Islam, Agama Sempurna dan Paripurna

Islam, Agama Sempurna dan Paripurna

Di antara nikmat terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepada umat ini adalah disempurnakannya agama ini sebagaimana dalam firman-Nya:

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَـٰمَ دِينًۭا ۚ

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS al-Ma‘idah [5]: 3)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ini merupakan kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terbesar kepada umat ini, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan agama mereka sehingga mereka tidak membutuhkan agama selainnya. Dan (tidak pula membutuhkan) nabi selain nabi mereka; oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya (Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) sebagai penutup para nabi dan mengutusnya kepada jin dan manusia, maka tidak ada sesuatu yang halal selain apa yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang beliau haramkan, tidak ada agama selain apa yang beliau syari’atkan, dan setiap apa yang beliau beritakan adalah benar dan jujur, tiada kedustaan di dalamnya.”[1]

Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkan dunia ini melainkan telah meninggalkan kaum muslimin dalam jalan yang terang-benderang, malamnya seperti siangnya. Semua permasalahan yang dibutuhkan oleh hamba telah dijelaskan dalam syari’at Islam, sampai-sampai permasalahan yang dipandang remeh oleh kebanyakan manusia, seperti adab buang hajat.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ ، قَالَ : تَرَكْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ ، إِلا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا ، قَالَ : فَقَالَ : صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ ، ويُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ ، إِلا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ.

Abu Dzar al-Ghifari a\ pernah mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkan kita, sedangkan tidak ada seekor burung pun yang mengepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau telah menjelaskan kepada kami. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Tidak ada sesuatu pun yang mendekatkan kalian ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian.’”[2]

Dan alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala tatkala mengatakan:

فَلَيْسَتْ تَنْزِلُ فِيْ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ دِيْنِ اللَّهِ نَازِلَةٌ إِلَّا وَفِيْ كِتَابِ اللَّهِ الدَّلِيْلُ عَلَى سَبِيْلِ الْهُدَى فِيْهَا

“Tidak ada suatu masalah baru pun yang menimpa seorang yang memiliki pengetahuan agama kecuali dalam al-Qur‘an telah ada jawaban dan petunjuknya.”[3]

Berikut ini adalah beberapa contoh kesempurnaan agama Islam. Kami akan memaparkannya agar kita semua mengetahui betapa indahnya agama Islam dan alangkah relevannya untuk setiap waktu dan setiap tempat:

1. Tauhid

Ini adalah masalah yang sangat penting sebab tauhid adalah kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sungguh mustahil, Islam menjelaskan masalah adab buang hajat tetapi tidak mengajarkan masalah tauhid.

Tauhid berarti mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur‘an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para ulama menyimpulkan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga:

1.    Tauhid Rububiyyah

2.    Tauhid Uluhiyyah

3.    Tauhid Asma‘ wa Shifat

Agar semakin jelas, maka kami akan memaparkan lebih luas macam-macam tauhid ini:

1.  Tauhid Rububiyyah

Tauhid Rububiyyah adalah meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Pencipta, Penguasa, Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, dan sebagainya.

Di antara dalil tentang tauhid rububiyyah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۚ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّۢ وَلَا نَصِيرٍۢ ﴿١١٦﴾

Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (QS at-Taubah [9]: 116)

Tauhid ini diyakini oleh semua orang baik muslim maupun kafir, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۚ قُلِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٢٥﴾

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.” Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Luqman [31]: 25)

Tidak ada yang mengingkari tauhid rububiyyah kecuali orang yang sombong saja, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَجَحَدُوا۟ بِهَا وَٱسْتَيْقَنَتْهَآ أَنفُسُهُمْ ظُلْمًۭا وَعُلُوًّۭا ۚ فَٱنظُرْ كَيْفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلْمُفْسِدِينَ ﴿١٤﴾

Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS an-Naml [27]: 14)

2.  Tauhid Uluhiyyah

Tauhid Uluhiyyah adalah memurnikan segala macam ibadah hanya untuk Allah semata, baik ibadah lisan, hati, dan anggota badan. Tauhid inilah yang berisi kandungan La Ilaha Illallah yang berarti “tidak ada sembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja”. Maka tidak boleh menyerahkan ibadah seperti do’a, menyembelih, nadzar, dan sebagainya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekalipun dia adalah malaikat atau nabi.

