Menyikapi Fitnah
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ اْليَمَانِ يَقُوْلُ: كَانَ اْلنَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلَ اللهِ عَنِ اْلخَيْرِ, وَ كُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ اْلشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِيْ, فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! إِنَّا كُنَّا فِيْ جَاهِلِيَّةٍ وَ شَرٍّ فَجَاءَنَا اللهُ بِهَذَا اْلخَيْرِ, فَهَلْ بَعْدَ هَذَا اْلخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: وَ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ؟ قَالَ: نَعَمْ وَ فِيْهِ دَخَنٌ. قُلْتُ: وَ مَا دَخَنُهُ؟ قَالَ: قَوْمٌ (يَسْتَنُّوْنَ بِغَيْرِ سُنَّتِيْ وَ) يَهْدُوْنَ بِغَيْرِ هَدْيِيْ, تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَ تُنْكِرُ. قُلْتُ: فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ اْلخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ, دُعَاةٌ عَلىَ أَبْوَابِ جَهَنَّمَ, مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا. قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! صِفْهُمْ لَنَا قَالَ: قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَ يَتَكَلَّمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا. قُلْتُ: فَمَا تَأْمُرُنِيْ إِنْ أَدْرَكَتْنِيْ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَلْزَمْ جَمَاعَةَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ إِمَامَهُمْ. قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ؟ قَالَ: فَاعْتَزِلْ تِلْكَ اْلفِرَقَ كُلَّهَا وَ لَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ اْلمَوْتُ وَ أَنْتَ عَلىَ ذَلِكَ.
Dari Hudzaifah bin Yaman berkata: Adalah manusia(para sahabat) bertanya kepada Rasululloh tentang kebaikan, dan aku bertanya: Ya Rasululloh! Dahulu kita dalam masa jahiliyyah dan kejelekan, lalu Alloh menganugerahkan kebaikan ini kepada kita, apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan? Beliau menjawab: Ya. Aku berkata: Apakah setelah kejelekan tadi akan ada kebaikan? Beliau menjawab: Ya, tetapi padanya terdapat asap. Aku berkata: Apa asapnya? Beliau menjawab: Suatu kaum yang mengambil sunnah bukan sunnahku dan berakhlak bukan akhlakku, engkau mengetahui dan mengingkari mereka. Aku berkata: Setelah kebaikan tadi apakah ada kejelekan? Beliau menjawab: Ya, para da’I yang berada di pintu-pintu jahannam, barangsiapa yang memenuhi seruan mereka, niscaya mereka akan mencampakkannya ke dalam neraka. Aku berkata: Ya Rasululloh! Sifatlah mereka kepada kami! Beliau menjawab: Mereka adalah dari kulit kita, dan berbicara dengan bahasa kita. Aku berkata: Apa yang engkau perintahkan padaku apabila hal itu menimpa diriku? Beliau menjawab: Bergabunglah dengan rombongan kaum muslimin dan imam mereka! Aku bertanya: Bagaimana kalau mereka tidak memiliki jama’ah/rombongan dan imam? Beliau menjawab: “Tinggalkan semua golongan sekalipun engkau harus menggigit akar pohon sehingga maut menjemputmu dalam keadaan seperti itu”.
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam shahihnya 3606, 7084, Imam Muslim dalam Shahihnya 1847 dan lain sebagainya.
Hadits ini diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman dengan lima jalur, sebagaimana dijelaskan secara terperinci oleh Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah 2739. Silakan merujuk!
NB:
Hadits diatas adalah lafadz Bukhori dan tambahan dalam kurung dari riwayat Muslim.
