Serba-Serbi Fiqih Zakat

Serba-Serbi Fiqih Zakat

Urgensi Pembahasan

1. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang semestinya kita pelajari bersama hukum-hukumnya.

2. Masih banyaknya umat Islam yang belum faham tentang zakat, sehingga jarang yang menunaikannya.

3. Perlu digalakkannya syi’ar zakat ini sebagai solusi krisis ekonomi yang melilit negeri ini, sebagai ganti dari sistem ekonomi yang tidak syar’i.1

Mengingat pembahasan tentang zakat adalah luas, baik masalah hukum fiqih secara umum atau masalah-masalah kontemporer,2 maka di sini hanya akan disampaikan beberapa masalah pokok dan dasar tentang zakat saja. Semoga Allah melimpahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin.

A. Definisi Zakat

Zakat secara bahasa: berkembang dan menyucikan.3 Adapun secara istilah: ibadah kepada Allah dengan mengeluarkan sejumlah tertentu dari jenis harta tertentu untuk golongan tertentu dengan persyaratan tertentu.4

B. Hukum Zakat

Zakat merupakan kewajiban dalam Islam,5 bahkan termasuk rukun Islam yang seringkali diiringkan dengan shalat.6 Hal ini berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an, hadits, dan ijma’.

1. Dalil al-Qur’an

وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. (QS al-Baqarah [2]: 43)

Ini adalah perintah. Dan asal perintah menunjukkan wajib dan untuk segera dikerjakan sebagaimana dalam ilmu ushul fiqih.

2. Dalil hadits

Dari Abu Abdirrahman Abdullah ibn Umar ibn al-Khaththab Radhiallahu’anhuma, ia mengatakan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ اْلإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.

“Islam itu dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, berhaji ke Baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadhan.”7

3. Dalil ijma’

Kaum muslimin di setiap negeri telah bersepakat tentang wajibnya zakat jika telah memenuhi persyaratannya. Para shahabat juga bersepakat untuk memerangi orang yang menolak zakat.8

Oleh karenanya, barangsiapa yang mengingkari kewajiban zakat maka hukumnya kafir murtad dari Islam karena telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya.9

Adapun jika dia tidak menunaikan zakat dengan tetap meyakini wajibnya zakat, seperti karena bakhil, maka diperselisihkan ulama’ tentang kekafirannya. Namun, pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama’ yang mengatakan bahwa dia tidak kafir, hanya sebagai pelaku dosa besar dan di ambang bahaya.10

Dengan demikian maka kita ketahui betapa bahayanya ucapan sebagian kalangan yang merendahkan zakat dengan mengatakan bahwa zakat tidak relevan pada zaman sekarang, sesungguhnya itu adalah suatu kemurtadan yang tidak ada Abu Bakr-nya.

C. Hikmah dan Manfaat Zakat

Zakat merupakan ibadah yang memiliki fungsi dan peranan sangat strategis. Banyak sekali manfaatnya, di antaranya:

1. Zakat merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah.

2. Zakat merupakan sarana penting untuk membersihkan jiwa manusia dari noda-noda hati dan sifat-sifat tercela seperti kikir, rakus, dan egois.

3. Zakat juga dapat memberikan solusi untuk menanggulangi problematik krisis ekonomi yang menimpa umat manusia.

4. Menciptakan persaudaraan Islam yang saling melengkapi antar sesama.

5. Menciptakan keamanan dan meminimalkan segala tindak kriminal di tengah masyarakat.11

D. Syarat-Syarat Wajibnya Zakat

Berikut beberapa syarat wajibnya zakat secara umum, yaitu:

1. Islam

Adapun orang yang kafir, maka tidak wajib zakat dan tidak sah zakatnya sehingga dia bersyahadat dan masuk Islam terlebih dahulu. Allah berfirman:

وَمَامَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلآَّ أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. (QS at-Taubah [9]: 54)

