Kesyirikan dalam Burdah Al-Bushiri

Studi Kritis Burdah Al-Bushiri

oleh:

Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

awas burdah al-bushiri

Pengantar

Bagi sebagian kalangan warga Indonesia, “Burdah Al-Bushiri” bukanlah hal yang asing, lantaran buku itu kerap dibaca dalam acara-acara tertentu secara bersama dan bergilir dari rumah ke rumah pada setiap bulan, minggu, bahkan oleh sebagian orang dibaca setiap hari di rumahnya bersifat individual.

Di kampung Arab Bondowoso diceritakan, bahwa acara pembacaan Burdah bersama tersebut merupakan warisan turun-temurun dari masyarakat kampung Arab, dan telah mengalami regenerasi yang cukup panjang yaitu sebelum tahun 1970-an, artinya sudah berlangsung kurang lebih selama 34 tahun. (Majalah Cahaya Nabawi No. 33 Th. III Sya’ban 1426 H hal. 56)

Memang, “Burdah Al-Bushiri” ini sangat populer sekali, dibaca dan dikaji di rumah dan masjid seperti halnya Al-Qur’an, kalam ilahi. Lebih dari itu, banyak sekali buku yang mensyarahnya (menjelaskan makna kandungannya), sehingga terhitung lebih dari lima puluh jumlahnya, bahkan sebagiannya ada yang ditulis dengan tinta emas!!

Siapakah Al-Bushiri?

Dia bernama Muhammad bin Sa’id bin Hammad bin Muhsin bin Abdillah ash-Shanhaji al-Bushiri, nisbah kepada kotanya Abu Shir di Mesir, tetapi asalnya dari Maghrib. Dia lahir pada tahun 608 H, dia termasuk ahli di bidang syair tetapi sayangnya dia sangat miskin ilmu, buktinya dia menasabkan diri dan menjadi pembela salah satu tarikat  Sufi yang sesat, yaitu tarikat Syadziliyah[1]. Dia wafat pada tahun 695 H. (Lihat Fawat Al-Wafayat 3/362 al-Kutbi, Al-A’lam 6/139 az-Zirakli, Mu’jam Muallifin 10/26 Kahhalah, Syadzarat Dzahab 5/432)

Judul Bukunya

Secara harfiyah “Burdah” memang bermakna selendang. Al-Bushiri membubuhkan judul antologinya dengan nama tersebut bukan berarti tanpa alasan. Sebab, alkisah di zaman nabi dulu ada seorang tokoh yang bernama Ka’ab bin Zuhair. Semula dia adalah seorang penyair non muslim yang tergolong paling radikal menentang dakwah Rasulullah, kemudian dia masuk Islam, lantas menggubah sajak buat Nabi yang isinya kala itu tergolong estetik. Intro puisi itu:

Kudengar kabar

Rasulullah berjanji padaku

Dan ampunan itu

Sungguh jadi tumpuan harapanku.

Untuk itu konon Nabi memberikan selendang beliau kepadanya.

Berdasar mirip dengan cerita di muka, Al-Bushiri mengaku bahwa dirinya juga bermimpi bahwa Nabi memberinya selendang tatkala dia melantunkan gubahan sajak-sajaknya!! (Dikutip dari buku “Burdah, Madah Rasul Dan Pesan Moral” yang dipuitisikan oleh Muhammad Baharun, Majalah Cahaya Nabawi hal. 55)

  • Pengingkaran Para Ulama

Para ulama telah bangkit menunaikan tugas mereka dalam menyingkap penyimpangan yang ada dalam Burdah Bushiri, termasuk diantara mereka yang menjelaskan penyimpangannya adalah:

  1. Asy-Syaukani dalam Ad-Durr An-Nadzid hal. 26,
  2. Abdur Rahman bin Hasan dalam Rasail wa Masail Najdiyyah 2/33,
  3. Sulaiman bin Abdillah dalam Taisir Aziz hamid hal. 221-223,
  4. Abdullah Abu Buthain dalam Naqd Burdah dan Ta’sis Taqdis,
  5. Mahmud Syukri al-Alusi dalam Ghoyatul Amani 2/350, al-Ustadz Abdul Badi’ Saqr dalam kitab Naqd Burdah,
  6. dan masih banyak lagi lainnya.
  • Beberapa Contoh Penyimpangan

Sebenarnya banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam Burdah tersebut, namun sekedar contoh kita nukilkan sebagiannya saja. Hanya kepada Allah saja, kita bertawakkal:

1. Al-Bushiri mengatakan:

وَكَيْفَ تَدْعُوْ إِلَى الدُّنْيَا ضَرُوْرَة مَنْ      لَوْلاَهُ لَمْ تُخْرَجِ الدُّنْيَا مِنَ الْعَدَمِ

Bagaimana engkau menyeru kepada dunia

Padahal kalau bukan karenanya (Nabi) dia tiada tercipta

Tidak ragu lagi bahwa bait ini mengandung ghuluw (berlebih-lebihan) kepada Nabi, dimana al-Bushiri menganggap bahwa dunia ini tidaklah diciptakan kecuali karena Nabi, padahal Allah berfirman:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Mungkin saja ucapan di atas bersandar pada hadits palsu:

لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ

Seandainya bukan karenamu, Aku tidak akan menciptakan makhluk.