Di antara dalil tauhid ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selalu dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.[4]

Tauhid inilah yang menjadi medan pertempuran antara para nabi dan kaumnya. Dan inilah hakikat tauhid yang sesungguhnya. Karena tauhid inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia, mengutus para nabi dan rasul, dan menurunkan kitab-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ ۖ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (QS an-Nahl [16]: 36)

Tauhid jenis inilah pembeda antara muslim dan kafir dan inilah hakikat tauhid yang sesungguhnya.

3.  Tauhid Asma‘ wa Shifat

Tauhid asma‘ wa shifat adalah mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disebutkan al-Qur‘an dan hadits shahih tanpa tahrif (pengubahan), tanpa ta’thil (pengingkaran), tanpa takyif (membagaimanakan/menjelaskan tata caranya), dan tanpa tamtsil (penyerupaan).

Di antara dalil yang menunjukkan tentang sifat ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَـٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ﴿١٨٠﴾

Hanya milik Allah asma‘ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma‘ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS al-A’raf [7]: 180)

وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ ﴿١١﴾

Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (QS asy-Syura [42]: 11)

2. Syarat Diterimanya Amal

Setiap muslim dan muslimah pasti mendambakan agar ibadahnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, bagaimanakah caranya agar amal ibadah kita diterima oleh-Nya, berpahala, dan tak sia-sia belaka?! Seluruh ibadah manusia akan sia-sia belaka kecuali apabila telah memenuhi dua syaratnya:

Syarat Pertama: Ikhlas. Seorang harus benar-benar memurnikan niatnya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena pamrih kepada manusia, bangga terhadap dirinya, atau penyakit hati lainnya. Syarat ini, memang berat—bahkan lebih sulit dari syarat kedua—. Namun, barangsiapa yang berusaha dan bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat ini (yakni: ikhlas), niscaya akan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَ‌ٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS al-Bayyinah [98]: 5)

Oleh karenanya, marilah kita ikhlaskan seluruh ibadah kita murni hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata sehingga kita tidak mengharapkan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah bahwa sebesar apa pun ibadah yang kita lakukan tetapi bila tidak ikhlas mengharapkan wajah Allah maka sia-sia belaka tiada berguna.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim no. 1905 dikisahkan bahwa tiga golongan yang pertama kali dicampakkan oleh Allah adalah mujahid, pemberi shadaqah, dan pembaca al-Qur‘an. Perhatikanlah bukanlah jihad merupakan amalan yang utama?! Bukankah shadaqah dan membaca al-Qur‘an merupakan amalan yang sangat mulia? Namun, kenapa mereka malah dicampakkan ke neraka?! Jawabannya, karena mereka kehilangan keikhlasan dalam beramal.

Syarat Kedua: Al-Ittiba’. Seorang harus berupaya untuk beribadah sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴿٣١﴾

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran [3]: 31)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim bagi orang-orang yang mengaku cinta kepada Allah tetapi dia tidak mengikuti jalan yang ditempuh Nabi, dia dusta dalam pengakuannya sehingga dia mengikuti syari’at dan agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam setiap ucapannya, perbuatannya, dan keadaannya.”[5]

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka tertolak.” (HR Muslim: 3243)

Oleh karena itu, dalam setiap ibadah, marilah kita berusaha untuk meniru dan mencontoh praktik Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar ibadah kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam supaya amal ibadah kita tidak sia-sia belaka. Tentu saja, hal ini menuntut kita untuk semakin giat mempelajari agama dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam guna mengetahui mana yang benar-benar ajaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mana yang tidak. Dari sini kami menghimbau kepada segenap jama’ah untuk bersemangat dalam mengkaji dan mempelajari agama Islam lebih mendalam.