BIOGRAFI HUDZAIFAH BIN YAMAN
Beliau adalah Hudzaifah bin Yaman Al-Absi, seorang sahabat mulia yang termasuk pendahuklu dalam Islam dan pembesar sahabat. Beliau dikenal sebagai pembawa rahasia Nabi satu-satunya tentang orang-orang munafiq. Beliau juga orang yang paling mengerti tentang fitnah yang terjadi sejak dahulu hingga hari kiamat. Beliau ikut perang Uhud, Khondaq, penaklukan Iraq dan lainnya. Ayah beliau juga termasuk sahabat yang meninggal pada perang Uhud. Hudzaifah wafat pada awal ke khalifahan Ali bin Abi Tholib tahun 36 H. (Lihat Al-Ishobah 1/332 oleh Ibnu Hajar, Usdul Ghobah 1/468 oleh Ibnu Atsir, Siyar A’lam Nubala 2/761 oleh Dzahabi).
KEDUDUKAN HADITS
Ibnu Bathol berkata: “Hadits ini termasuk tanda-tanda kenabian, karena Nabi memberikan kepada Hudzaifah beraneka macam kejadian perkara ghaib yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang mendapatkan wahyu dari kalangan Nabi, para hamba pilihannya”. (Syarah Shahih Bukhori 10/33). Syaikh Al-Albani berkata dalam As-Shohihah 6/541: “Hadits ini sangat agung kedudukannya yang menunjukkan kebenaran kenabian Nabi Muhammad dan nasehat beliau terhadap umatnya. Alangkah butuhnya kaum muslimin terhadap hadits ini untuk keluar dari belenggu perpecahan dan hizbiyyah/partai yang memecah belah persatuan mereka dan menghilangkian kekuatan mereka, sehingga hal itu termasuk sebab kemenangan musuh mereka, sebagaimana firman Alloh:
Dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan. (QS.Al-Anfal 46).
SYARAH(PENJELASAN) HADITS
Dalam hadits ini, Nabi menyebutkan fase zaman yang akan dilalui oleh umatnya, dan sikap syar’I yang harus dilakukan seorang muslim pada fase-fase tersebut. Fase pertama adalah zaman kebaikan, yaitu zaman Nabi, kemudian diiringi oleh fase berikutnya, yaitu zaman kejelekan. Fase ketiga adalah zaman kebaikan secara global sekalipun ada kekeruhan didalamnya. Fase keempat adalah zaman kejelekan yang merajalela di dalamnya para penyeru ke neraka jahannam.
Fase ini menarik perhatian sahabat mulia, Hudzaifah bin Yaman untuk bertanya lebih detail dari lainnya, maka beliau bertanya tentang sifat para penyeru/da’I yang diatas pintu-pintu neraka jahannam agar diketahui dan diwaspadai. Beliau juga bertanya kepada Nabi yang tidak berbicara dengan hawa nafsu, tetapi berdasarkan wahyu tentang sikap syar’I yang harus ditempuh pada fase ini, lalu Nabi bersabda: “Engkau bergabung dengan jama’ah(kumpulan) muslimin dan Imam mereka”.
Di akhir pertanyaan, Hudzaifah bertanya tentang sebuah gambaran yang memang tidak terjadi pada zamannya, tetapi hal itu tidak mustahil terjadi, di bertanya: “Bagaimana bila tidak ada jama’ah dan Imam?”.
Maka Nabi memberikan solusi dari fitnah ini, yaitu dengan meninggalkan seluruh kelompok dan golongan, sebab apabila tidak ada pemimpin yang mengatur urusan manusia maka kerusakan akan menyebar, sehingga tidak selamat iman seorang muslim saat itu kecuali dengan menyendiri dari manusia. (Al-Amru bi Luzumi Jama’ah Muslimin hal.29-32 oleh Syaikh Abdus Salam bin Barjas Al Abdul Karim).
Faedah
Imam Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat mu’jizat Nabi, sebab apa yang belaiu beritakan dalam haditsnya seluruhnya telah terjadi”. (Syarah Shahih Muslim 12/440).
FAWAID HADITS
Hadits ini menyimpan banyak sekali ilmu dan faedah yang sangat berharga, berikut beberapa hal yang dapat kami uraikan walaupun mungkin masih banyak lagi darinya.
