‘il fil Aqidah hlm. 83)
- Sebagai faedah juga, perlu saya sampaikan bahwa Ibnu Nadim (wafat tahun 381 H) yang hidup tidak jauh dari zaman al-Asy’ari, beliau menyebutkan dalam kitabnya al-Fihrisat hlm. 257 bahwa salah satu kitab karya beliau (al-Asy’ari) adalah at-Tabyin ’an Ushuliddin. Dan bukan perkara mustahil, bahwa maksud beliau (Ibnu Nadim) adalah kitab al-Ibanah ini karena judulnya sangat mirip sekali, sebagaimana dikatakan oleh Abdurrahman al-Badawi dalam Madzahib Islamiyyin hlm. 40 dan Abdullah Syakir al- Junaidi dalam muqaddimah tahqiq Risalah ila Ahli Tsaghar hlm. 59.
- Seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Muhibbuddin al-Khathib, Syaikh Shalih al-Fauzan, Isma’il al-Anshari, Hafizh al-Hakami, Dr. Abdurrahman al-Mahmud, Dr. Faruq ad-Dasuqi. Dr. Fauqiyah Husain, Dr. Muhammad Ibrahim al-Fayyumi, Dr. Rajih al-Kurdi, Syaikh Ahmad bin Hajar alu Buthami, dan sebagainya. (Lihat Muqaddimah Tahqiq Dr. al-Ushaimi terhadap al-Ibanah hlm. 35–38.)
- Majmu’ Fatawa 6/359
- Tabyin Kadzibil Muftari hlm. 163
- Lihat Tabyin Kadzibil Muftari hlm. 389.
- Bayanu Talbis al-Jahmiyyah 1/142
- Poin pembahasan ini banyak mengambil faedah dari kitab al-Asya’irah fi Mizani Ahli Sunnah hlm. 713–726 oleh Syaikh Faishal bin Qazar al-Jasim.
- Thabaqat al-Fuqaha‘ asy-Syafi’iyin 1/210 dan dinukil oleh az-Zabidi dalam Ittihaf as-Saadatil Muttaqin2/4 tanpa koreksi dan bantahan.
- Kitabul ’Arsy hlm. 302–303
- Ghara‘ibul Ightirab wa Nuzhatul Albab hlm. 385–387
- Beliau adalah seorang imam ahli hadits Bashrah, salah seorang imam terpercaya. Wafat pada tahun 307 H. (Lihat al-’Ibar 1/452 oleh adz-Dzahabi, al-Bidayah 11/130 oleh Ibnu Katsir, Tarikh Baghdad 8/458 oleh al-Baghdadi.)
- Siyar A’lam Nubala‘ 14/198, al-’Uluw hlm. 205. Lihat pula Naqdhu Ta‘sis hlm 123 oleh Ibnu Taimiyyah.
- Lihat bukunya Madzhab Asy’ari Benarkah Ahlussunnah Wal Jama’ah? hlm. 42–43, 50.
- Seperti tuduhan musuh al-Asy’ari yaitu Abu Ali al-Ahwazi yang kemudian dibantah oleh Ibnu Asakir dalam kitabnya Tabyin Kadzibil Muftari dan juga al-Kautsari dalam Muqaddimah kitab al-Inshaf hlm. 11 oleh al-Baqilani. (Lihat bantahan tuduhan ini dalam Muqaddimah al-Ushaimi terhadap al-Ibanah hlm. 41–45
- Maqalat Islamiyyin 1/65
- Perhatikanlah, beliau mengatakan “kebanyakan” tetapi tidak mengatakan “seluruhnya”.
- Idem. 1/345–350
- Seperti yang dilakukan oleh Muh. Idrus Ramli, dia meragukan kitab-kitab ini tanpa bukti yang autentik. Dia mengatakan tentang karya Risalah Ahli Tsaghar, “Tetapi menurut sebagian pakar, risalah ini ini sebenarnya bukan tulisan al-Asy’ari, melainkan tulisan Ibnu Mujahid, murid al-Asy’ari.” Dan berkata tentang Maqalat Islmiyyin, “Namun, menurut para pakar edisi Ritter (orientalis asal Jerman) lebih baik daripada edisi Muhyiddin yang mengandung banyak kekeliruan dan footnote yang tidak relevan.” (Madzhab Al-Asy’ari hlm. 28–29) Saya tidak mengerti siapa yang dia maksud para pakar tersebut, apakah pakar ulama, atau pakar pembual?! Karena dia tidak membawakan bukti-bukti ilmiah tentang ucapannya tersebut. Apakah dia tidak tahu bahwa kitab Risalah Ila Ahli Tsaghar disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam Tabyin Kadzibil Muftari hlm. 136 yang merupakan salah satu kitab dalam daftar referensi Muh. Idrus Ramli dalam bukunya tersebut?!! Bahkan, dia menganjurkan untuk membandingkan al-Ibanah dengan Tabyin, dia mengatakan tentang cetakan Dr. Fauqiyah Husain, “Edisi tersebut belum sepenuhnya bersih dari distorsi, pengurangan dan penambahan. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan edisi tersebut dengan naskah al-Ibanah yang dikutip oleh al-Hafizh Ibn Asakir dalam Tabyin Kidzb al-Muftari.” (Madzhab Al-Asy’ari hlm. 52. Dan lihat bukti-bukti tentang keshahihan nisbah kitab Risalah Ila Ahli Tsaghar kepada Imam Abul Hasan al-Asy’ari dalam kajian Syaikh Abdullah bin Syakir al-Junaidi dalam muqaddimah tahqiqnya Risalah Ila Ahli Tsaghar hlm. 103–108.)