(Lihat Silsilah Adh-Dha’ifah al-Albani no. 282)

2. Al-Bushiri berkata:

دَعْ مَا ادَّعَتْهُ النَّصَارَى فِيْ نَبِيِّهِمْ          وَ احْكُمْ بِمَا شِئْتَ فِيْهِ وَاحْتَكِمْ

Tinggalkanlah ucapan kaum Nashara terhadap nabi mereka

Adapun terhadapnya (Nabi Muhammad), ucaplah sesuka anda

Dalam bait ini, dia menganggap bahwa yang terlarang adalah kalau umat Islam mengatakan seperti ucapan orang-orang Nashara terhadap Nabi Isa bahwa beliau adalah Tuhan, anak tuhan dan salah satu tuhan dari yang tiga. Adapun selain itu maka hukumnya boleh-boleh saja.

Ucapan ini jelas sekali kebatilannya, sebab ghuluw itu sangat beraneka macam bentuknya dan kesyirikan itu ibarat laut tak bertepi, artinya dia tidak terbatas hanya pada ucapan kaum nashara saja, sebab umat-umat jahiliyyah dahulu yang berbuat syirik, tidak ada seorangpun diantara mereka yang berucap seperti ucapan Nashara. Jadi ucapan di atas merupakan pintu kesyirikan, sebab menurutnya ghuluw itu hanya terbatas pada ucapan kaum nashara saja.

4. Al-Bushiri berkata:

لاَطِيْبَ يَعْدِلُ تُرْبًا ضَمَّ أَعْظُمَهُ           طُوْبَى لِمُنْتَشِقٍ مِنْهُ وَمُلْتَثِمِ

Tiada kebaikan yang melebihi tanah yang menimbun tulangnya

Kebahagiaan (surga) bagi orang yang dapat menciumnya

Dalam bait ini, al-Bushiri menyatakan bahwa tanah yang menimbun tulang-tulang Nabi adalah tempat yang paling utama dan mulia. Tidak hanya itu, tetapi bagi mereka yang menciumnya maka balasannya adalah surga dan kedudukan mulia. Tidak ragu lagi bahwa semua ini adalah termasuk ghuluw yang menjurus ke pintu kebid’ahan dan kesyirikan.

Syaikhul Islam berkata:

“Para imam telah bersepakat bahwa tidak boleh mengusap-ngusap kuburan nabi ataupun menciumnya, semua ini untuk menjaga kemurnian tauhid”. (Ar-Radd Ala Akhna’I hal. 41)


5. Al-Bushiri berkata:

أَقْسَمْتُ بِالْقَمَرِ الْمُنْشَقِّ إِنَّ لَهُ            مِنْ قَلْبِهِ نِسْبَةً مَبْرُوْرَةَ الْقَسَمِ

Aku bersumpah dengan bulan yang terbelah bahwa

Ada sumpah yang terkabulkan pada dirinya


Dalam bait inipun terdapat penyimpangan yang amat nyata, sebab bersumpah dengan selain Allah termasuk bentuk kesyirikan.

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَِ

Dari Umar bin Khaththab bahwasanya Rasulullah bersabda: “Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka dia telah kufur atau berbuat syirik”. (HR. Ahmad 4509 dan Tirmidzi 1534)

Ibnu Abdil Barr berkata:

“Tidak boleh bersumpah dengan selain Allah untuk apapun dan bagaimanapun keadaannya, hal ini merupakan kesepakatan ulama”. Katanya juga: “Para ulama telah bersepakat bahwa bersumpah dengan selain Allah adalah terlarang, tidak boleh bersumpah dengan apapun dan siapapun”. (At-Tamhid 14/366-367)


6. Al-Bushiri berkata:

يَا أَكْرَمَ الرُّسُلِ مَا لِيْ مَنْ أَلُوْذُ بِهِ         سِوَاكَ عِنْدَ حُلُوْلِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ

Aku tidak memiliki pelindung Wahai rasul termulia

Selain dirimu di kala  datangnya petaka

Perhatikanlah wahai saudaraku bagaimana bait ini mengandung unsur kesyirikan:

a. Dia meniadakan pelindung di saat datangnya petaka selain Nabi, padahal hal itu hanya khusus bagi Allah semata, tiada pelindung kecuali hanya Dia saja.

b. Dia berdoa dan memohon permohonan ini dengan penuh rendah diri, padahal hal itu tidak boleh diperuntukkan kecuali hanya kepada Allah saja. (Taisir Aziz Al-Hamid hal. 219-220)

Al-Allamah asy-Syaukani berkomentar tentang bait ini:

“Perhatikanlah bagaimana dia meniadakan semua pelindung kecuali hamba dan rasul Allah, Muhammad saja, dia lalai terhadap Rabbnya dan Rabb rasulnya. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un”. (Ad-Durr An-Nadhid hal. 26)

7. Al-Bushiri berkata:

فَإِنَّ مِنْ جُوْدِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّتَهَا            وَمِنْ عُلُوْمِكَ عِلْمُ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

Dan termasuk ilmumu adalah ilmu lauh (mahfudh) dan pena.

Diantara pemberianmu adalah dunia dan akheratnya

Dalam bait ini, dia menjadikan dunia dan akherat termasuk pemberian dan milik Nabi Muhammad, padahal Allah berfirman:

Dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akherat dan dunia. (QS. Al-Lail: 13)

Adapun ucapannya “Dan termasuk ilmumu adalah ilmu lauh (mahfudh) dan pena”. Maka ini adalah ucapan yang sangat batil sekali, karena hal itu berarti bahwa Nabi mengetahui ilmu ghaib, padahal Allah berfirman:

Katakanlah: Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah. (QS. An-Naml: 65)

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. (QS. Al-An’am: 59)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya.

PENUTUP

Demikianlah sekelumit contoh penyimpangan yang terdapat dalam “Burdah” dan komentar seperlunya. Semoga saja hal itu cukup untuk mewakili penyimpangan-penyimpangan lainnya.

Akhirnya kami menghimbau kepada setiap muslim yang terikat dengan qasidah ini hendaknya dia meninggalkannya dan menyibukkan diri dengan kitab-kitab lainnya yang bermanfaat. Dan hendaknya diketahui bahwa hak Nabi Muhammad adalah dengan membenarkan seluruh ucapannya, mengikuti syari’atnya dan mencintainya tanpa kurang atau berlebih-lebihan.

Ya Allah! Saksikanlah bahwa kami sangat mencintai NabiMu dan membenci orang-orang yang tidak mencintai beliau!!. Ya Allah! Tetapkanlah hati kami di atas jalanMu yang lurus sehingga bertemu denganMu.


(Disadur dari Qawaidih Aqdiyyah fi Burdah Bushiri oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad dan Muqaddimah Dr. Ali bin Muhammad al-Ajlan terhadap kitab Ar-Radd Ala Burdah karya Abdullah Abu Buthain).


[1] Syadziliyyah: Salah satu tarikat Sufi sesat yang populer di sebrbagai negara Islam, dan telah terpecah menjadi beberap keping. Disebut Syadziliyyah karena nisbah kepada pencetusnya Abul Hasan Ali bin Abdillah asy-Syadzili al-Maghribi yang lahir tahun 591 H di kota Aghmat (Maghrib), tumbuh di Syadzilah, sebuah kota dekat Tunis, kepadanyalah dia dinisbatkan, kemudian setelah itu dia pindah ke Mesir dan mempunyai beberapa pengikut di sana. Wafat tahun 656 H. (Lihat Al-Asrar Al-Aliyyah fi Saadah Syadziliyyah hal. 100-141 oleh Ahmad Syarif asy-Syadzili, Al-Al’lam 4/305 az-Zirakli, Mu’jam Muallifin 7/137 Kahhalah).

Baca Juga Artikel Terbaru

114 Thoughts to “Kesyirikan dalam Burdah Al-Bushiri”

  1. cholik z

    kalau mau tahu siapa yg benar tunggu saat sakratul maut disitu akan terbuka hijab al haq

  2. azka_muzakky

    sebaiknya kita jangan berdebat,
    lebih kepada saling menghormati aja,
    kelak di akhirat kita akan tau sapa yang benar.