*Urgensi pertanyaan
Perkataan Hudzaifah: “Adalah manusia(para sahabat) bertanya kepada Rasululloh tentang kebaikan, dan saya bertanya kepada beliau tentang kejelekan karena khawatir menimpaku”.
1.Semangat para sahabat Nabi dalam menuntut ilmu. Hal itu tampak nyata demngan banyaknya pertanyaan mereka kepada Nabi. Maka hendaknya hal ini sebagai pelajaran bagi generasi selanjutnya -termasuk kita- untuk menirunya.
2.Bertanya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan ilmu dan menghilangkan kebodohan. Alloh berfirman:
Maka bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui.(QS.An-Nahl 43).
Nabi juga bersabda:
أَلاَ سَأَلُوْا إِنْ لَمْ يَعْلَمُوْا
“Mengapa mereka tidak bertanya tatkala tidak mengetahui?! Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya”. (Shahih. HR.Abu Dawud 336 dll. Lihat Irwaul Ghalil 105 oleh Al-Albani).
3.Hendaknya seorang tidak bertanya tentang agama kepada sembarangan orang, tetapi kepada orang yang benar berilmu. Imam Ibnu Sirin berkata:
إِنَّ هَذَا اْلعِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapakah kalian menimba ilmu agama kalian”. (Muslim dalam Muqoddimahnya hal.14).
Termasuk musibah apabila masalah agama diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya.
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُلْتَمَسَ اْلعِلْمُ عِنْدَ اْلأَصَاغِرِ
“Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kiamat apabila ilmu ini dicari dari Ashogir”. (Shahih. HR.Ibnu Mubarak dalam Az-Zuhd 61 dll. Lihat As-Shahihah 695).
Makna “Al-Ashogir” adalah ahlu bid’ah sebagaimana penafsiran Imam Ibnu Mubarak atau bisa juga bermakna orang-orang jahil sebagaimana kata Imam Al-Baji.(Lihat Al-I’tisham 2/682 oleh Asy-Syathibi).
4.Pentingnya mengetahui kejelekan agar tidak terjerumus di dalamnya degan tiada terasa. Maka tidak sempurna pengetahuan tentang tauhid kecuali dengan mengenal lawannya yaitu syirik, demikian pula sunnah, tidak sempurna kecuali dengan mengenal lawannya(bid’ah), dan demikian seterusnya. Oleh karena itulah, Alloh tidak hanya menerangkan jalan orang-orang beriman saja, tetapi Alloh juga berfirman:
Dan demikianlah kami terangkan ayat-ayat Al-Qur’an, supaya jelas jalan orang-orang yang berdosa”. (QS.Al-An’am: 55).
*Antara jahiliyyah dan islam
Perkataannya: “Ya Rasululloh! Dahulu kita dalam masa jahiliyyah dan kejelekan, lalu Alloh menganugerahkan kebaikan ini kepada kita, apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan? Beliau menjawab: Ya. Aku berkata: Apakah setelah kejelekan tadi akan ada kebaikan? Beliau menjawab: Ya, tetapi padanya terdapat asap (kekeruhan) didalamnya”.
1.Sesungguhnya nikmat Alloh yang paling agung bagi seorang hamba adalah nikmat Islam/tauhid dan sunnah, karena dengan keduanya akan tegak ketentraman dan kebahagiaan. Alloh berfirman:
Dan ingatlah akan nikmat Alloh kepada kalian ketika kalian dahulu (masa jahiliyyah) bermusuh-musuhan, lalu Alloh mempersatukan hati kalian, dan menjadilah kalian kerena nikamat Alloh orang-orang yang bersaudara. (Ali Imron: 103). Maka hendaknya seorang hamba bersyukur dan bergembira dengan kenikmatan ini. Alloh berfirman: (QS.Yunus: 58).
Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah mengatakan: “Ucapan para ulama salaf berputar bahwa maksud karunia dan rahmat Alloh-dalam ayat ini- adalah Islam dan Sunnah. Apabila keduanya lebih menancap pada hati seorang hamba, maka hatinya akan bertambah gembira”. (Ijtima’ Juyusy Islamiyah hal.3-4).
2.Kemuliaan zaman Nabi, dimana masa tersebut adalah masa kebaikan yang murni, adapun setelahnya, sekalipun terdapat masa kebaikan, namun tidak secara murni. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ
Sebaik-baik manusia adalah masaku. (HR.Bukhori 3651, Muslim 2533).[1] Maka tidak ada kemuliaan bagi generasi sekarang kecuali dengan mencontoh generasi Nabi dan para sahabatnya.
3.Para ulama mengatakan bahwa masa kejelekan adalah fitnah terbunuhnya Utsman bin Affan, peperangan di masa Ali bin Abi Tholib dan seterusnya. Tapi perhatikanlah bagaimana Nabi hanya mengatakan: “Ya tak lebih dari itu”. Hal yang menunjukkan bahwa kitatidak boleh membicarakan dan mencela sahabat karena pertikaian mereka. Maka hendaknya bertaubat kepada Alloh mulut-mulut kotor dan pena-pena celaka yang menodai kehormatan para sahabat Nabi-semoga Alloh meridhoi mereka-. Kewajiban kita adalah mencintai, memuji dan mendo’akan kebaikan untuk mereka. Alloh berfirman:
(QS.Al-Hasyr: 10).
4.Jahiliyyah secara mutlak adalah masa sebelum Nabi saja sebagaimana dipahami dari ucapan Hudzaifah diatas. Oleh karenanya, maka termasuk kesalahan apabila mensifati masa diutusnya Nabi dengan jahiliyyah secara mutlak. (Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah hal.149-150 Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan). Dari sini pula, dapat kita ketahui kesalahan sebagian tokoh gerakan yang mencuatkan sebuah istilah “Jahiliyyah Abad 20” (Lihat bantahannya dalam Hayah Albani 1/391-394 dan Mu’jam Manahi Lafzhiyyah hal.212-214 oleh Syaikh Bakr Abu Zaid).
*Asap dan virus perusak umat
Perkataannya: Aku berkata: “Apa asap (kekeruhannya)nya? Beliau menjawab: Suatu kaum yang mengambil sunnah bukan sunnahku dan berakhlak bukan akhlakku, engkau mengetahui dan mengingkari mereka”.
1.Barometer(timbangan) setiap petunjuk atau ilmu adalah apa yang dibawah oleh Nabi berupa Al qur’an dan sunnah.
2.Wajibnya menolak kebatilan dan membantah setiap penyimpang dari petunjuk Nabi siapapun orangnya, baik dia tokoh terkemuka maupun orang biasa
3.Waspada dari suatu kaum yang menjadikan asas agama mereka bukan Al qur’an dan sunah. Mereka menjadikan keduanya sesuai dengan hawa nafsu mereka.Sungguh fitnah mereka telah menyebar keseluruh bumi dan mengajak manusia untuk bersama mereka kepintu neraka jahanam.
4.Maksud “asap” disini adalah munculnya bid’ah pada umat.Maka setiap orang yang melakukan kebid’ahan pada hakekatnya adad asap dalam agamanya. Janganlah dia tertipu dengan masaknya kebid’ahan karena dia ibarat asap. Dan jangan tertipu dengan pelaku bid’ah sekalipun dia memiliki ilmu dalam ibadah yang banyak[2] .
