I. PENGANTAR
“Perselisihan umatku adalah rahmat“. Hampir tidak ada di antara kita yang tak pernah mendengar atau membaca hadits ini. Ia sangat begitu akrab dan populer sekali, baik di kalangan penceramah, aktivis dakwah, penulis, bahkan oleh masyarakat biasa masa kini.
Hanya saja, sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban: Apakah kemasyhuran ungkapan tersebut berarti kualitasnya bisa dipertanggungjawabkan?! Pernahkah terlintas dalam benak kita untuk mengkritisi ungkapan tersebut dari sudut sanad dan matan-nya?! Tulisan berikut mencoba untuk mengorek jawabannya. Semoga Allah menambahkan ilmu yang bermanfaat kepada kita. Amiin.
B. TEKS HADITS
اخْتِلاَفُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ
Perselisihan umatku adalah rahmat.
- TIDAK ADA ASALNYA. Para pakar hadits telah berusaha untuk mendapatkan sanadnya, tetapi mereka tidak mendapatkannya, sehingga al-Hafizh as-Suyuthi berkata dalam al-Jami’ ash-Shaghir: “Barangkali saja hadits ini dikeluarkan dalam sebagian kitab ulama yang belum sampai kepada kita!”[1] Syaikh Al-Albani berkata, “Menurutku ini sangat jauh sekali, karena konsekuensinya bahwa ada sebagian hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang luput dari umat Islam. Hal ini tidak layak diyakini seorang muslim.
- Al-Munawi menukil dari as-Subki bahwa dia berkata: “Hadits ini tidak dikenal ahli hadits dan saya belum mendapatkannya baik dengan sanad shahih, dha’if (lemah), maupun maudhu’ (palsu).” Dan disetujui oleh Syaikh Zakariya al-Anshori dalam Ta’liq Tafsir Al-Baidhowi 2/92.[2]
- Sebagian ulama berusaha untuk menguatkan hadits ini. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini sangat populer sekali. Sering ditanyakan dan banyak di kalangan imam hadits menilai bahwa ungkapan ini tidak ada asalnya, tetapi al-Khothobi menyebutkan dalam Ghoribul Hadits…Ucapannya kurang memuaskan dalam penisbatan hadits ini tetapi saya merasa bahwa hadits ini ada asalnya”.[3]
- Sungguh, ini adalah suatu hal yang sangat aneh sekali dari Al-Hafizh Ibnu Hajar –semoga Allah mengampuninya-. Bagaimana beliau merasa bahwa hadits ini ada asalnya, padahal tidak ada sanadnya?! Bukankah beliau sendiri mengakui bahwa mayoritas ulama ahli hadits telah menilai hadits ini tidak ada asalnya?! Lantas, kenapa harus menggunakan perasaan?!
- Kami juga mendapati sebuah risalah yang ditulis oleh Syaikh Su’ud al-Funaisan berjudul “Ikhtilaf Ummati Rohmah, Riwayatan wa Diroyatan”, beliau menguatkan bahwa hadits ini adalah shohih dari Nabi. Ini juga suatu hal yang aneh, karena semua ulama yang beliau katakan mengeluarkan hadits ini seperti Al-Khothobi, Nashr al-Maqdisi dan lain-lain. Mereka hanyalah menyebutkan tanpa membawakan sanad. Lantas, mungkinkah suatu hadits dikatakan shohih tanpa adanya sanad?![4]
C. MENGKRITISI MATAN HADITS
Makna hadits ini juga dikritik oleh para ulama. Berkata al-Allamah Ibnu Hazm setelah menjelaskan bahwasanya ini bukanlah hadits:
“Dan ini adalah perkataan yang paling rusak. Sebab, jika perselisihan itu adalah rahmat, maka berarti persatuan adalah adzab. Ini tidak mungkin dikatakan seorang muslim, karena tidak akan berkumpul antara persatuan dan perselisihan, rahmat dan adzab”.[5]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani juga berkata:
“Termasuk diantara dampak negatif hadits ini adalah banyak diantara kaum muslimin yang terus bergelimang dalam perselisihan yang sangat runcing diantara madzhab empat, dan mereka tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mengembalikannya kepada Al-Qur’an dan hadits yang shohih sebagaimana perintah para imam mereka, bahkan menganggap madzhab seperti syari’at yang berbeda-beda!!