  3. achmad

    assalamualaikum wr.wb

    alhamdulillah masih banyak kawan-kawanq yang masih dengan gigih menentang para ahli qur’an dan hadist(aq tdk yakin sdr abu ahli bahkan hafal quran dan hadist)tapi aq husnudzon saja…yang suka mengkafirkan orang bahkan wali allah
    sdr abu..orang yang sudah punya banyak ilmu harusnya merasa menjadi lebih bodoh..karena sudah tahu ilmu itu sebenarnya sifat allah dan kita hanya orang yang dibri ilmu Allah sangat sedikit sekali…ibarat ilmu padi makin berisi makin merunduk…harus lebih rendah hati..bukannya mengkafirkan orang lain..bahkan menghukumi sesat thorikot syadziliyyah dari syekh abul hasan ali asyadzili..beliah adalah sulthonul auliya’ dimasanya..
    mengapa anda sampai menganggap sesat beliau?
    semoga allah memberi taufiq kepada anda…
    kpd sdr abu harap jangan melihat sesuatu dari kulitnya saja…seperti anda melihat durian anda akan melihat durian itu jelek karena dr sisi luar sudah jelek..anda akan tertipu..
    maka lihatlah dengan ilmu..ilmu yang dibawa oleh ulama2 dan wali2 pewaris Nabi .saya yakin sdr hanya salah faham saja krn ilmu anda bersumber dari kitab ulama yang belum jelas referensinya…
    silahkan melihat kitab2 yang sudah diakui ulama2 dan wali sedunia…semoga allah membuka pintu taubat dan hidayah bagi saudara…
    ingat imam ghozali berkata:orang yang tidak percaya manusia tingkat wali,berarti dia tdk percaya manusia tingkat nabi

    wassalamualaikum wr.wb

  4. Sapuani123

    Saya rasa anda ahli dalam bidang
    nahwu dan sharaf
    namun sayang tidak memiliki ilmu mantiq,a’rud,balaqah,
    sehing dengan mudah menyalahkan orang lain.
    Syair itu tidak bisa difahan hanya dengan ilmu yang dangkal

  5. nanang

    apabila ingin mengkritisi sya’ir maka anda harus faham tentang ilmu sya’ir

  6. Burdah albusyiri abu raudah

    Gajah dipelupuk mata tak nampak
    namun kuman dibalik bukit jelas terlihat…..

  7. amprung

    jaman dahulu abu itu adalah bpk tapi ko sekarang panggilan abu itu menurut hemat saya kebanyakan yg menggunakan panggilan abu
    bisanya hanya membakar hati pikiran sampai menjadi abu tanah beneran . mungkin abu abu ini masih keturunan dan faham dari abu jahal yaaaaaaaaaaaaaaaaaa.

  8. Nuryanto

    Terima kasih Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi penjelasan yang sangat bagus, sebagaimana Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi menjelaskan dengan disertai dengan dasar-dasar Al-Qur’an dan Al-Hadist, serta pemikiran yang mudah di mengerti bagi orang yang berfikir, yang tidak hanya membela kepercayaan pemahaman yang turun-temurun yang sebagai warisan budaya tanpa mempelajari kebenarannya terlebih dahulu karena telebih dahulu dianggap sakral.

  9. Abdurahman

    Wahabi bisanya mengecam dan mengecam, seenaknya saja bilang syirik, bid’ah , kayak dia yang punya syurga dan neraka.
    Urus tuh berbagai kemaksiatan yang terjadi di masyarakat seperti pagelaran-2 musik, tempat-2 pelacuran dll.
    lu ngajedog aja
    jangan hanya menebar permusuhan.
    hidup aja lu di saudi sana………

  10. bagus

    tetep inti nya adalah cinta mati RASULULLAH

  11. omdan

    Allahummagh firlahu warhamhu,wa ‘afihi wa’fuanhu

  12. Muhammad abu Muhammad

    Jazakalahu Khairan Ustadz atas ilmu nya semoga banyak orang diberikan Taufik dan hidayah kepada tauhid dan Sunnah barakallahu fi ilmik

  13. Novita nirmala

    Jazakallahu khayron.

  14. victor adi

    setelah melihat, membaca yang koment, komentar dari kang @abu fata yang paling berbobot. Misalkan terjemahan di atas salah, kang @abu fata belum memberikan terjemahan yang betul shalawat burdah ini
    menurut saya shalawat burdah ini :
    1. Siapapun pengarangnya, secara tersurat dan tersirat, sebuah karya sastra tidak diperbolehkan untuk bermakna ganda.apalagi jika karya sastra sekarang banyak dipakai sebagai ritual ibadah, dan dianggap jika membaca di hari tertentu, dan jumlah tertentu, memiliki keutamaan keutamaan tertentu.
    2. tidak boleh bersumpah selain Allah subhanahu wa ta’ala,
    3. Pujian hanyalah milik Allah
    Mungkin yang koment dibawah saya bisa memberikan terjemahan secara benar dan tidak bermakna ganda.

Leave a Comment