3. Sosial

Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Dia pasti membutuhkan untuk interaksi dan berhubungan dengan sesama lainnya. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna telah menata dengan baik aturan interaksi antar sesama. Perhatikanlah bagaimana Islam menganjurkan kepada pimpinan terhadap bawahannya:

وَٱخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ﴿٢١٥﴾

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS asy-Syu’ara‘ [26]: 215)

فَبِمَا رَحْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS Ali Imran [3]: 159)

Dan perhatikanlah bagaimana Islam memerintahkan kepada bawahan agar bersikap kepada atasannya:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَـٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَ‌ٰلِكَ خَيْرٌۭ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur‘an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS an-Nisa‘ [4]: 59)

Perhatikanlah bagaimana Islam mengatur hubungan antar sesama:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌۭ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًۭا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌۭ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًۭا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَـٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَـٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ﴿١١﴾ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌۭ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴿١٢﴾

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS al-Hujurat [49]: 11–12)

Islam bukan hanya membahas hubungan antara manusia dengan Rabbnya, tetapi Islam juga memerintahkan agar kita membaguskan hubungan dan akhlak dengan sesama, hablun minallah wa hablun minan nas.

4. Ekonomi

Al-Qur‘an telah menjelaskan kaidah-kaidah dalam masalah ekonomi, sebab perekonomian itu kembali kepada dua permasalahan:

1.   Pintar dalam mencari harta

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuka lebar-lebar segala pintu untuk mencari harta selagi tidak melanggar agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٠﴾

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS al-Jumu’ah [62]: 10)

2.   Pintar dalam membelanjakan harta

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk hemat dan tidak boros dalam membelanjakan harta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman:

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَ‌ٰلِكَ قَوَامًۭا ﴿٦٧﴾

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS al-Furqan [25]: 67)

5. Politik

Al-Qur‘an telah menjelaskan masalah-masalah politik secara gamblang. Hal itu karena politik yang bermakna pengaturan negara terbagi menjadi dua macam:

1.   Politik Luar Negeri

Politik ini kembali kepada dua sumber utama:

Pertama: Mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi serangan musuh/penjajah. Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍۢ

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. (QS al-Anfal [8]: 60)

Kedua: Persatuan yang kuat dalam kekuatan tersebut. Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. (QS Ali Imran [3]: 103)

2.   Politik Dalam Negeri

Politik ini kembali kepada penyebaran keamanan dalam negeri, membasmi kezaliman dan memberikan hak kepada pemiliknya. Dan sumber politik dalam negeri ada dalam enam perkara yang semuanya telah dijelaskan dalam Islam secara terperinci:

a.       Agama. Oleh karenanya, Islam memerintahkan tauhid dan melarang syirik serta menghukum orang yang murtad karena agama bukan permainan.

b.       Jiwa. Oleh karenanya, Islam melarang pembunuhan dan bunuh diri serta memberikan hukuman dan ancaman yang keras bagi pelakunya.

c.       Akal. Oleh karenanya, Islam melarang minum khamar (setiap yang memabukkan) karena hal itu merusak akal.

d.      Nasab. Oleh karenanya, Islam menganjurkan pernikahan dan melarang perzinaan.

e.       Harta. Oleh karenanya, Islam melarang pencurian, perampokan, dan mengambil harta orang lain.

f.       Kehormatan. Oleh karenanya, Islam melarang untuk menuduh orang lain tanpa bukti.[6]

Dengan penjelasan contoh-contoh di atas, dapatlah kita mengambil kesimpulan betapa indah dan sempurnanya agama Islam. Oleh karenanya, hendaknya kita semakin bangga dengan agama Islam dan semangat dalam menerapkan dan menyebarkannya dalam kehidupan ini, sebab kita yakin seyakin-yakinnya bahwa jika kita mengikuti aturan agama Islam maka kita akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka kami menyeru kepada semuanya:

Wahai kaum muslimin; Bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, beribadahlah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunaikanlah perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya.