Mereka mengatakan hal ini padahal mereka sendiri mengetahui bahwa diantara perselisihan mereka ada yang tidak mungkin disatukan kecuali dengan mengembalikan kepada dalil, inilah yang tidak mereka lakukan! Dengan demikian mereka telah menisbatkan kepada syari’at suatu kontradiksi! Kiranya, ini saja sudah cukup untuk menunjukkan bahwa ini bukanlah dari Allah karena mereka merenungkan firman Allah tentang Al-Qur’an (yang artinya):
Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
(QS. An-Nisa: 82)
Ayat ini secara tegas menunjukkan bahwa perselisihan bukanlah dari Allah, lantas bagaimana kiranya dijadikan sebagai suatu syari’at yang diikuti dan suatu rahmat?!
- Karena sebab hadits ini dan hadits-hadits serupa, banyak diantara kaum muslimin semenjak imam empat madzhab selalu berselisih dalam banyak masalah, baik dalam aqidah maupun ibadah. Seandainya mereka menilai bahwa perselisihan adalah tercela sebagaimana dikatakan oleh sahabat Ibnu Mas’ud dan selainnya serta didukung dengan banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang banyak sekali, maka niscaya mereka akan berusaha untuk bersatu. Namun, apakah mereka akan melakukannya bila mereka meyakini bahwa perselisihan adalah rohmat?!!
Kesimpulannya, perselisihan adalah tercela dalam syari’at[6]. Maka sewajibnya bagi setiap muslim untuk berusaha semaksimal mungkin untuk melepaskan diri dari belenggu perselisihan, karena hal itu merupakan faktor lemahnya umat, sebagaimana firman Allah (yang artinya):
Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(QS. Anfal: 46)
Adapun ridho dengan perselisihan, apalagi menamainya sebagai suatu rohmat, maka jelas ini menyelisihi ayat-ayat Al-Qur’an yang secara tegas mencela perselisihan, tidak ada sandarannya kecuali hadits yang tidak ada asalnya dari Rasulullah ini”. [7]
D. SALAH MENYIKAPI PERSELISIHAN
Saudaraku seiman yang kami cintai, kita semua mengetahui bahwa perselisihan adalah suatu perkara yang tidak bisa dielakkan, baik dalam aqidah, ibadah maupun muamalat. Allah berfirman (yang artinya):
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.
(QS. Hud: 118-119)
Fakta di atas mengharuskan kita untuk memahami masalah perselisihan, karena ternyata banyak juga orang yang terpeleset dalam kesalahan dalam memahaminya:
- Ada yang menjadikan perselisihan sebagai senjata pamungkas untuk menyuburkan kesalahan, kebid’ahan bahkan kekufuran, sehingga mereka memilih pendapat-pendapat nyeleneh seperti bolehnya acara tahlilan, manakiban, bahkan berani menentang hukum-hukum Islam dengan alasan “Ini adalah masalah khilafiyyah“, “Jangan mempersulit manusia“. Bahkan, betapa banyak sekarang yang mengkritisi masalah-masalah aqidah dan hukum yang telah mapan dengan alasan “kemodernan zaman” dan “kebebasan berpendapat” sebagaimana didengungkan oleh para cendekiawan zaman sekarang.[8]
- Sebaliknya, ada juga yang sesak dada menghadapi perselisihan, sekalipun dalam masalah fiqih dan ruang lingkup ijtihad ulama, sehingga ada sebagian mereka yang tidak mau sholat di belakang imam yang berbeda pendapat dengannya seperti masalah sedekap ketika i’tidal, mendahulukan lutut ketika sujud, menggerakan jari ketika tasyahhud dan lain sebagainya. Ini juga termasuk kesalahan.
E. MEMAHAMI PERSELISIHAN
Oleh karena itu, sangat penting kiranya kita jelaskan sikap yang benar dalam menyikapi perselisihan agar kita tidak berlebihan dan tidak juga meremehkan. Dari keterangan para ulama tentang masalah ini[9], dapat kami tarik suatu kesimpulan bahwa perselisihan itu terbagi menjadi dua macam:
Pertama: Perselisihan Tercela
Yaitu setiap perselisihan yang menyelisihi dalil yang jelas dari Al-Qur’an atau hadits atau ijma’ ulama. Hal ini memiliki beberapa gambaran:
- Perselisihan dalam masalah aqidah atau hukum yang telah mapan, seperti perselisihan ahli bid’ah dari kalangan Syi’ah, Khowarij, Mu’tazilah dan sebagainya.[10]
- Perselisihan orang-orang yang tidak memiliki alat ijtihad seperti perselisihan orang-orang yang sok pintar, padahal mereka adalah bodoh.[11]
- Perselisihan yang ganjil sekalipun dari seorang tokoh ulama, karena ini terhitung sebagai ketergelinciran seorang ulama yang tidak boleh diikuti[12].