- Beliau mengatakan dalam al-Ibanah, “Ucapan dan agama yang kami yakini adalah berpegang teguh dengan kitab Rabb kita dan sunnah Nabi kita dan apa yang diriwayatkan dari para sahabat, tabi’in, danimam ahli hadits. Kita berpegang teguh dengan semua itu dan dengan apa yang dikatakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, semoga Allah mencerahkan wajahnya, mengangkatderajatnya, dan melipatgandakan pahalanya. Kita mengikuti pendapatnya dan menyelisihi orang yang menyelisihi ucapannya, karena dia adalah imam yang mulia dan tokoh yang sempurna, yang Allah menjelaskan dengannya al-Haq dan menepis dengannya kesesatan, menjelaskan dengannya jalan serta menghancurkan dengannya bid’ah dan keraguan. Semoga Allah merahmatinya sebagai imam yang mulia, agung, dan sangat paham.” (al-Ibanah ‘an Ushul Diyanah hlm. 201, tahqiq Dr. Shalih bin Muqbil al- Ushaimi)
- Sejak dahulu, manusia sudah membedakan antara Asya’irah dengan Ahlus Sunnah. Imam Abu Isma’il al-Harawi meriwayatkan dari Ahmad bin Nashr al-Maalini (412 H) beliau berkata, “Aku pernah masuk Jami’ Amr bin Ash di Mesir bersama beberapa sahabatku. Tatkala kami sudah duduk, tiba-tiba ada orang tua datang menghampiri kami, ‘Kalian Ahlu Khurasan Ahlus Sunnah, sedangkan ini adalah tempat kajian Asy’ariyyah, maka berdiri dan bubarlah.’” (Dzammul Kalam wa Ahlihi 4/418, cet. Ghuraba Atsariyyah)
- Lihat Tabyin hlm. 35 oleh Ibnu Asakir.
- Tabyin hlm. 39
- Siyar A’lam Nubala’ 15/90, Thabaqat Hanabilah 2/18, al-Wafii 12/246.
- Risalah fi adz-Dzabbi ’an Abil Hasan al-Asy’ari hlm. 115
- Bayanu Talbis al-Jahmiyyah 1/143
- Syadzarat Dzahab 4/131
- Thabaqat al-Fuqaha‘ asy-Syafi’iyyin 1/199. Lihat pula Ittihaf Saadatil Muttaqin 2/6 oleh az-Zabidi.
- Al-’Aqa‘id as-Salafiyyah hlm. 157–158 secara ringkas.
syukron smoga artikel ini memberikan hujjah buat kita yang nisbat kepada salafi, terutama sdr idrus ramli banyak artikelnya menyorot salafi, dalam bentuk caci maki, fitnah, dan tuduhan lainnya … semoga Allah memberikan hidayah….
Jazakallahu khairon … barakallahu fikum…
mohon. admin…
Smoga Allah menjaga ustadz dan tetap semangat memperjuangkan kebenaran … dan smoga Allah memberikan ilmu -ilmu dan Hujjah2 dalam membela ahlul haq… amin
[…] Alhamdulillah.Membela Imam Abul Hasan-al-Asy’ariy.Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ariy,Asyaa’irah (Asy’ariyyah), danBahasan Pemalsuan Kitab Al-Ibaanah ‘an Ushuulid-Diyaanahhttp://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/06/al-imam-abul-hasan-al-asyariy-asyaairah.htmlMenjawab Buku: “Mereka-Memalsukan Kitab-Kitab-Karya Ulama Klasik” Karya Syaikh Idahramhttp://elhijrah.blogspot.com/2011/10/menjawab-buku-mereka-memalsukan-kitab.htmlPemalsuan kitab al-adzkaarhttp://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/09/pemalsuan-kitab-al-adzkaar.htmlMereka Membenci Kitab-“al-Ibanah” Karya Abul Hasan al-Asy’arihttps://abiubaidah.com/1722-mereka-membenci-kitab-al-ibanah-karya-abul-hasan-al-asyari-bagian-1-dari…https://abiubaidah.com/1725-mereka-membenci-kitab-al-ibanah-karya-abul-hasan-al-asyari-bagian-2-dari-2-tulisan.htmlPembagian Tauhid Menurut-Ahlus-Sunnah wal-Jama’ahhttp://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/10/pembagian-tauhid-menurut-ahlus-sunnah.html?m=1Paham Asy’ariyyah adalah Cucu Paham Jahmiyyah ?http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/02/paham-asyariyyah-adalah-cucu-paham.htmlPEMBAGIAN TAUHID MENJADI TIGA adalah TRINITAS(nashrani)Menyembah 3Tuhanhttps://firanda.com/715-pembagian-tauhid-menjadi-tiga-adalah-trinitas.htmlPEMBAGIAN TAUHIDhttps://almanhaj.or.id/2333-pembagian-tauhid.html*Usul Pembagian Tauhid Menjadi 3″https://konsultasisyariah.com/911-darimanakah-asal-usul-pembagian-3-tauhid.html..*Mengenal Abul Hasan Al-Asy’ari dan Asy’ariyah-Ust.Zainal Abidin Syamsudin*https://mail.kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Zainal%20Abidin%20Syamsudin/Mengenal%20Abul%20Hasan%20Al-Asy’ari%20dan%20Asy’ariyah/Mengenal%20Abul%20Hasan%20Al-Asy’ari%20dan%20Asy’ariyah.mp3Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja-Mengenal Lebih Dekat Aqidah-AsyAriyahhttps://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Abdil%20Muhsin%20Firanda%20Andirja/Mengenal%20Lebih%20Dekat%20Aqidah%20AsyAriyah/Mengenal%20Lebih%20Dekat%20Aqidah%20AsyAriyah.mp3Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja · Firoq(Golongan sesat)https://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Abdil%20Muhsin%20Firanda%20Andirja/FiroqFirqoh Asy’ariyah 1-Ust.Firanda Andirjahttps://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Abdil%20Muhsin%20Firanda%20Andirja/Firoq/14.