Wahai para orang tua; Perhatikanlah anak-anak kalian, jaga dan bimbinglah mereka dengan pendidikan Islam.

Wahai para suami; Didiklah istri dan anak-anak kalian dan jagalah mereka dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan bebatuan.

Wahai para istri dan wanita muslimah, jadilah wanita-wanita shalihah yang taat beragama, melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya, jagalah jilbab kalian dan jangan pamerkan aurat kalian, janganlah kalian tertipu dengan propaganda-propaganda setan yang semua berupa kebebasan, emansipasi, gender, dan lain sebagainya.

Wahai para pemerintah; Tunaikanlah kewajiban kalian dan hak rakyat dengan penuh amanah dan kejujuran, perhatikanlah kebutuhan mereka dengan penuh kasih sayang.

Wahai para rakyat; Jadilah kalian sebagai rakyat yang baik, jalankan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hak makhluk, bantulah dan do’akanlah pemimpin kalian dengan kebaikan.

Wahai para ustadz, kiai, mubaligh, guru, da’i; Tunaikanlah kewajiban kalian untuk menjelaskan agama ini kepada umat dengan penuh keikhlasan, jelaskanlah kepada umat tentang tauhid dan peringatkan umat dari syirik, sampaikan kepada umat tentang sunnah dan peringatkanlah umat dari bid’ah, ajaklah umat kepada ketaatan dan jauhkanlah dari kemaksiatan; semua tanpa rasa takut kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wahai para pemuda dan anak; Sibukkanlah diri kalian untuk menuntut ilmu agama dan hal-hal yang bermanfaat, milikilah akhlak yang indah kepada sesama, karena kalian adalah masa depan umat.

Wahai para pemilik media baik cetak maupun elektronik; Jadilah kalian pembuka pintu-pintu kebaikan dan penutup pintu-pintu kejelekan, janganlah kalian menjadikan media sebagai sarana untuk memenuhi kemauan setan.

Marilah kita tutup tulisan  ini dengan do’a kepada Allah secara khusyuk dan menghadirkan hati.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa keluarga kami, orang tua kami, istri dan anak-anak kami serta saudara-saudara kami semuanya.

Ya Allah, berikanlah kepada kami sinar ilmu dan hidayah agar kami dapat mengetahui kebenaran dan menangkis virus-virus pemikiran sesat yang sangat merajalela pada zaman sekarang. Ya Allah, berikanlah kepada kami kekuatan untuk itu.

Ya Allah, perbaikilah keadaan kami, perbaikilah hati kami, dan perbaikilah keadaan negara kami.

Ya Allah, berikanlah kekuatan dan hidayah kepada para pemimpin kami dalam menjalankan amanah-Mu dengan sebaik-baiknya.

Ya Allah, turunkanlah barokah-Mu dari langit dan bumi. Ya Allah, luaskanlah rezeki untuk kami dengan rezeki yang halal.

Ya Allah, janganlah Engkau sisakan sebuah dosa seorang dari kami kecuali Engkau telah mengampuninya, dan suatu hutang kecuali Engkau melunasinya, sakit kecuali Engkau menyembuhkannya, dan kesusahan kecuali Engkau memudahkannya.

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi



[1]     Tafsir al-Qur‘anil Azhim 3/23

[2]     Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir: 1647 dengan sanad yang shahih. Lihat ash-Shahihah: 1803 al-Albani.

[3]     Ar-Risalah hlm. 20

[4]     QS al-Fatihah [1]: 5

[5]     Tafsir al-Qur‘anil Azhim 1/477

[6]     Khotbah ini diadaptasi dari risalah al-Islam Dinun Kamil karya Syaikh Muhammad asy-Syinqithi.

Baca Juga Artikel Terbaru

Leave a Comment