- Jadi, tidak semua perselisihan itu dianggap. Misalnya, perselisihan Iblis Liberal bahwa semua agama sama, ingkar hukum rajam dan potong tangan, hukum waris, jilbab dan sebagainya, ini adalah perselisihan yang tidak perlu dianggap dan didengarkan. Demikian juga perselisihan Mu’tazilah modern bahwa tidak ada siksa kubur, Nabi Isa tidak turun di akhir zaman, dan sebagainya, ini juga perselisihan yang tidak perlu dilirik. Demikian pula perselisihan sebagian orang yang berfiqih ganjil bahwa wanita nifas tetap wajib sholat, daging ayam haram, dan sebagainya, ini juga perselisihan yang tak perlu digubris.
وَ لَيْسَ كُلُّ خِلاَفٍ جَاءَ مُعْتَبَرًا
إِلاَّ خِلاَفًا لَهُ حَظٌّ مِنَ اْلنَّظَرِ
Tidak seluruh perselisihan itu dianggap
Kecuali perselisihan yang memang memiliki dalil yang kuat[13].
Kedua: Perselisihan Yang Tidak Tercela
Yaitu perselisihan di kalangan ulama yang telah mencapai derajat ijtihad dalam masalah-masalah ijtihadiyyah, biasanya dalam masalah-masalah hukum fiqih. Imam Syafi’i berkata: “Perselisihan itu ada dua macam, pertama hukumnya haram dan saya tidak mengatakannya pada yang jenis kedua”.[14] Hal ini memiliki beberapa gambaran:
- Masalah yang belum ada dalilnya secara tertentu.
- Masalah yang ada dalilnya tetapi tidak jelas.
- Masalah yang ada dalilnya yang jelas tetapi tidak shohih atau diperselisihkan keabsahannya atau ada penentangnya yang lebih kuat[15].
Jadi, dalam masalah-masalah yang diperselisihkan ulama hendaknya kita sikapi dengan lapang dada dengan tetap saling menghormati saudara kita yang tidak sependapat, tanpa saling menghujat dan mencela sehingga menyulut api perselisihan.
- Imam Qotadah: “Barangsiapa yang tidak mengetahui perselisihan ulama, maka hidungnya belum mencium bau fiqih”.[16]
- Imam Syafi’I pernah berkata kepada Yunus ash-Shadafi: “Wahai Abu Musa, Apakah kita tidak bisa untuk tetap bersahabat sekalipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?!”.[17]
Sekalipun hal ini tidak menutup pintu dialog ilmiyah yang penuh adab untuk mencari kebenaran dan pendapat terkuat, karena yang kita cari semua adalah kebenaran. Camkanlah firman Allah, yang artinya:
Jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(QS. An-Nisa’: 59)
F. Kesimpulan
Kesimpulan yang penulis sampaikan adalah sebagaimana yang dikatakan Syaikh Al-Allamah Muhammad bin ShalihAl- ‘Utsaimin
- “Termasuk di antara pokok-pokok Ahli Sunnah Wal Jama’ah dalam masalah khilafiyah adalah apabila perselisihan tersebut bersumber dari ijtihad dan masalah tersebut memungkinkan untuk ijtihad, maka mereka saling toleransi, tidak saling dengki, bermusuhan atau lainnya, bahkan mereka bersaudara sekalipun ada perbedaan pendapat di antara mereka.
- Adapun masalah-masalah yang tidak ada ruang untuk berselisih di dalamnya, yaitu masalah-masalah yang bertentangan dengan jalan para shahabat dan tabi’in, seperti masalah aqidah yang telah yang telah tersesat di dalamnya orang yang tersesat dan tidak dikenal perselisihan tersebut kecuali setelah generasi utama, maka orang yang menyelisihi shahabat dan tabiin tadi tidak dianggap perselisihannya”.[18]
.