%20Asyariyah.mp3Firqoh Asy’ariyah 2(Penjelasan Sifat 20)-Ust.Firanda Andirjahttps://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Abdil%20Muhsin%20Firanda%20Andirja/Firoq/15.%20Penjelasan%20Tentang%20Sifat%2020.mp3Firqoh Asy’ariyah 3-Ust.Firanda Andirjahttps://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Abdil%20Firanda%20Andirja/Firoq/16.%20Asyairah%203.mp3Firqoh Asy’ariyah 4-Ust.Firanda Andirjahttps://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Abdil%20Muhsin%20Firanda%20Andirja/Firoq/17.%20Asyairah%204.mp3Firqoh Asy’ariyah 5-Ust.Firanda Andirjahttps://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Abdil%20Muhsin%20Firanda%20Andirja/Firoq/18.%20Asyairah%205.mp3Firqoh Asy’ariyah 6-Ust.Firanda Andirjahttps://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Abdil%20Muhsin%20Firanda%20Andirja/Firoq/19.%20Asyairah%206.mp3.EbookAsy’Ariyah vs Ahlu Sunnahhttps://www.box.com/s/788d6fa99d5b39ad5442Ulama Syafi’iyah Antara Salafi dan Asy’arihttps://drive.google.com/file/d/1ICXNHQrHv7F5X3nQMOJslM4ZCBQt0Byj/viewPembagian Tauhid Menjadi Tiga?.Ketika para ulama menjelaskan-bahwa tauhid itu ada tiga jenis, bukan-berarti tuhan itu ada tiga sebagaimana keyakinan kaum Nasrani (Kristen),na’udzubillah..Pembagian tauhid menjadi tiga-jenis itu bukan istilah baru yang diada-adakan oleh para-ulama belakangan, sebagaimana sangkaan sebagian orang-bahwa pembagian tauhid itu dari “Wahhabi”. Pokoknya siapa saja yang-mengatakan tauhid-terbagi menjadi tiga jenis, maka otomatis dia adalah”Wahhabi” (yaitu-orang-orang yang mengikuti dakwah tauhid yang-digencarkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -wafat tahun 1206-Hijriyyah- di masa awal munculnya kerajaan Arab Saudi).Sebagian orang mengatakan,pembagian tauhid menjadi tiga itu adalah-paham kaum Wahhabi yang mereka-adopsi dari pemahaman yang-direkayasa oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728 Hijriyyah),benarkah demikian?.Ternyata asumsi dan tuduhan ini-tidak benar, karena pembagian itu adalah-hasil istiqra'(penelitian) para ulama terdahulu yang-bersumber dari al-Quran-dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, seperti al-Imam Ibnu-Mandah, al-Imam Ibnu Jariir ath-Thabariy dan para ulama lainnya-rahimahumullah.Berikut nama para ulama-terdahulu sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-yang membagi tauhid menjadi tiga jenis:.Pertama:.Al-Imam Abu Abdillah Ubaidillah-bin Muhammad Bin Baththah wafat pada-tahun 387-Hijriyyah dalam kitabnya al-Ibanah ‘an syari’atil Firqotin Naajiyah-wa Mujanabatu al-Firaq al-Mazmumah.Kedua:.Al-Imam al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Ishaq bin Mandah (310-395-Hijriyyah) kurun ke-4 Hijriyyah.Dalam Kitab at-Tauhid wa ma’rifati Asmaa Allah Azza wa Jalla wa-Shifaatihi alal Ittifaqi wat Tafarrud.Ketiga:.Al-Imam al-Qadhiy Abu Yusuf-Ya’qub bin Ibrhim bin Habiib al-Kufiy (Shohib-al-Imam Abu Hanifah), wafat pada tahun 182-Hiriyyah. Sebagaimana yang-dikutip oleh al-Imam Ibnu Mandah dalam Kitab Tauhid karya beliau..Keempat:.Al-Imam Abu Jakfar ath-Thahawiy (wafat pada awal kurun keempat-tepatnya pada tahun 321 Hiriyyah) dalam-kandungan ucapan beliau dalam-mukaddimah kitabnya yang terkenal “Akidah Thahawiyyah”..Dan masih banyak lagi dari-kalangan ulama terdahulu-seperti al-Imam Ibnu-Abi Zaid al-Qairawaaniy (wafat tahun 386-Hijriyyah) dalam mukaddimah-kitab akidahnya,Al-Imam Ibnu-Jariir ath-Thabariy (wafat tahun 310 Hijriyyah)dalam kitab Tafsirnya dan Al-Imam Ibnu-Hibaan-al-Bustiy (wafat tahun 354-Hiriyyah) dalam mukaddimah kitabnya Roudhoh al-‘Uqala wa Nuzhah al-Fudhala..Mungkin masih banyak kaum-muslimin yang belum mengetahui perkara ini,mudah-mudah informasi dan-penjelasan ringkas ini bermanfaat dan bisa-menghilangkan segala bentuk sangkaan buruk dan tuduhan