5.Bid’ah adalah penyebab utama perpecahan umat dan permusuhan di tengah-tengah mereka. Allah berfirman QS.Al-An’am:153
“Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan,karena itu akan mencerai beraikan kalian dari jalanNya”
Mujahid[3] menafsirkan “jalan-jalan” dengan aneka macam bid’ah dan syubhat. (lihat Tafsir Jami’ul Bayan 5/88 Ibnu Jarir). setelah menyebutkan beberapa dalil-dalil bahwa bid’ah adalah pemecah belah umat, Imam Asy Syatibi mengatakan :”Semua bukti dan dalil ini menunjukan bahwa munculnya perpecahan dan permusuhan adalah ketika munculnya kebid’ahan” (Al ‘itishom 1/157)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al Istiqomah 1/42 :”bid’ah itu identik dengan perpecahan swbagaimana sunnah identik dengan persatuan.”
*Para Penyeru/dai di pintu Jahannam
Perkataanya :”Apakah setelah masa kebaikan ada masa kejelekan ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab: ya,para dai yang menyeru dipintu neraka jahanam.Aku berkata ya rasulullah jelaskan bagaimana sifat mereka kepada kami ?jawabnya :Mereka adalah dari kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita “
1.Bahaya meremehkan suatu kemungkaran dan menyepelekan dengan alasan masalah persial dan sejenisnya.Tidakkah anda perhatiakn bahwa awal mula fitnah tersebut hanya asap kemudian membengkak menjadi dai-dai keneraja jahanam”sekali lagi janganlah kita memandang enteng suatu kemungkaran.
2.Waspada dari para penyeru di pintu jahanam, yakni mengajak manusia dengan hal-hal yang mengantarkan kepada mereka neraka jahanam, baik berupa kesyirikan, kebid’ahan, khurafat dan lain-lain. Lebih berbahaya lagi, apabila para dai tersebut didukung oleh orang-orang yang mempunyai kekuasaan.Sungguh benar ucapan Imam Ibnu Mubarrok:
وَ هَلْ أَفْسَدَ اْلدِّيْنَ إِلاَّ اْلمُلُوْكُ وَ أَخْبَارُ سُوْءٍ وَ رُهْبَانُهَا
“Tidak ada yang merusak agama kecuali para raja, ulama su’(jelek)dan pendetanya.
Tiga golongan itulah yang mempunya andil besar dalam merusak agama islam.
Pertama:Para penguasa fasiq yang menentang syariat dengan politik-politik keji dan mendahulukannya diatas hukum allah sehingga mereka mengatakan :”Apabila bertentangan antara syariat dengan politik maka kita dahulukan politik !”
Kedua:Para ulama/cendekiawan su’(jelek)yang menentang syariat dengan akal mereka yang dangkal,sehingga mereka mengatakan :”Apabila bertentangan antara syariat dengan akal makadahulukan akal “
Ketiga:Para rahib,yakni orang-orang yang jahil ahli tasawwuf yang menentang syariat dengan perasaan dengan khayalan-khayaln syetan yang batil,sehingga mereka mengatakan :”Apabila perasaan bertentangan dengan syariat maka kita dahulukan perasaan!”(Syarah Aqidah Thohawiyah 1/235-236 oleh Ibnu Abil ‘Izzi al Hanafi)
3.Hendaknya seseorang jangan tertipu dengan penampilan luar mereka yang menipu. Nabi mensifati mereka: “Mereka adalah dari kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita “.Al Qobisi berkata :”Maksudnya adalah bahwa mereka secara dhohir membela islam,padahal sebenarnya mereka menentang islam” (Fathul Bari 13/40).
Hal ini diperkuat oleh lafazh dalam riwayat Imam Muslim:
وَ يَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ اْلشَّيَاطِيْنِ فِيْ جُثْمَانِ إِنْسٍ
“Muncul di tengah-tengah mereka suatu kaum, hati mereka hati syaithon dalam wujud manusia”. Oleh karenanya, kita harus pandai-pandai membedakan dan tidak tertipu dengan penampilan luar, sebab betapa banyak pada zaman sekarang aneka keterbalikan keadaan!!.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: سَيَأْتِيْ عَلىَ اْلنَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ, يُصَدَّقُ فِيْهَا اْلكَاذِبُ وَ يُكَذَّبُ فِيَْهَا اْلصَّادِقُ وَ يُؤْتَمَنُ فِيْهَا اْلخَائِنُ وَ يُخَوَّنُ فِيْهَا اْلأَمِيْنُ وَ يَنْطِقُ فِيْهَا الرُّوَيْبِضَةُ. قِيْلَ: وَ مَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: الرَّجُلُ التَّافِهُ يَتَكَلَّمُ فِيْ أَمْرِ اْلعَامَّةِ.