.
CATATAN KAKI:
[1] Syaikh Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari juga mengomentari ucapan ini, katanya: “Merupakan aib tatkala penulis (as-Suyuthi) mencantumkan hadits palsu, bathil dan tidak ada asalnya ini, apalagi dia juga tidak mendapati ulama yang mengeluarkannya”. (Al-Mudawi li ‘Ilalil Jami’ Shoghir waSyarhi Munawi 1/235).
[2] Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah: 57
[3] Al-Maqoshidul Hasanah hlm. 47 oleh as-Sakhowi.
[4] Lihat At-Tahdzir Min Ahadits Akhto’a fi Tashihiha Ba’dhul Ulama hlm. 99-103 oleh Ahmad bin Abdur Rahman al-‘Uwain.
[5] Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam (5/64)
[6] Syaikh DR. Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata: “Perselisihan bukanlah rohmat, persatuan itulah yang rohmat, adapun perselisihan maka ia adalah kejelekan dan kemurkaan sebagaimana dikatakan oleh sahabat Ibnu Mas’ud”. (Syarh Mandhumah Al-Ha’iyah hlm. 193).
[7] Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah 1/142-143 -secara ringkas-.
[8] Lihat risalah yang bagus Manhaj Taisir Al-Mu’ashir oleh Abdullah bin Ibrahim ath-Thowil.
[9] Lihat secara luas tentang masalah perselisihan dalam kitab Al-Ikhtilaf wa Maa Ilaihi oleh Syaikh Muhammad bin Umar Bazimul dan Al-Ikhtilaf Rohmah Am Niqmah? oleh Syaikh Amin Al-Haj Muhammad Ahmad.
[10] Lihat Al-Muwafaqot 5/221 oleh asy-Syathibi, Qowathi’ul Adillah 2/326 oleh as-Sam’ani.
[11] Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 20/254.
[12] Lihat Qowa’idul Ahkam 1/216 oleh al-‘Izzu bin Abdis Salam.
[13] Lihat al-Itqan fi Ulum Qur’an 1/24 oleh al-Hafizh as-Suyuthi.
[14] Ar-Risalah hlm. 259.
[15] Irsal Syuwath ‘ala Man Tatabba’a Syawadz hlm. 73 oleh Shalih bin Ali asy-Syamroni.
[16] Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815.
[17] Dikeluarkan oleh adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 10/16, lalu berkomentar: “Hal ini menunjukkan kesempurnaan akal imam Syafi’I dan kelonggaran hatinya, karena memang para ulama senantiasa berselisih pendapat”.
[18] Syarh Al-ushul As-Sittah hal.155-156.
Allahhu Akbar
Subhanallah
terima kasih atas ilmunya ini.
InsyaAllah saya akan menerapkannya
memang benar apa yang ustand katakan
perbedaan itu bukan suatu rahmad apabila hanya untuk alasan dalam memegang pendapatnya masing-masing.
dia bisa jadi rahmad apabila para penyelisih itu mencari kebenaran dengan benar-benar berpegang kepada Al Quran dan Sunnah nabi
semoga kita tetap dijalannya
amin
Assalaamu’alaikum
ustad mau tanya, gimana dengan perselisihan antara asy’airiyyah dan salafiyyah ? ini termasuk perselisihan tercela atau tidak ya ? krn setelah saya baca2, ternyata mayoritas umat islam di dunia banyak berpegang pada madzhab asy’ariyyah ini. Lalu tokoh2 dunia islam, kyai2, dan umat islam zaman sekarang yg memegang pendapat asy’ariyyah statusnya apa ? (berdosa, bid’ah, fasik, atau kufur) mohon penjelasannya, makasih
good bgt.alhamdulillah.akan ku baca lebih lanjut.
excellent >++++ jazakallah khair katsir
Assalaamu’alaykum
Barokallohu fihi.
Semoga Alloh memberi kepahaman kepada ana dan kaum muslimin terhadap ilmu yang ustad sampaikan. Semoga Alloh menunjukkan jalan kepada kaum muslimin untuk tetap bersatu di atas manhaj yang hak.
Jazakalloh khoiron katsiron.