Namun, perlu diingat di sini bahwa orang kafir tatkala tidak wajib zakat bukan berarti tidak disiksa dengan perbuatan dosanya ini, bahkan dia akan disiksa kelak di akhirat akibat dosanya ini. Perhatikanlah firman Allah:

فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ {40} عَنِ الْمُجْرِمِينَ {41} مَاسَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ{42} قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ {43} وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ {44} وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَآئِضِينَ {45}

Berada di dalam surga, mereka tanya-menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa: “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya.” (QS al-Muddatstsir [74]: 40–45)12

2. Merdeka

Adapun budak (hamba sahaya) tidak wajib zakat karena harta budak adalah milik tuannya. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَنِ ابْتَاعَ عَبْدًا وَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلَّذِيْ بَاعَهُ إِلَّا أَنْ يَشْتَرِطَهُ الْمُبْتَاعُ

“Barangsiapa yang menjual budak dan budak tersebut memiliki harta maka hartanya milik penjualnya kecuali jika pembeli mensyaratkannya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

3. Mencapai nishab dan haul

Bila tidak mencapai batas minimal nishab (batas diwajibkannya zakat) maka tidak wajib zakat. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda tentang harta emas dan perak:13

عَنْ عَلِيٍّ a قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ n إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُفَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا، وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ، فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ، وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ اَلْحَوْلُ

Dari Ali Radhiallahu’anhu berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kamu memiliki 200 dirham dan berlalu satu tahun maka wajib dizakati 5 dirham (perak), dan kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar (emas)14 dan telah berlalu satu maka wajib dizakati setengah dinar, dan setiap kelebihan dari (nishab) tersebut maka zakatnya disesuaikan dengan hitungannya.”15

Dan harus menjalani haul (putaran satu tahun) dengan standar hitungan kalender hijriyyah bukan masehi16—sekalipun berkurang sedikit di pertengahan tahun menurut pendapat terkuat—. Apabila tidak mencapai putaran satu tahun maka tidak wajib zakat. 17

Syarat nishab dan haul ini telah menjadi kesepakatan para ulama’18 berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Dari sinilah kita ketahui kesalahan para pendukung adanya zakat profesi yang diambil gajinya 2,5% setiap bulan.19

4. Kepemilikan harta yang sempurna

Sebab, jika dia tidak memilikinya secara sempurna, lantas bagaimana dia akan memberikan kepada orang lain?! Oleh karenanya, Allah menyandarkan harta zakat kepada pemiliknya dalam ayat zakat. Dengan demikian maka beberapa zakat berikut tidak ada zakatnya seperti:20

a. Harta milik negara untuk kepentingan umum.

b. Harta wakaf untuk fakir miskin, pembangunan masjid, sekolah, dan sebagainya.

c. Harta haram seperti harta curian, riba—termasuk di antaranya adalah bunga bank21—, sogok, maka harus dikembalikan atau disalurkan kepada fakir miskin karena itu bukan miliknya.

d. Harta yang diutang oleh seorang yang tidak diharapkan pembayarannya karena fakir atau mengulur-ulur pembayarannya sampai dilunasi, maka dia mengeluarkan zakatnya sekali setelah dilunasi utangnya.22

E. Zakat Bagi Anak Kecil dan Orang Gila

Ada perselisihan ulama’ tentang masalah ini. Sebagian ulama’ mengatakan tidak wajib karena mereka tidak mukallaf sebagaimana madzhab Hanafiyyah. Adapun jumhur ulama’ mengatakan wajib zakat berdasarkan keumuman dalil-dalil seperti:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS at-Taubah [9]: 103)

Demikian pula sabda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam: “Kabarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat bagi mereka, yang diambil dari orang kaya mereka lalu diberikan kepada para fakir mereka.” (al-Bukhari dan Muslim)

Telah shahih dari lima shahabat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bahwa mereka mengeluarkan zakat harta anak yatim yaitu Umar ibn al-Khaththab, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Umar, Jabir, dan Aisyah Radhiallahu’anha.23

Dan karena zakat adalah hak harta untuk fakir miskin. Insya Allah, pendapat jumhur ulama’ ini yang lebih kuat.