Dari Abu Hurairah berkata: rasululloh bersabda: Akan datang pada manusia tahun-tahun yang menipu, orang yang berdusta dianggap jujur, yang jujur dianggap dusta. Orang yang khianat dianggap amanah dan yang amanah dianggap khianat dan Ruwaibidhoh berbicara. Dikatakan: Apa maksud Ruwaibidhoh? Beliau menjawab: Orang yang pandir berbicara masalah umat. (HR.Ibnu Majah 4042, Al-Hakim 4/465, Ahmad 2/291. Lihat As-Shohihah: 1887 oleh Albani).
4.Musuh dari dalam agama atau istilahnya musuh dalam selimut itu lebih berbahaya daripada musuh dari luar. Oleh karenanya, para ulama menjelaskan bahwa ahli bid’ah lebih berbahaya daripada orang-orang kafir. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata tentang bahaya ahli bid’ah: “Seandainya Alloh tidak membangkitkan sebagian hambanya untuk membendung bahaya mereka, niscaya agama ini akan hancur dengan kehancuran yang lebih daripada kehancuran yang disebabkan serangan musuh penjajah, karena mereka tatkala mereka menyerang, mereka tidak merusak hati dan agama kecuali belakangan. Adapun ahli bid’ah mereka merusak hati duluan”. (Majmu’ Fatawa 28/232).
*Solusi terbaik di tengah fitnah
Perkataannya: Apa yang engkau perintahkan padaku apabila hal itu menimpa diriku? Beliau menjawab: Bergabunglah dengan rombongan kaum muslimin dan imam mereka.
1.Hal yang paling penting bagi seorang dalam agama adalah dirinya sendiri. Alloh berfirman: (QS.At-Tahrim: 6).
2.Banyak gerakan dakwah Islam sekarang yang mengaku bahwa merekalah yang dimaksud oleh hadits diatas. Lantas apakah yang dimaksud jama’ah kaum muslimin dan Imam mereka?!. Imam At-Thobari berkata: “Pendapat yang benar bahwa maksud jama’ah dalam hadits ini adalah jama’ah kaum muslimin yang telah bersepakat untuk taat kepada pemimpin yang disepakati”. Definisi ini banyak disetujui para ulama. (Lihat Syarh Shahih Bukhori 10/35 Ibnu Bathol, Fathul bari 13/41 Ibnu Hajar, I’tisham 1/775 Asy-Syathibi). Jadi, yang dimaksud oleh jama’ah kaum muslimin adalah jama’ah yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang mempunyai kemampuan dan kekuasaan dalam mengatur manusia. Adapun yang tidak memiliki kemampuan atau kekuasaan, maka tidak wajib taat kepada mereka, bahkan haram hukumnya.[4]
Hal ini seperti perbuatan sebagian gerakan dakwah Islam sekarang yang mengangkat khalifah-khalifah bayangan secara rahasia lalu mewajibkan kepada pengikutnya untuk mendengar dan taat kepada mereka yang sejengkal tanahpun mereka tak punya. Semua ini adalah pengaruh pemikiran khawarij dan warisan ajaran orang-orang kafir dalam metode menggulingkan penguasa mereka”. (Lihat Mu’amalah Hukkam Fi dhouil Kitab Wa Sunnah hal.29 Abdus Salam Barjas).