yang-dialamatkan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Muhammad-bin Abdul Wahhab rahimahumallah..Untuk informasi lebih detil, silahkan download kitabnya di sini:http://waqfeya.com/book.php?bid=7577.Membela Imam Abul Hasan-al-Asy’ariy (Rahimahullahu).Bismillahirrahmanirrahim..Terjadinya penolakan dari-sebagian pengikut Imam Abul Hasan al-Asy’ariy-akan sebuah-fakta bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ariy telah rujuk kepada-Manhaj para Salaf sebelum wafatnya merupakan fenomena yang dapat-dipahami alasannya..Mengapa dapat dipahami alasannya ?.Bagaimana tidak, mereka sudah-terlanjur bersusah payah mempelajari-Aqidah lama Imam Abul Hasan al-Asy’ariy (ketika ia masih diatas Aqidah-mu’tazilah / kullabiyah), pengorbanan harta-dan waktu yang begitu-panjang-telah mereka curahkan, lalu tetiba mengetahui ternyata Imam Abul Hasan al-Asy’ariy ruju’ kepada manhaj as-Salaf, maka-betapa hancurnya perasaan-mereka, terlebih tak-tanggung-tanggung, sebagai bukti kesungguhan ruju’nya-Imam Abul Hasan al-Asy’ariy kepada-Aqidah yang murni, yaitu aqidah yang-dipahami oleh generasi as-Salaf (Radiyallahu ‘anhum), ia telah menulis-banyak buku membantah Aqidahnya yang lama.Berbagai tuduhan dusta atas-Imam Abul Hasan al-Asy’ariy disebarkan dari-zaman ke zaman,tak ubahnya seperti kaset usang yang dipaksa untuk terus-diputar, guna menutupi fakta yang amat menyakitkan bagi para pengekor-hawa nafsu..Berbagai manuver keji mereka lancarkan untuk menolak fakta taubatnya-Imam Abul Hasan al-Asy’ariy..Betul…Tentu saja mereka harus menolak-fakta tersebut, karena jika mereka-mengakui ruju’nya Imam Abul Hasan al-Asy-‘ariy-kepada Manhaj Salaf, maka-sama saja mengakui bahwa aqidah mu’tazilah yang mereka imani hingga-hari ini merupakan Aqidah yang bathil, aqidah yang-menyimpang, dan Aqidah-Salaf lah aqidah yang benar..Sehingga masuk akal jika mereka-mati-matian menolak fakta sejarah bahwa-Imam Abul Hasan al-Asy’ariy telah ruju’kepada Manhaj SalafDi dalam Aqidah Salaf, maka salaf (pendahulu) nya yaitu para Sahabat Nabi-Radiyallahu ‘anhum. Adapun Aqidah Mu’tazilah (yang digagas Washil bin’Atha’, mantan muridnya Imam Hasan al-Bashri Rahimahullahu). maka”salaf”nya bermuara kepada rahimnya-Jahmiyyah. dengan puggawanya yaitu-Jahm bin Shafwan,Berikut ini beberapa syubhat dari-orang-orang yang menolak fakta ruju’nya-Imam Abul Hasan al-Asy’ariy kepada Manhaj Salaf, dan kami sertakan-bantahannya, semoga dengan ini dapat-mencerahkan bagi orang-orang yang-memang jujur mengikuti kebenaran..Syubhat #1 : Mereka mengklaim bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ariy tidak-pernah membuat kitab al-Ibanah, adapun kitab-al-Ibanah yang sudah-tersebar tersebut-merupakan karangan orang-orang “wahabi”. Dan sekaligus-mengklaim bahwa tidak pernah Imam Abul Hasan-al-Asy’ariy rujuk kepada-Manhaj as-Salaf..Bantahan Syubhat-1 :.Pertama, ada puluhan ulama pada-ratusan tahun lalu yang bersaksi bahwa-Kitab al-Ibanah ‘an ushuuli ad-Diyanah benar-benar ditulis oleh Imam Abul-Hasan al-Asy’ariy (Wafat pada tahun 324H), bahkan puluhan ulama Ahlus-Sunnah tersebut-menceritakan secara mendetail berkenan ruju’nya Imam-Abul Hasan al-Asy’ariy kepada Manhaj as-Salaf..Mereka adalah ulama Ahlus-Sunnah yang menjadi rujukan kaum muslimin-sampai hari ini, apakah masuk-akal-puluhan ulama besar tersebut-berdusta ? Tentu tidak mungkin..Berikut kami akan sebutkan satu per satu-sebatas yang kami mampu, Biidznillah.#1 al-Haafidz Ibnu ‘Asaakir (wafat pada tahun 571 H).Beliau menjelaskan berkenaan hal ini-pada kitab beliau yang berjudul at-Tabyiin..#2 Imam Abu Nashr as-Sajzi(wafat pada tahun 444 H).Beliau menukilkan penjelasan-Kitab al-Ibanah pada kitabnya yang-membantah ahlul kalam.#3 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah(wafat pada tahun 728 H).Syaikhul islam menukilkan kitab al-Ibanah di banyak karya tulis beliau,diantaranya yang berjudul Bayanu Talbisi-al-Jahmiyyah, al-Fatawa, dan Dar-at-Ta’awudh.#4 Imam Ibnul Qayyim (wafat tahun 751 H).Beliau menukilkan kitab al-ibanah di beberap buku beliau, satu diantaranya-yg berjudul Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyati.#5 Abu Bakr Ahmad bin al-Husainbin ‘Ali al-khurosani al-Baihaqi (wafat-tahun 458 H).Beliau jelaskan di kitabnya yang berjudul al-I’tiqad wal Hidayah ila sabilir-rasyad.#6 Syaikhul Islam Abu Ustman Isma’il bin Abdirrahman bin Ahmad ash-Shobuni (Lahir tahun 373 H).Ibnu ‘Asaakir menceritakan Imam Ash-Shobuni sering membawa Kitab al-Ibanah ditangannya ketika hendak mengajar.#7 Imam an-Nawawi (wafat 676 H).Imam Adz-Dzahabi-menceritakan di dalam kitab al-Uluw bahwa Imam an-Nawawi memiliki salinan Kitab al-Ibanah karya Imam Abul Hasan al-Asy’ari.#8 Imam Adz-Dzahabi (wafat 748 H).Beliau jelaskan panjang lebar dalam kitabnya yang berjudul al-‘Uluw Lil ‘Aliyil-Ghaffar dan Tarikh Islam.#9 Ibnu Farhuun al-Maliki (Wafat pada tahun 799 H).Beliau menjelaskan terkait al-Ibanah-karya Imam Abul Hasan al-Asy’ariy di-kitab beliau yang berjudul Kitab ad-Dibaaj-al-Madzhab.#10 Abu Fallah Abdul Hayyi bin’Imaad al-Hanbali (wafat pada tahun 1098 H).Beliau menjelaskan perihal kitab al-Ibanah di kitab beliau yang berjudul-Syadzaraat adz-Dzahab Fii A’yanil Madzhab.#11 Sayyid Murtadha az-Zubaidy(wafat pada tahun 1205 H).Beliau terangkan di kitab beliau yang berjudul Ithaafus Sa’adah al-Muttaqin bi-Syarh Asraari Ihya’ Ulumuddin.#12 al-Hafidz Taqiyuddin-al-Maqrizi (wafat pada tahun 845 H).Dijelaskan oleh beliau dalam kitabnya yang-berjudul al-Mawa’itz wa’ I’tibar.#13 al-Faaqih Abul Ma’aly Mujla (wafat pada tahun 550 H).Beliau uraikan di kitab beliau yang-berjudul Fiqih adz-Dzakhaair.#14 Imam Ibnu Abdil Baar (wafat pada tahun 463 H).Secara tegas beliau uraikan di kitab beliau yang berjudul at-tamhid dan al-Istidzkar.#15 al-Haafidz Abu Bakr-as-Sam’aniy al-khurasaniy (Mufti Khurasan, wafat-pada tahun 562 H)Hal ini telah diuraikan oleh Syaikhul Islam di kitab yang berjudul Bayanu-Talbisi al-Jahmiyyah.#16 al-Qadhi Abu Bakr al-Baqilaniy (wafat pada tahun 402 H).dipaparkan pada Kitabnya yang berjudul Thabaqat al-Fuqaha-asy-Syafi’in.#17 Ibnu Darbas asy-Syafi’i (wafat tahun 605 H).diuraikan secara mendetail pada kitabnya yang-berjudul Risalah Fii adz-Dzab’an abil Hasan al-Asy’ariy.#18 al-hafidz Ibnu Katsir (wafat pada tahun 774 H).Beliau jelaskan di kitab Thabaqat asy-Syafi’iyyah &-al-Bidayah wa an-Nihayah.#19 Abu Bakr Ibnu Faurak (Wafat 406 H).Beliau menjelaskan secara detail kisah perjalanan Abul Hasan al-Asy’ariy-dalam mencari hidayah, dan menyebutkan Imam Abul Hasan al-Asy’ariy-keluar dari manhaj Mu’tazilah menuju Manhaj para as-Salaf pada tahun-300H.#20 al-Khatib al-Baghdadiy (wafat pada tahun 463 H).Beliau uraikan di kitabnya yang berjudul Tarikh Baghdadiy.#21 Ibnu Khallikan (wafat pada tahun 681 H).Beliau jelaskan di kitab yang berjudul Wafayatul a’ayan.#22 Imam Taajuddin as-Subki(wafat pada tahun 771 H).Dipaparkan pada kitabnya yang berjudul-Thabaqaatul-asy-Syaafi’iyyah al–Kubra.#23 al-Hafidz Ibnu Hajar-al-‘Astqalaniy (wafat pada tahun 852 H).Diuraikan di kitabnya yang berjudul Lisaanul Mizan.#24 Abu Muhammad Ibnu Thabbakh (wafat pada tahun 575 H).Syaikhul Islam menjelaskan di kitab Bayanu Talbisi al-Jahmiyyah bahwa Ibnu-Thabbakh banyak menukil dari kitab al-Ibanah.#25 -Para Ulama Kontenporer-seperti Syaikh al-Utsaimin, Syaikh Shaalih-al-Fauza, Syaikh Isma’il al-anshory, Syaikh ‘abdul aziz bin Baaz.Dan masih banyak lagi yang belum kami sebutkan satu per satu karena-keterbatasan kami..Kemudian, framing mereka bahwa “wahabi” merupakan dalang atas kitab al-Ibanah, maka ini sangat membingungkan. Karena mereka-sendiri yang-menyatakan bahwa “wahabi” dinisbatkan kepada-sosok Syaikh-Muhammad-bin Abdil Wahab (Rahimahullahu), yang-mana-beliau lahir pada tahun 1206H, maka bagaimana mungkin-puluhan ulama Ahlus-Sunnah-yang-telah-mempersaksikan bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ariy ruju’ kepada-Manhaj-Salaf juga diframingkan sebagai “Wahabi” ?.Padahal para ulama tersebut-wafat ratusan tahun sebelum Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab lahir.Maka syubhat mereka pada poin ini sangatlah lemah..Syubhat #2 : Sebagian Ahlul Bid’ah yang sedikit cerdas, tidak berani-menuduh bahwa Kitab al-Ibanah tidak ditulis oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ariy, namun mereka menebarkan syubhat-bahwa isi dari Kitab al-Ibanah-telah dipalsukan oleh “wahabi”. Dan sebagian mereka memberikan