Ana mt ijin copy
Ana mt ijin copy, syukron
Sebagian ulama berusaha untuk menguatkan hadits ini. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini sangat populer sekali. Sering ditanyakan dan banyak di kalangan imam hadits menilai bahwa ungkapan ini tidak ada asalnya, tetapi al-Khothobi menyebutkan dalam Ghoribul Hadits…Ucapannya kurang memuaskan dalam penisbatan hadits ini tetapi saya merasa bahwa hadits ini ada asalnya”.[3]
Sungguh, ini adalah suatu hal yang sangat aneh sekali dari Al-Hafizh Ibnu Hajar –semoga Allah mengampuninya-. Bagaimana beliau merasa bahwa hadits ini ada asalnya, padahal tidak ada sanadnya?! Bukankah beliau sendiri mengakui bahwa mayoritas ulama ahli hadits telah menilai hadits ini tidak ada asalnya
Astagfirullah akh abu ubaidah anda telah tidak berbuat sopan dengan mengatakan Sungguh, ini adalah suatu hal yang sangat aneh sekali dari Al-Hafizh Ibnu Hajar –semoga Allah mengampuninya-. masya Allah akh antum itu gak ada apa-apanya dengan al hafizh ibnu hajar kok berkata seperti itu jujur saja saya lebih percaya kepada pendapatnya ibnu hajar
Kalau sekarang dia masih hidup kemudian antum bertanya seperti itu maka dia bisa menjelaskan secara gamblang mengapa ia berpendapat seperti itu…ia ahli hadist lo jadi tidak sembarangan ia berkata demikian pasti ada alasannya.ingat itu…enak saja
sdr Roel,
o…iya br sy ktmu logika nya. ini dia, anda ikut pd ijma’ bukan?kl begitu mana yg anda ikuti satu ulama atau ijma'(bukan kita mo mrendahkan mreka tp justru utk memuliakan mereka dg cara kita ikuti kebenaran dan kita nyatakan kesalahan scara arif dan adil tnp sikap sinis, mslh kata2 adlh hal yg relatif trgantung pd hati yg mngutarakannya)?
trus gini sdr Roel…kl dl kaidah bhs indonesia cakupan kata “perselisihan” diatas berarti “luas” kan?bg anda yg mnganggap itu rahmah sy mo konfirmasi, berarti perselisihan antara Abu Bakar RA dg Musailamah al kadzdzab adalah rahmat?kl namanya rahmat ya mestinya dijaga dan dilestarikan bukan, bukannya dihancurkan…tp knp para shbt bertindak demikian (spt dl sejarah)??o..o..ow
dan trus trang kita emang ga tau sapa yg kan masuk surga, bs sj antum masuk surga kita di neraka dan sebaliknya (Alloh A’lam)..tp hal ini bukan alasan klise utk mngatakn yg benar dan yg slh. bhkn para imam pun ga da jaminan masuk surga kita semua saling brlomba utk meraihnya,CARANYA?ya…tntu dg jalannya orang2 mu’min yg Alloh tlh ridhoi mreka dan mreka pun ridho pd Alloh (mrekalah pr shabt).
Apa yang diucapkan oleh Ustadz Abu Ubaidah adalah ucapan ilmiah dengan sudut pandang objektif. mengkritik seorang ulama bukan berarti menghina atau merasa lebih pitar darinya.
beliau sangat menghormati Al Hafidz sebagai salah satu ulama terkemuka di bidang hadits. beliau menjadikan Al Hafidz sebagai rujukan ilmiah.
semoga antum bisa menjernihkan pikiran dan hati sehingga mampu membedakan mana kritikan dan mana celaan.
tulisanrusnali: trus gini sdr Roel…kl dl kaidah bhs indonesia cakupan kata “perselisihan” diatas berarti “luas” kan?bg anda yg mnganggap itu rahmah sy mo konfirmasi, berarti perselisihan antara Abu Bakar RA dg Musailamah al kadzdzab adalah rahmat?
