Mulianya Kedudukan Para Sahabat Rasulullah

Definisi Sahabat

Definisi “sahabat” yang paling bagus adalah sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani Rahimahullahu Ta’ala, “Sahabat adalah setiap yang bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beriman kepada beliau, meninggal dalam Islam, sekalipun pernah murtad.” [1]

Penjelasan definisi ini:

  • Setiap: Mencakup pria dan wanita, manusia dan jin.
  • Bertemu: Sekalipun bertemu hanya sekali. Oleh karenanya, Isa ibn Maryam termasuk Sahabat[2]. Adapun jika tidak bertemu maka bukan termasuk Sahabat; seperti Raja Najasyi.
  • Beriman: Adapun jika tidak beriman maka tidak termasuk Sahabat; seperti Abu Jahl, Abu Thalib, dan sebagainya.
  • Meninggal dalam Islam: Adapun yang murtad maka bukan Sahabat; seperti Abdullah ibn al-Khathal yang dibunuh saat Fathu Makkah.
  • Sekalipun pernah murtad: Maksudnya dia pernah murtad lalu masuk Islam lagi dan mati di atas Islam, seperti Asy’ats ibn Qais, maka dia termasuk Sahabat.

Keutamaan Para Sahabat

Seluruh sahabat adalah manusia yang mulia setelah Nabi, sebab mereka telah mengikuti Rasul dalam berdakwah, dan telah mengorbankan jiwa, raga, dan harta demi agama Allah, sehingga umat Islam menjadikan mereka suri teladan setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Seluruh umat Islam meyakini bahwa seluruh sahabat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang mulia yang telah dipuji Allah dalam al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam banyak haditsnya. Berikut ini beberapa dalil tentang keutamaan mereka:

Dalil al-Qur’an

وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۚ ذَ‌ٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS at-Taubah [9]: 100)

لَّقَدْ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنِ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ ٱلشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِى قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَـٰبَهُمْ فَتْحًۭا قَرِيبًۭا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS al-Fath [48]: 18)

Dalil Hadits

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

« خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian datang kaum yang persaksian seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya.”[6]

Bahkan secara khusus, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjanjikan dan menjamin surga untuk 10 orang sahabatnya yang paling utama, Khulafaurrasyidin termasuk di dalamnya. Dalam sebuah hadits disabdakan, “10 orang akan masuk Surga; Abu Bakar masuk Surga, Umar masuk Surga, Utsman masuk Surga, Ali masuk Surga, Thalhah masuk Surga, az-Zubair masuk Surga, Abdurrahman ibn Auf masuk Surga, Sa’ad masuk Surga, Sa’id ibn Zaid masuk Surga dan Abu Ubaidah ibn al-Jarrah masuk Surga.” ( HR Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibn Hibban)

Dalil Atsar Sahabat

Abdullah ibn Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu berkata:

مَنْ كَانَ مُسْتنّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ أُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ n كَانُوْا خَيْرَ هَذِهِ الأمَّةِ وَأَبَرَّهَا قُلوْبًا، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا ، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ n ونَقْلِ دِيْنِهِ فَتَشبَّهُوْا بِأَخْلاَقِهِمْ وطَرَائِقِهِمْ ؛ فَهُمْ كَانُوْا عَلَى الهَدْي المُسْتَقِيْمِ

“Barangsiapa yang mau mencontoh, maka contohlah orang-orang yang sudah mati, yaitu para sahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka adalah sebaik-baik umat ini dan, paling baik hatinya, paling luas ilmunya, dan paling sedikit memberatkan diri, suatu kaum yang dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menukil agama-Nya, maka contohlah akhlak mereka dan cara mereka karena mereka berada di atas jalan yang lurus.”[3]

Oleh sebab keutamaan itulah, para sahabat Nabi dinilai adil (shalih) dengan kesepakatan para ulama. Keadilan Sahabat bermakna diterimanya periwayatan mereka tanpa perlu bersusah payah mencari sebab-sebab keadilan dan kebersihan mereka. Ijma’ ulama tentang keadilan Sahabat itu diutarakan oleh Ibn Abdil-Barr dalam al-Isti’ab (1/19), Ibn Shalah dalam Muqaddimah (hlm. 294–295), an-Nawawi dalam Syarh Muslim 15/149, Ibn Hajar dalam al-Ishabah 1/17, as-Suyuthi dalam Tadrib ar-Rawi (2/164), as-Sakhawi dalam Fathu al-Mughits 3/122, dan sebagainya.

 


Catatan Kaki:
[1] Al Ishobah fi Tamyiz Shohabah 1/7, Nukhbatul Fikar hlm. 149.
[2] Tajrid Asma Shohabah karya Adz Dzahabi 1/432.
[3] Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 1/305 dan Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi 2/97.

Baca Juga Artikel Terbaru

Leave a Comment