F. Harta-Harta yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya

Di antara harta yang wajib dikeluarkan zakatnya:

1. Emas dan perak. Mencakup di dalamnya zakat uang, zakat perhiasan wanita, zakat perdagangan menurut pendapat yang kuat.

2. Hewan ternak. Mencakup unta, sapi, kambing.

3. Pertanian. Mencakup biji-bijian dan buah-buahan.

Dan perincian penjelasannya sangat luas. Bukan tulisan ringkas ini tempat yang tepat untuk memaparkannya.

G. Bila Zakat Sebelum Waktunya

Boleh mengeluarkan zakat sebelum berputarnya satu tahun (haul) jika memang telah mencapai nishab, karena nishab adalah sebab dan haul adalah syarat. Kaidah fiqih mengatakan:

تَقْدِيْمُ الشَّيْءِ عَلَى سَبَبِهِ مُلْغَى وَعَلَى شَرْطِهِ جَائِزٌ

“Mendahulukan sesuatu sebelum sebabnya adalah sia-sia, adapun mendahului sebelum syaratnya maka boleh.”24

Hal ini diperkuat oleh dua dalil:

1. Hadits riwayat Ali:

أَنَّ النَّبِيَّ n تَعَجَّلَ مِنَ الْعَبَّاسِ صَدَقَةَ سَنَتَيْنِ

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menyegerakan zakat Abbas dua tahun.”25

2. Secara akal, sesungguhnya syarat haul itu ditetapkan sebagai bentuk kasih sayang kepada pemilik harta, seperti halnya tempo pembayaran utang, bukankah boleh seorang untuk membayar utang sebelum tempo yang ditetapkan, namun tidak boleh untuk melebihi tempo yang diberikan jika dia memiliki kemampuan?!

H. Hukum Memindahkan Zakat ke Luar Daerah

Hukum asalnya, zakat diberikan kepada golongan yang berhak di daerah terdekat dengan kesepakatan ulama’.26 Hanya, apabila ada mashlahat yang lebih besar untuk mengalihkan kepada orang lain yang jauh, maka hukumnya boleh; seperti: kerabat jauh yang membutuhkan, korban bencana yang sedang butuh bantuan, atau program yang sangat bermanfaat—seperti sumur air—bagi penduduk tertentu.27 Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (QS at-Taubah [9]: 60)

Yakni di tempat mana pun. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah membantah pendapat yang melarang: “Pembatasan larangan mengalihkan zakat dengan jarak safar tidak berdasar dalil yang syar’i. Boleh memindahkan zakat atau yang semisalnya untuk suatu kemashlahatan yang syar’i.”28

Berkaitan tentang hal ini ada sebuah kaidah yang disebutkan ulama’ bahwa “pada dasarnya zakat fithri mengikuti badan seorang, sedangkan zakat harta mengikuti harta”, kecuali jika seorang ingin memindahkan zakatnya karena kemashlahatan maka boleh sebagaimana penjelasan di atas.29

I. Golongan yang Berhak Menerima Zakat

Allah telah menyebutkan 8 golongan yang berhak mendapatkan zakat dalam Surat at-Taubah ayat 60 yang berbunyi:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (QS at-Taubah [9]: 60)

Dalam ayat mulia ini ada beberapa faedah berharga yang perlu menjadi renungan kita bersama:

1. Allah membatasi golongan penerima zakat dalam ayat ini dengan lafazh « إنما » yang fungsinya adalah pembatasan, sehingga tidak boleh diberikan kepada selain yang tersebut di atas.