syubhat-bahwa Kitab al-Ibanah cetakan non-arab saudi ada perbedaan dengan kitab-al-Ibanah cetakan arab saudi..Bantahan Syubhat #2 :.Para pengikut hawa nafsu-mungkin tidak tahu, bahwa diantara bukti-kesungguhan Imam Abul Hasan al-Asy’ariy dalam membantah Aqidahnya-yang lama, ia telah membantahnya dgn-menulis kitab yang sangat banyak-judulnya, sehingga Aqidah beliau di Kitab al-Ibanah ‘an Ushuuli ad-Diyanah-sama dengan kitab-kitab beliau lainnya yg-ditulis-saat ia ruju’ kepada manhaj-as-Salaf..Berikut diantara kitab-kitab yang ditulis oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ariy-dalam menjelaskan prinsip-prinsip Aqidah as-Salaf & membantah aqidah-mu’tazilah :.– al-Mujiiz– Asyful Asrar wa Hatkul Asrar– Mufiid Fii Radd ‘ala Jahmiyyah-wal mu’tazilah– Maqalaatul Islamiyyin-Wakhtilaafil Mushallin– Risalah ila ahli tsagar– al-luma’ al-kabir & al-luma’ ash-shagir.Adapun kitab yang paling terakhir beliau tulis sebelum wafatnya yaitu Kitab-al-Ibanah ‘an Ushuuli ad-Diyanah..Apakah para pengikut hawa nafsu tersebut juga akan sesumbar mengklaim-bahwa semua kitab-kitab diatas ini juga-dipalsukan oleh “wahabi” ? Maka-klaim yang demikian-tersebut sangat mengada-ada, karena para ulama ahlus-sunnah yang hidup ratusan tahun lalu juga telah menukilkan kitab-kitab-tersebut dalam menjelaskan Aqidah Imam Abul-Hasan al-Asy’ari yang ruju’-kepada manhaj as-Salaf..Kemudian mereka menerbar-syubhat, bahwa Kitab al-Ibanah cetakan non-arab saudi ada perbedaan dengan kitab al-Ibanah cetakan arab saudi, maka-ini bukti bahwa “wahabi” telah mengubah-ubah isi kitab al-Ibanah. Maka-klaim ini tidak benar..Mengapa tidak benar ?.Pertama, perbedaan yang minor-diantara mauskrip itu merupakan hal yang-lazim, dan ini terjadi dibanyak manuskrip, dan perbedaan minor tersebut-tidak sampai mengubah subtansi isi kitab, Semisal pada bagian awal kitab-al-Ibanah, di sebuah manuskrip tertulis ” ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ ﺍﻟﻘﺎﻫﺮ “, adapun di manuskrip-yang dijadikan pegangan cetakan arab-saudi tertulis : ” ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ ﺍﻟﻘﺎﻫﺮ “..Hal-hal minor seperti ini tidak saling bertentangan, malah seringnya-memperkuat satu dengan yang lainnya, dan yang paling terpenting tidak-mengubah prinsip-prinsip aqidah salaf yang-diuraikan oleh Imam Abul Hasan-al-Asy’ariy..Dan betapa rusaknya cara berlogika mereka, kebencian mereka kepada-Negeri Tauhid Arab Saudi begitu besar,sampai-sampai jika ada perbedaan-antara kitab al-Ibanah cetakan non-arab saudi dengan cetakan arab saudi,maka mereka langsung klaim yg salah adalah cetakan arab saudi..Seharusnya jika mereka berani mengklaim al-Ibanah cetakan arab saudi-adalah palsu, maka cara berlogika yang benar yaitu mereka harus-menghadirkan manuskrip yang belum dipalsukan “wahabi”. Namun sayangnya-mereka tidak mampu (dan tidak akan pernah mampu) menghadirkan-manuskrip yang mereka klaim belum-dimanipulasi oleh “wahabi..Jika demikian, lantas bagaimana metodologi mereka dalam menentukan-manuskrip mana yang paling shahih ? Tentu saja, omong kosong mereka ini-tak lain hanya sangkaan yang sangat mengada-ada..Pun juga, jika mereka memaksa agar orang-orang awam meyakini bahwa-Kitab-Kitab karya Imam Abul Hasan al-Asy’riy yang ruju’ kepada Manhaj as-Salaf adalah kitab-kitab yang telah dipalsukan, maka setidaknya mereka-harus punya dua hal untuk membuktikan-omong kosong mereka tersebut.Pertama, mereka harus dapat-menghadirkan semua manuskrip kitab-kitab-karya Imam Abul Hasan al-Asy’riy (kitab-kitab yang menjelaskan Aqidah as–Salaf), yang belum-dimanipulasi oleh “wahabi”. Sehingga demikian, kita-dapat melakukan perbandingan-manuskrip bersama-sama. Namun-sayangnya, mereka tidak pernah mampu.Karena manuskrip yang ada saat-ini, secara substansi, semuanya sama..Ke-dua. mau tidak mau, mereka-terpaksa harus meyakini juga bahwa semua-kitab para ulama ahlus sunnah yang ditulis-ratusan tahun lalu berkenaan-ruju’nya Imam Abul Hasan al-Asy’ariy kepada manhaj as-Salaf adalah palsu /dipalsukan oleh “wahabi”, sehingga-konsekuensi logisnya, mereka harus-menghadirkan-semua manuskrip kitab-kita para ulama ahlus sunnah tersebut-yang belum dimanipulasi oleh “wahabi”. Maka barulah kemudian