3.Wajibnya taat kepada pemimpin sekalipun mereka fasiq. Ibnu bathol berkata: “Dalam hadits terdapat hujjah bagi para fuqoha tentang wajibnya bergabung dengan jama’ah kaum muslimin dan haramnya berontak/keluar dari pemimpin yang fasiq. Sebab Nabi mensifati fase terakhir dengan para penyeru di atas pintu jahannam yang menunjukkan bahwa mereka jauh dari kebenaran. Sekalipun demikian Nabi memerintahkan untuk tetap bergabung dan melazimi jama’ah”. Bahklan dalam riwayat Imam Muslim dinyatakan:
تَسْمَعُ وَ تُطِيْعُ لِلأَمِيْرِ وَ إِنْ ضَرَبَ ظَهْرَكَ وَ أَخَذَ مَالَكَ فَاسْمَعْ وَ أَطِعْ
Hendaknya kamu mendengar dan taat terhadap pemimpin sekalipun dia memukul pundakmu dan mengambil hartamu, tetap dengarkan dan taati”.
*Bila tidak ada jama’ah
Perkataannya: Aku bertanya: Bagaimana kalau mereka tidak memiliki jama’ah/rombongan dan imam? Beliau menjawab: “Tinggalkan semua golongan sekalipun engkau harus menggigit akar pohon sehingga maut menjemputmu dalam keadaan seperti itu”.
Imam Bukhori membuat bab hadits ini “Bab bagaimana apabila tidak ada jama’ah”. Al-Ainy berkata: “Maksudnya, apabila terjadi perselisihan sedangkan tidak ada seorang pemimpin, maka bagaimana sikap yang harus diperbuat oleh seorang muslim sebelum terangkatnya seorang pemimpin?! Dalam hadits diatas, Rasululloh menjelaskan jawabannya, yaitu hendaknya seorang muslim menyendiri dari manusia, sekalipun dengan menggigit akar pohon sehingga maut menjemputnya. Hal itu lebih baik baginya daripada bergabung ke dalam kelompok yang tidak ada pemimpinnya, yang berakibat kekacauan dan kerusakan yang mengeriskan disebabkan perbedaan hawa nafsu dan pendapat”. (Umdah Qori 23/193).
Akhirnya, kita memohon kepada Alloh untuk menghindarkan kita dari fitnah dan menetapkan langkah kita di atas jalanNya sehingga hari berjumpa denganNya.
Oleh: Abu Ubaidah Al-Atsari
[1] Hadits ini Mutawatir sebagaimana ditegaskan oleh Al-hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah 1/8. Perlu dicatat disini bahwa hadits di atas masyhur dengan lafazh (خَيْرُ اْلقُرُوْنِ قَرْنِيْ)padahal lafazh ini tidak ada dalam kitab-kitab hadits, sebagaimana dikatakan Syaikh Al-Albani dalam Ta’liqnya terhadap At-Tankil 2/223.
[2] Point 1-4 dinukil dari Bahjah Nufus 4/264 oleh Ibnu abi Jamroh
[3] Beliau adalah seorang pakar ilmu tafsir,beliau belajar dan khatam al qur’an beserta tafsirnya perayat kepada Ibnu Abbas sebanyak dua puluh sembilan kali. Sufyan Ats-Tsauri berkata :”Apabila datang padamu tafsir dari Mujahid, maka cukuplah dengannya.(lihat Ma’rifah Qurra’ kibar 1/66-67 Adz-Dzahabi, Muqodimah Tafsir 94-95 ibnu Taimiyyah).
[4] Syaikhul Islam berkata dalam Minhaj Sunnah 1/115: “Sesungguhnya Nabi memerintahkan untuk taat kepada para pemimpin yang ada dan mempunyai kekuatan dalam mengatur manusia, tidak untuk taat kepada pemimpin yang tidak ada atau tidak punya kekuasaan dalam mengatur manusia”. Penulis berkata: Maksud Syaikhul Islam adalah membantah pemikiran Syi’ah dan Khawarij dengan berbagai coraknya. Wallohu A’lam.