2. Allah membedakan antara 4 golongan pertama dengan menggunakan huruf « ل » yang berfungsi kepemilikan, berbeda dengan 4 golongan kedua yang menggunakan huruf « في » yang menunjukkan bahwa mereka diberi sekadar kebutuhannya saja, jika lebih maka dikembalikan.

3. Islam sangat perhatian tentang alokasi harta zakat sehingga menjelaskannya secara langsung, sehingga syi’ar ini tidak dijadikan permainan oleh hawa nafsu manusia.

4. Tujuan inti zakat adalah memberantas kemiskinan. Karenanya, Allah mendahulukan fakir miskin. Dan tidak mungkin Allah mendahulukan mereka kecuali karena memang mereka yang paling membutuhkan.

5. Zakat disyari’atkan untuk kebutuhan Islam dan kaum muslimin seperti jihad fi sabilillah, dan membantu fakir miskin atau orang yang punya utang.30

6. Ayat ini hanya menjelaskan tentang jenis golongan yang berhak menerima zakat, bukan berarti harta zakat harus dibagi kepada semuanya, melainkan boleh diberikan kepada salah satu atau sebagiannya saja seperti fakir miskin saja—misalnya—sebagaimana dalam hadits Mu’adz ibn Jabal Radhiallahu’anhu.

7. Jika seorang memberikan harta zakatnya kepada orang yang dia tahu bahwa dia tidak berhak mendapatkannya maka tidak boleh dan harus mengulanginya. Namun, jika dia sudah berusaha tetapi ternyata dia salah, maka zakatnya sah dan berpahala.

J. Tidak Ada Zakat untuk Barang-Barang Pribadi yang Digunakan

Semua barang yang tidak diperdagangkan tidak ada zakat pada dzatnya; seperti: rumah, mobil, alat kerja, dan sebagainya. Namun, ada zakat dari penghasilan yang didapat darinya jika menghasilkan harta zakat yang memenuhi persyaratannya.31 Hal ini berdasarkan hadits:

لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِيْ عَبْدِهِ وَلا فِيْ فَرَسِهِ

“Tidak ada bagi seorang muslim zakat pada kudanya dan budaknya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

K. Zakat Fithri Dengan Uang, Bolehkah?

Mayoritas ulama’ berpendapat bahwa zakat fithri tidak boleh diganti dengan uang. Hal ini merupakan madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah. Adapun madzhab Hanafiyyah, mereka membolehkannya. Pendapat ini banyak diikuti oleh para penulis, seperti Ahmad al-Ghumari dalam Tahqiqul Amal fi Ikhraj Zakatil Fithri bil Mal, Husain bin Ali ash-Shuda dalam risalahnya Jawaz Ikhraj Zakatil Fithri Naqdan, dan lain-lain. Namun, pendapat yang kuat adalah pendapat pertama, karena beberapa alasan:

1. Dalil-dalil pendapat pertama lebih kuat dibandingkan dalil-dalil pendapat kedua.

2. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, karena pada masa beliau mata uang sudah ada, namun tidak dinukil bahwa beliau memerintahkan para shahabatnya untuk mengeluarkan zakat fithri dengan dinar ataupun dirham.

3. Ibadah ini telah dibatasi dengan tempat, waktu, jenis, dan ukurannya, maka tidak boleh diselisihi, karena ibadah harus berdasarkan dalil.

4. Mengeluarkannya dengan uang mengubah zakat fithri dari suatu syi’ar yang tampak menjadi shadaqah yang tersembunyi.

5. Sesuai dengan kaidah bahwa tidak boleh berpindah kepada badal (ganti) kecuali bila aslinya tidak ada.32

L. Badan Pengelola Zakat

Pada asalnya, seorang hendaknya mengeluarkan zakatnya sendiri. Sekalipun demikian, seandainya dia mewakilkan kepada orang lain maka hukumnya tetap boleh, termasuk bila dia mewakilkannya kepada badan-badan pengelola zakat. Masalahnya, bolehkah menyerahkan zakat fithri kepada badan-badan pengelola zakat yang terkadang mereka memberikannya kepada fakir miskin setelah selesai shalat Hari Raya Idul Fithri?