dapat kita-bandingkan bersama-sama semua manuskrip tersebut.Namun tentu saja,ini pekerjaan lebih berat lagi bagi mereka, dan (lagi-lagi) mereka tidak akan-pernah mampu sampai kapanpun.Sebetulnya fakta akan ruju’nya Imam Abul Hasan al-Asy’ariy kepada Manhaj-para as-Salaf merupakan perkara yang sangat-terang benderang, maka jika-seseorang memang mengidolakan sosok Imam Abul Hasan al-Asy’ariy,hendaknya ia ikuti aqidah yang dipegang oleh-beliau sebelum wafatnya, yaitu-Aqidah yang juga dianut oleh para sahabat nabi (Radiyallahu ‘anhum).Dan bagi anda tak terima dengan ruju’ Imam Abu Hasan al-Asy’ari kepada-manhaj as-Salaf, maka silahkan saja anda tetap beriman dengan Aqidah-beliau yang lama (yaitu Aqidah Mu’tazilah /Kullabiyah), itu hak anda. Akan-tetapi, tidak halal atas anda berdusta atas nama Imam Abul Hasan al-Asy’ariy, karena sungguh beliau (Rahimahullahu) telah menunjukkan-kesungguhannya dalam taubatnya, dan beliau telah berlepas diri dari aqidah-beliau yang lama.Semoga Allah Ta’ala memberikan kita jiwa yang hanif seperti Imam Abul-Hasan al-Asy’ariy, ia habiskan waktunya untuk mencari kebenaran, bukan-mencari pembenaran. Ketika ia menyadari-itu salah, maka ia segera ruju’-atas kesalahannya.Baarakallahu Fiikum~al-Faqiir Abu Musa al-Fadaniy.Hati-hati dengan Aliran Agnostik dalam Beragama.Apa itu agnostik?.Sebagian orang ada yang berkata:“Saya tidak mau dibilang ateis, tapi saya itu agnostik”.Ajaran ateis sudah jelas bagi masyarakat kita yaitu tidak percaya dengan keberadaan Rabb Tuhan semesta Alam, lalu apa itu agnostik?.Menurut kamus KBBI agnostik adalah:.ag·nos·tik n orang yang berpandangan bahwa kebenaran tertinggi (misalnya Tuhan) tidak dapat diketahui dan mungkin tidak akan dapat diketahui..Definisi lainnya agnostisisme adalah suatu pandangan bahwasanya ada atau tidaknya Tuhan atau hal-hal supranatural adalah suatu yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui..Ringkasnya ajaran agnostik ini meyakini bahwa keberadaan Tuhan itu tidak diketahui atau tidak dapat diketahui. Sebenarnya ajaran agnostik ini adalah wajah baru dari ateis, karena keyakinan ateis itu berasal dari keragu-raguan akan adanya yang Maha Pencipta dan tidak diketahui tanda-tanda keberadaan Tuhan, lalu ateis mengambil kesimpulan tegas bahwa Tuhan itu tidak ada, sedangkan agnostik ini tidak memberikan kesimpulan tidak tegas tapi mengarah ke arah pemikiran ateis..Walaupun ada sedikit perbedaan antara ateis dan agnostik, tapi tujuan utama arah pemikiran mereka sama yaitu:.pertama: keberadaan Tuhan itu tidak dapat diketahui;.kedua: ragu-ragu akan keberadaan Tuhan..Kita akan bahas dua poin tersebut dan akan menjelaskan bahwa keyakinan agnostik ini tidak sesuai dengan syariat dan logika..Keberadaan Allah Maha Pencipta mudah diketahui.Yaitu diketahui dengan tanda-tanda keberadaan Allah yang Maha Pencipta. Kita tidak bisa menemukan Allah di dunia ini, yaitu melihat dengan mata dan panca indra, akan tetapi kita bisa menemukan tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan Allah itu ada..Sesuatu yang tidak terlihat dan tidak kita rasakan dengan panca indra sekarang, bukan berarti tidak ada. Sekarang renungkan pertanyaan berikut:.“Apakah anda pernah melihat dan menemukan ibu dari nenek dari ibu dari nenek dari ibu dari nenekmu (ibu nenek ke tujuh anda)? Kamu percaya mereka ada?”.Demikianlah kita tidak melihat dan merasakan dengan panca indra itu bukan berarti tidak ada, tetapi kita yakin ibu nenek ketujuh itu ada dengan melihat tanda-tanda yang sekarang, yaitu adanya ibu kita yang melahirkan kita..Demikian juga orang di zaman dahulu sebelum ada mikroskop mereka tidak melihat bakteri, virus, sel darah merah dengan mata, tetapi mereka meyakini adanya wabah virus dan bakteri karena mereka melihat tanda-tanda adanya mereka..Begitulah keberadaan Allah yang Maha Pencipta, tanda-tanda keberadaan-Nya ada dan sangat nampak serta bisa kita renungkan. Tanda keberadaan Allah ada pada alam dunia ini yang diciptakan dengan sempurna serta beraktivitas sesuai dengan tugasnya masing-masing secara teratur dan sempurna. Tidak mungkin terjadi secara kebetulan semuanya dengan bentuk yang sangat teratur dan sempurna..Allah berfirman,.إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’.” (QS. Ali ‘Imran 190-191)..Allah juga berfirman,.اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ * وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS. Ar-Ra’du: 2-3)..Tanda kebesaran Allah juga ada pada tubuh manusia. Dalam ilmu kedokteran modern telah terbukti bahwa tubuh manusia tersusun dengan bentuk yang sangat teratur dan bekerja sempurna mulai dari tingkat sel sampai tingkat organ..Allah berfirman,.وفي الأرض ءايات للموقنين (20) وفي أنفسكم أفلا تبصرون (21).“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu’ sendiri. Maka apakah engkau tiada memperhatikan” (QS. Adz-Dzariyaat: 20-21)..Allah mengatur itu semua tanpa adanya ketimpangan atau semisal tabrakan antar planet sehingga hancur alam semesta. Allah berfirman,.مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ.“Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS. Al-Mulk: 3)..Ragu-ragu akan keberadaan Allah termasuk kekufuran.Ragu-ragu dan tidak percaya sama saja, karena yang namanya iman itu harus yakin dan mantab. Salah satu pembatal ke-Islaman seseorang adalah ragu-ragu dalam pokok dasar agama..Allah berfirman menantang orang yang ragu tentang Al-Quran,.ﻭَﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺭَﻳْﺐٍ ﻣِﻤَّﺎ ﻧَﺰَّﻟْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰٰ ﻋَﺒْﺪِﻧَﺎ ﻓَﺄْﺗُﻮﺍ ﺑِﺴُﻮﺭَﺓٍ ﻣِﻦْ ﻣِﺜْﻠِﻪِ ﻭَﺍﺩْﻋُﻮﺍ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺻَﺎﺩِﻗِﻴﻦ ﴿٢٣﴾ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﻭَﻟَﻦْ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﻓَﺎﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻭَﻗُﻮﺩُﻫَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻭَﺍﻟْﺤِﺠَﺎﺭَﺓُ ۖ ﺃُﻋِﺪَّﺕْ ﻟِﻠْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ.“Jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, (neraka itu) telah disediakan bagi orang-orang kafir” (QS. Al-Baqarah: 23-24)..Bahkan ragu akan kekufuran mereka yang kufur adalah bentuk kekufuran. Dalam salah satu pembatal keIslaman dijelaskan,.الثالث : من لم يكفر المشركين أو شك في كفرهم أو صحح مذهبهم : كفَرَ إجْماعاً.“Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang musyrik atau ragu-ragu bahwa mereka kafir atau membenarkan mazhab (ajaran) mereka maka ini adalah kekufuran secara ijma’” (Nawaqidul Islam poin ke-3)..Agnostik bisa jadi bentuk malas beragama dan menjalankan syariat.Orang agnostik itu sebenarnya bisa jadi tidak mau terbebani alias malas menjalankan syariat agama, ingin bebas saja. Padahal kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah dan menjalankan syariatnya.Allah berfirman,.وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ.“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).Menjalankan syariat Allah sebenarnya bukan artinya Allah yang butuh, tetapi sebenarnya Allah turunkan untuk mengatur kemaslahatan & kebahagiaan manusia hidup di muka bumi ini, tidak mengedepankan hawa nafsu semata..Sebenarnya masih banyak dalil-dalil yang lainnya secara logika dan nash yang menunjukkan adanya Allah. Orang ateis dan agnostik katanya menggunakan logika untuk menolak keberadaan Allah, akan tetapu justru logika mereka yang tidak tepat..Misalnya ada pertanyaan,.“Siapakah yang menciptakan Allah?”.Jawaban secara logika adalah pertanyaan ini adalah pertanyaan yang salah. Sebagaimana pertanyaan,.“Kapan ayahmu melahirkan?”.Tentu ini pertanyaan yang salah karena tidak ada ayah yang melahirkan. Demikian juga pertanyaan siapa yang menciptakan pencipta, ini pertanyaannya salah dan tidak akan ada jawabannya, karena yang namanya pencipta itu menciptakan, ia tidak diciptakan..Jika ada jawaban siapa yang menciptakan pencipta, maka pertanyaan akan muncul terus dan tidak ada ujungnya,.“Siapa yang menciptakan pencipta tadi?”.Dan masih banyak pembahasan lainnya yang menunjukkan bahwa logika orang ateis dan agnostik ini tidak sesuai dengan nalar dan logika yang tepat..Mari kita didik anak generasi kita dengan akidah dan tauhid yang benar untuk membentengi umat dari pemikiran liberal, ateis, agnostik dan yang semisal. Semoga Allah menjaga kita dan kaum muslimin. Aamin..Demikian semoga bermanfaatPenyusun: Raehanul BahraenArtikel http://www.muslim.or.id […]