UNtuk rusnali: saya ketawa membacanya…ya tentu saja hadist itu tidak bisa ditafsirkan seperti itu
rupanya antum harus lebih banyak belajar begitu juga saya…afwan
Untuk akhi roel : Afwan jiddan akhi. Jgn bisanya hanya menertawakan pendapat org. Kita sama2 belajar disini, klo antum fair dan punya pendapat lain, cobalah bawakan sanad dan takhrijnya kemari dan tafsirannya bagaimana, ayo kita sama2 simak…oke, kita sama2 penuntut ilmu kok disini. Kalo antum mau membantah artikel ustadz abu ubaidah, maka bantahlah dengan ilmiah, jgn dgn emosi. Jgn tersinggung ya akhi. Ana cuma mau fair aja kok.
untuk tomi…akh terimakasih atas nasehatnya….saya tidak bermaksud menertawakan lo…afwan jika ada yang tersinggung…
setuju tom , kalo memang benar , bawakan saja.. ya toh..
jazakallahu khairan Abu Yusuf…
bagi saya, ada atau tidak ada hadis yang diperdebatkan di sini, tidaklah penting. sebab, perbedaan adalah sebuah keniscayaan. orang yang bilang bahwa islam melarang ikhtilaf adalah orang yang berpikiran ciut.
perbedaan tidak harus berarti pertentangan. different is not conflict. putih dan hitam memang berbeda, tp tdk mesti bertentangan, kan?
Akhi Slamet Untung, smg Allah mengampuni anda.
1. Subhanallah, saudara mengatakan hal itu tdk penting?! Bukankah kalau ucpn di atas dinisbatkan kepd Nabi berarti dosa yang snagat besar?! Manakah kecemburunmu untuk membela hadits Nabi dari kedustaan.
2. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, ini benar dan itupun kami tegaskan dlm artikel bahwa perselisihan adalh sesuatu yang tidak bisa dielakkan, namun bukan berarti kita berpangku tangan dan menyerah, karena perbedaan adalah dilarang dlam Islam. Bukankah Islam melarang dosa tapi dosa adalah keniscayaan?! Jadi Allah menjadikan perselisihan tetapi Dia tidk meridhoinya, sebagaimana misalnya Allah menciptakan Syetan, Neraka, orang kafir dll tetapi Allah tidk meridhoinya.
Janganlah anda mencampur adukkan masalah. apalagi mengatakan bahwa yang melarang ikhtilaf adalah orang yang berpemikiran ciut, karena sesunguhnya yang melarang adalah Al-Qur’an, hadits dan para ulama juga.
@Akhi Slamet Untung,
Ingin mengomentari : “different is not conflict”.
Ini sepertinya dalam tataran teori. Dalam tataran praktek ternyata sangat jauh.
Beberapa hari yang lalu, ada contoh menarik dalam hal ini, yaitu tentang perbedaan masalah hukum cadar. Yang saya maksud adalah perbedaan antara cadar bagian dari Islam (hukumnya: wajib/sunnah), dan cadar bagian dari tradisi (bukan bagian Islam).
Saat pemerintah Perancis ingin melarang penggunaan cadar di tempat umum, apa yang disampaikan oleh orang yang meyakini bahwa cadar bukan bagian Islam? Seorang Imam di Perancis justeru mendukung pemerintah, dan disampaikan di media. Dimana letak toleransi terhadap perbedaan pendapat? Bukankah dengan cara seperti itu, imam tersebut jusetru memojokkan saudara-saudaranya sendiri, yang seharusnya mereka bantu? Baca beritanya.
jazakallah ustad hujjah yang ilmiah,, semoga allah memudahkan antum dalam menyebarkan dakwah tauhid,,, ustad pernah ngisi dauroh di balikpapan kah???
mas slamet untung….kok berani ya dengan tegas menentang Allah dan Rasulnya, masih muslimkah…?
pada thread yang lain kalo komen ga beda jauh spt itu.
SubhanAllah….
Mas untung, mudah-mudahan Anda masih untung di akhirat nanti, mohon jangan bawa-bawa paham demokrasi-isme menjadi agama baru, menjadi pandangan hidupmu kalo Anda seorang muslim! dan bersyahadat!
ungkapan tersebut bertentangan dgn QS Ali Imran 103
wa’tasimu bihablillahi jami’a wala tafarroquu
[…] Atau mengamini adanya perselisihan dengan berdalil hadits yang tidak ada asalnya yaitu ‘perselisihan umatku adalah rahmat‘. Atau mengecam orang lain semata-mata karena bertentangan dengan madzhabnya dan menolak […]
[…] Atau mengamini adanya perselisihan dengan berdalil hadits yang tidak ada asalnya yaitu ‘perselisihan umatku adalah rahmat‘. Atau mengecam orang lain semata-mata karena bertentangan dengan madzhabnya dan menolak pendapat […]