Masalah ini diperinci sebagai berikut:

1. Apabila badan pengurus zakat tersebut mewakili pemberi zakat dan penerima zakat, seperti badan-badan resmi yang ditunjuk atau diizinkan pemerintah, maka boleh memberikan zakat kepada mereka sekalipun mereka akan memberikannya kepada fakir setelah hari raya.

2. Apabila badan pengurus hanya mewakili pengeluar zakat saja, bukan mewakili penerima zakat, seperti badan-badan yang tidak resmi dari pemerintah atau tidak mendapatkan izin pemerintah, maka mereka harus memberikan zakat fithri kepada fakir sebelum shalat Id dan tidak boleh mewakilkan kepada badan-badan tersebut jika diketahui bahwa mereka memberikannya kepada fakir setelah shalat Id.33

 

Demikianlah beberapa permasalahan fiqih zakat secara ringkas. Semoga Allah menjadikannya bermanfaat bagi kita semua. Amin.

 

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

1Faedah: Pajak tidak bisa disamakan atau dikategorikan sebagai zakat, karena adanya perbedaan-perbedaan yang tajam antara keduanya. Lihat Fiqih Zakat 2/1181 karya Dr. Yusuf al-Qardhawi, Nawazil Zakat hlm. 336 karya Dr. Abdullah al-Ghufaili, Kitab Zakat hlm. 57 karya Dr. Abdullah ath-Thayyar.

2Untuk mengetahui masalah-masalah kontemporer zakat, silakan membaca kitab Nawazil Zakat karya Dr. Abdullah al-Ghufaili dan Fiqh Nawazil fil Ibadat karya Dr. Khalid al-Musyaiqih.

3Lisanul Arab, Ibnul Manzhur, 14/358.

4Az-Zakat fil Islam, Dr. Sa’id ibn Ali al-Qahthani, hlm. 12.

5Adapun kapan waktu diwajibkannya, menurut pendapat yang kuat, zakat asalnya sudah diwajibkan sejak di Makkah. Adapun perincian tentang nishabnya, syaratnya, dan sebagainya baru ditetapkan di Madinah. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 5/457 dan Fiqih Zakat 1/60 oleh al-Qardhawi.)

6Lafazh zakat dalam al-Qur’an sebanyak tiga puluh kali. Disebut beriringan dengan shalat sebanyak 28 kali. Adapun apa yang disebutkan dalam sebagian kitab bahwa zakat diiringkan dengan shalat sebanyak 82 kali maka ini berlebihan dan kesalahan. (Lihat al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazhil Qur’anil Karim hlm. 421 karya Fuad Abdul Baqi, Fiqih Zakat 1/62 oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi.)

7HR al-Bukhari: 8 dan Muslim: 16

8Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 4/5.

9Lihat al-Majmu’ 5/334 karya an-Nawawi, al-Mughni 2/573 karya Ibnu Qudamah.

10Al-Imam adz-Dzahabi mencantumkannya dalam kitabnya al-Kaba’ir hlm. 126, dosa besar kelima.

11Al-Mukhtashar al-Jami’ li Ahkami Zakat, Dr. Fakhruddin al-Mahassi, hlm. 18–19. Lihat pula al-Irsyadat ila Jumal min Hikam wa Ahkam Zakat hlm. 7–16 karya Abdullah ibn Shalih al-Qushair, az-Zakat fil Islam hlm. 43–63 karya Dr. Sa’id al-Qahthani, di mana disebutkan sekitar 40 faedah zakat.

12Syarh Mumti’ 6/20 dan Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibni Utsaimin 18/16.

13Nishab zakat berbeda-beda sesuai dengan hartanya sebagaimana ketentuannya dalam syari’at.

14Nishab zakat emas adalah 20 Dinar = 85 gram emas. Dan nishab zakat perak adalah 200 Dirham = 595 gram perak. Demikian menurut perhitungan asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarh Mumti’ 6/104 dan Majalis Ramadhan hlm. 77. Termasuk dalam hukum emas dan perak juga adalah mata uang karena uang pada zaman sekarang menduduki kedudukan emas atau perak, hal ini juga berdasarkan fatwa semua ulama’ pada zaman sekarang.

15HR Abu Dawud: 1573. Al-Imam an-Nawawi berkata: “Hadits shahih atau hasan”, sebagaimana dalam Nashbu Rayah 2/328. Hadits ini juga diriwayatkan dari banyak shahabat seperti Ibnu Umar, Aisyah, dan Anas ibn Malik Radhiallahu’anhum. Lihat keterangannya secara panjang dalam Irwa’ul Ghalil No. 787 oleh al-Albani.

16Sebagaimana dalam Fatawa Lajnah Da’imah 9/200.

17Kecuali beberapa hal yang tidak disyaratkan haul, seperti zakat pertanian, rikaz, keuntungan berdagang, anak binatang ternak. Lihat az-Zakat fil Islam hlm. 73–75 oleh Dr. Sa’id al-Qahthani.

18Lihat al-Ijma’ hlm. 51–54 oleh al-Imam Ibnul Mundzir dan al-Iqna’ fi Masa’il Ijma’ 1/263–264 oleh al-Imam Ibnul Qathan.

19Lihat kembali tulisan penulis “Kontroversi Zakat Profesi” dalam Majalah Al Furqon, Edisi Khusus, tahun kesembilan, rubrik Fiqih Nawazil.

20Fiqhu Dalil, asy-Syaikh Abdullah al-Fauzan, 2/356–357.

21Lihat al-Ashumu wa Sanadat hlm. 362 karya Dr. Ahmad al-Khalil.

22Adapun orang yang punya utang, maka menurut pendapat yang kuat tidak ada kewajiban zakat sebagaimana pendapat mayoritas ulama’ dan sesuai dengan kaidah syari’at dengan syarat tidak bisa melunasinya dan utangnya mengurangi nishab zakat. Lihat Bidayatul Mujtahid 1/246 karya Ibnu Rusyd dan risalah khusus tentang ini dalam Zakatul Madin wa Tathbiqatuhu al-Mu’ashirah hlm. 50 karya Dr. Ahmad al-Khalil.

23Lihat al-Mushannaf No. 6981–6992 karya Abdurrazzaq, al-Mushannaf 3/149 karya Ibnu Abi Syaibah.

24Al-Qawa’id, Ibnu Rajab, 1/24.

25Dikeluarkan Abu Ubaid dalam al-Amwal hlm. 583, Abu Dawud: 1624, at-Tirmidzi: 678, Ibnu Majah: 1795, dan Ahmad 2/192 dengan sanad hasan sebagaimana dikatakan asy-Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil 3/316.

26Al-Amwal, al-Imam Abu Ubaid, hlm. 589.

27Abhats Fiqhiyyah fi Qadhaya Zakat al-Mu’ashirah 1/466.

28Al-Ikhtiyarat hlm. 104

29Syarh Mumti’, Ibnu Utsaimin, 6/213; Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 14/213.

30Fiqhu Dalil, asy-Syaikh Abdullah al-Fauzan, 2/455–456.

31Fatawa Zakat, asy-Syaikh Abdullah al-Jibrin, hlm. 99.

32Ahkam Ma Ba’da Shiyam, Muhammad ibn Rasyid al-Ghufaili, hlm. 32–33.

33Lihat Nawazil Zakat hlm. 512–513 oleh Dr. Abdullah ibn Manshur al-Ghufaili.

Baca Juga Artikel Terbaru

Leave a Comment